Mohon tunggu...
Anggit Satriyo Nugroho
Anggit Satriyo Nugroho Mohon Tunggu... Jurnalis - Advokat dan akademisi

Saya adalah seorang yang berpengalaman dalam bidang jurnalistik selama hampir 20 tahun, saya juga menggeluti dunia advokasi selama 5 tahun. Selain itu saya juga miliki pengalaman sebagai akademisi. Dari pengalaman tersebut, saya memiliki kemampuan menulis terutama terkait hukm dan pers

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Pendidikan Nasional, Jangan Muluk-Muluk, Belajar Lagi Saja Etika-Etika Sederhana

2 Mei 2024   16:52 Diperbarui: 9 Mei 2024   01:57 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Dalam kesempatan lain, dalam sebuah talk show, Mbah Tejo mengingatkan seorang yang sibuk mengoperasikan handphone, tanpa peduli pembicaraan yang disampaikan Mbah Tejo sendiri. Padahal, selama orang tadi berbicara, Mbah Tejo begitu konsentrasi memperhatikannya. Seolah yang berbicara pada diskusi itu adalah orang terpenting di ruangan tersebut.

Tanpa disadari itulah dinamika etika umum yang kita pegang saat ini. Etika kita saat ini seolah sedang mengalami kemerosotan tanpa ada upaya untuk mengembalikan lagi pada keadaan semula.

Mbah Tejo adalah satu dari sekian juta orang di Indonesia yang ingin etika-etika sederhana kembali dijunjung dan dipraktikkan.

Pernahkah kita sadari bahwa transfer pengajaran etika tersebut hanya diberikan saat kita masa kanak-kanak, lalu semakin menurun frekuensinya seiring kita beranjak dewasa. Terlebih lagi, kesibukan orang tua kita, membuatnya tidak lagi mengevaluasi apakah etika-etika sederhana itu kita terapkan lagi dengan tepat ataukah tidak.

Orang tua kita tidak lagi menegur, tatkala melihat kita tidak lagi menyapa tetangga. Mereka hanya menganggap bahwa itu hanya hal yang biasa dan lumrah saja. Tanpa kita sadari kelumrahan tersebut berulang setiap hari lalu menjadi kewajaran yang kita tuai bersama belakangan ini.

Di sekolah, etika bukan lagi pengajaran dalam tataran praktik. Etika sudah dibakukan menjadi pelajaran akademik saja. Evaluasi pengajaran etika hanya melalui angka-angka saja lewat berbagai macam pelajaran. Mana kala, seorang murid sudah mendapatkan nilai yang bagus, seorang guru pun sudah menganggap dirinya sukses melakukan dua transfer : ilmu sekaligus etika.

Kini, tidak terbayangkan bila ternyata pelanggaran-pelanggaran sederhana itu dilakukan banyak orang. Hari Pendidikan Nasional seperti sekarang ini seharusnya menjadi refleksi bersama. Bahwa pendidikan bukan lagi mengukur hal-hal yang terasa formal dan angka-angka saja.

Hari pendidikan seharusnya menjadi perenungan bersama sudahkah etika berjalan seiring makin baiknya tingkat pendidikan kita yang terus kita bangga-banggakan hari ini.

Keberhasilan pendidikan harus lebih mengubah kita pada makin meningkatnya tingkat keadaban sebagai manusia.

Semakin tinggi tingkat pendidikan, maka etika sederhana yang kita terapkan  seharusnya semakin kuat. Bukankah orang yang terdidik, memiliki kesadaran otomatis untuk melaksanakan etika-etika sederhana dalam kehidupan itu.

Seorang terpelajar dengan sertifikat master tentu memiliki cara bertetangga yang jauh lebih baik  dengan orang yang hanya lulusan SMP. Ia seharusnya memiliki kepedulian yang sangat tinggi kepada tetangganya, dibandingkan mereka yang hanya mengenyam pendidikan dasar. Tapi, kita merasakan kualitas yang sebaliknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun