Bijak Bersuara
"Maaf, sekadar share."
Sering kali ucapan itu meluncur klise ketika seseorang menyebarkan berita sumir  yang belum pasti, yang entah benar atau salah, yang menimbulkan kecemasan, dan sejenisnya. Ucapan yang seolah lepas tangan dari tanggung jawab. Tidak peduli yang disuarakan benar atau salah, yang penting dibagikan ke khalayak.
Bersuara tidak harus menjadi yang paling pertama tahu, tidak harus menjadi yang paling update. Tetapi, pastikan yang disuarakan adalah hal yang bisa dipertanggungjawabkan.
Selain itu, media sosial adalah representasi diri. Menghujat, memaki, mengkritisi, mengapresiasi, atau sekadar curhat pribadi, adalah hak masing-masing individu. Hanya saja, ada hal yang perlu diingat; etika.
Seringkali etika ini bersifat lentur. Bersama kawan akrab, tentu berbeda perlakuan dengan kerabat jauh, misalnya. Tetapi, konten tulisan, bisa memiliki interpretasi berbeda di kepala orang lain. Oleh karenanya, ada fitur pengaturan privasi, jika diperlukan. Misal, pada interaksi di Facebook yang di-setting public, kita seperti berbicara dengan toa, membiarkan semua orang mendengarnya. Kita tidak sedang berbisik-bisik di kamar, tidak sedang mengobrol santai di ruang tamu. Pada ruang yang begitu terbuka, kebijaksanaan kitalah yang akan menentukan suara apa yang akan kita lantangkan.
Bijak Menghadapi Cyber War
Isu Sectio versus Pervaginam, ASI versus Sufor, Working Mom versus Ibu Rumah Tangga, dan masih banyak lagi, berisi hujatan sesama Ibu. Â Duh, Bu, tidak selalu kita memakai sepatu yang sama, kan?
Belum lagi, setiap bergulir tren baru tentang persalinan dan pengasuhan anak, banyak Ibu buru-buru meniru tanpa riset yang cukup. Asal ikut tren terbaru, asal seperti influencer-influencer yang bertebaran di media sosial. Padahal, tren tidak selalu aman. Dan hits tidak selalu cocok.
Begitu banyak perdebatan yang tersaji di media sosial. Sering kali, tanpa sadar, kaum perempuan menjadi tidak empatif terhadap sesamanya. Menghadapi yang berbeda, jadi baper (bawa perasaan) dan tak segan menyerang. Toleransi menipis padahal yang diperdebatkan seringkali tidak substantif.
Berkeluarga adalah sebuah proses. Tidak selalu langsung menemukan formula yang cocok, sering kali harus menjumpai fase trial and error. Bagaimana mengatur pola makan, pola asuh, pendidikan, tidak selalu baku. Setiap keluarga memiliki keunikan. Rumput yang hijau masih memiliki banyak gradasi warna.