18 November tahun ini diperingati sebagai hari filsafat sedunia (world philoshophy day). Namun tahun 2020 lalu hari filsafat sedunia jatuh pada 19 November. Bahkan tahun 2019 lebih mundur, jatuh pada 21 November. Mengapa demikian?
Hari Filsafat Sedunia digaungkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) oleh UNESCO. Divisi PBB yang fokus pada pendidikan, pengetahuan, dan budaya pada tahun 2002. Pada tahun awal peringatan ini dilakukan terbatas di kalangan pejabat UNESCO dan undangan terkait.
Dilansir dari laman resmi PBB Hari Filsafat Sedunia diperingati pada Hari Kamis ketiga setiap bulan November. Hal ini disahkan dalam konferensi umum UNESCO tahun 2005.
Stigma Filsafat Menakutkan
Banyak stigma yang menyatakan bahwa filsafat itu menakutkan, membuat menjadi gila bahkan sesat dari agama. Demikian jika pragmatis terhadap filsafat membabi buta. Namun sebenarnya tidak.
Kata filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani. Filsafat berasal dari kata philosophia yang kemudian dirubah dalam bahasa Arab menjadi kata dasar buatan yakni falsafah. Philosophia merupakan gabungan dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos yang berarti kekasih, sahabat atau cinta. Sophia berarti kebijaksanaan, kearifan juga pengetahuan. Dengan demikian philosophia berarti cinta pengetahuan (Muthahhari, 2003).
Orang yang cinta pengetahuan disebut philosophos. Misal; Plato, Aristoteles atau Socrates. Jika dikaitkan dalam serapan bahasa Arab, falsafah adalah usaha yang dilakukan orang yang cinta pengetahuan atau filsuf. Misal Ibnu Sina, Al Kindi, Al Farabi.
UNESCO juga menyatakan bahwa filsafat berasal dari kecenderungan alami manusia untuk memikirkan alam dan seisinya. Mengapa terjadi ?, mengapa bisa ? dan bagaimana bisa terjadi?. Â Makna dasar filsafat demikian.
Filsafat kini dimaknai untuk  melihat bentuk kebijaksanaan akan sesuatu melalui pikiran sendiri. Filsafat juga mengajarkan untuk merenungkan juga merefleksi diri sendiri. Mencari apa yang kurang benar. Bahkan untuk terus mempertanyakan kebenaran yang sudah mutlak lalu memverifikasi hipotesis sehingga menemukan kesimpulan.
Maka dalam pola pikir filsuf selalu menerapkan prinsip diatas  di kehidupannya. Dimana  setiap ada persoalan (problem) yang dalam filsafat hal tersebut adalah tesa maka akan dicari antitesa nya. Yaitu tanggapan, opini, pendapat atau komentar kritis terhadap tesa. Jika kedua dasar tersebut bertemu maka lahirlah antitesa. Yaitu kesimpulan dari berbagai premis. Metode ini digunakan untuk mencapai suatu kesepakatan yang rasional (Joko Suwarno, 2014).
Hal ini yang menguatkan bahwa filsafat adalah induk dari ilmu pengetahuan. Dimana selama berabad -- abad filsafat digunakan untuk mendapatkan jawaban. Meskipun berbeda budaya filsafat tetap melahirkan konsep, ide, dan analisis yang bisa diterima akal. filsafat juga yang  telah meletakkan dasar bagi pemikiran kritis, mandiri, inovatif dan kreatif.