PERNAHKAH Anda mengalami kejadian-kejadian ini :
Berada satu lift dengan teman sekantor yang usianya jauh lebih muda, lalu mereka hanya diam saja. Sibuk mengutak-atik handphone tanpa peduli lagi bahwa Anda adalah teman satu ruangan yang berada persis di depan atau di sampingnya.
Pernahkah Anda berangkat ke kantor membawa bawaan berat, lalu teman satu ruangan yang lewat seolah tak peduli. Ia hanya bergegas berjalan dan menganggap bahwa Anda  adalah seseorang yang tak perlu lagi diperhatikan. Toh, Anda juga merasa mampu membawa beban itu tanpa sekalipun meminta tolong.
Pernahkah saat sibuk presentasi di depan kelas, tiba-tiba satu atau dua murid Anda duduk menyilangkan kaki, seolah tak lagi mempedulikan bahwa Anda adalah pengajar yang seharusnya sangat mereka hormati dan orang terpenting di kelas hari itu.
Pernahkah Anda naik kendaraan umum dan tidak mendapatkan tempat duduk, lalu orang-orang jauh lebih muda tak lagi mempedulikan Anda sebagai orang yang harus dituakan dan harus mendapatkan prioritas tempat duduk.
Pernahkah Anda memiliki tetangga dekat berpendidikan tinggi dari kampus ternama, lalu berlalu berjalan saja tanpa permisi, ketika Anda sibuk mencuci mobil di depan rumah. Mereka hanya menganggap Anda adalah seorang tak penting untuk disapa. Toh, juga tidak kenal meski tinggal bersebelahan.
Ya, yang pasti banyak sekali kejadian sehari-hari yang membuat kita prihatin dan mengelus dada.
Prihatin karena yang melakukan adalah orang-orang terdekat yang seharusnya sangat peduli dengan kita dalam kehidupan sehari-hari. Mengelus dada karena sesungguhnya kita tidak bisa melakukan perubahan apa-apa terhadap kejadian-kejadian yang terus berulang semacam itu.
Semuanya adalah hal-hal menjengkelkan yang tidak patut, tapi tetap saja terus berulang lagi pada esok harinya.
Karenanya, saya kagum dan salut kepada Budayawan Sujiwo Tejo yang selalu mengingatkan praktik etika-etika sederhana ini kepada manusia lainnya.
Dalam sebuah pertemuan, Mbah Tejo meminta orang yang duduk di belakang untuk keluar ruangan karena sama sekali tidak memperhatikannya berbicara. Ketika Mbah Tejo berucap, mereka malah sibuk berbicara sendiri tanpa peduli keberadaan sosok di depannya.