Mohon tunggu...
Anggit AdiPutri
Anggit AdiPutri Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

hello

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pelampiasan terhadap Objek Sekitar yang Disebabkan oleh Mood Disorders

17 November 2023   14:59 Diperbarui: 17 November 2023   15:05 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kelompok kondisi kesehatan mental yang dikenal sebagai mood disorder atau gangguan suasana hati mempengaruhi suasana hati seseorang secara signifikan. Depresi, salah satu bentuk utama gangguan suasana hati, ditandai dengan perasaan sedih mendalam, kehilangan minat, energi rendah, dan perubahan dalam pola tidur dan makan. Sebaliknya, mania adalah bentuk gangguan suasana hati lainnya apabila orang mengalami tingkat energi yang tinggi, euforia yang berlebihan, dan perilaku impulsif. Fluktuasi antara episode depresi dan mania adalah inti dari gangguan mood yang dikenal sebagai bipolar.

Ketidakseimbangan kimia otak, genetika, stres, dan trauma adalah beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan gangguan mood. Terapi psikologis, penggunaan obat-obatan, dan dukungan sosial adalah bagian dari pengobatan gangguan mood. Pencegahan juga sangat penting, dengan fokus pada manajemen stres, pola hidup sehat, dan menemukan gejala awal. Meskipun ada banyak pilihan pengobatan, mengelola gangguan mood dapat menjadi perjalanan yang sulit. Menerima dan mendapatkan dukungan dari keluarga sangat penting untuk mengatasi dampak negatifnya terhadap kehidupan sehari-hari penderitanya. Melalui pemahaman yang lebih baik dan penelitian terus-menerus, diharapkan dapat menyediakan perawatan dan kualitas hidup yang lebih baik bagi mereka yang mengalami gangguan mood.

Gangguan mood bukan hanya merupakan tantangan individu, tetapi juga mempengaruhi hubungan interpersonal, prestasi akademik, profesional dalam pekerjaan, juga kualitas hidup secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami gangguan mood dan mengurangi stigma masalah kesehatan mental. Untuk memastikan bahwa orang yang mengalami tanda-tanda gangguan mood dapat mendapatkan bantuan medis dengan cepat, upaya pencegahan dan pendidikan perlu ditingkatkan.

Dikutip dari ringkasan pengamatan mahasiswa UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri terhadap salah satu orang yang mengalami bipolar. "Berinisial QA(23) merupakan anak tunggal yang tinggal bersama ibu beserta kakek dan neneknya, sedangkan ayahnya telah meninggal sejak QA kelas 2 SMP. Awal mula QA mengalami perubahan suasana hatinya ketika ia ditinggal oleh kepergian ayahnya, dan hubungan dengan ibunya lebih tertutup tidak sedekat dengan ayahnya. Diceritakan bahwa QA juga melakukan self-injury sebagai bentuk pelampiasannya. QA menyadari dan mengetahui terhadap perilaku self-injury yang dilakukan pada dirinya sendiri. Perilaku self-injury yang dilakukan QA dengan bentuk menyayat kulit tangan, menampar wajahnya sendiri, menjambak rambutnya sendiri yang dilakukan secara berulang-ulang. Dengan melakukan tindakan tersebut membuat QA merasa mampu melampiaskan kekesalan emosinya dan merasa lebih lega. Biasanya alasan individu melakukan self-injury untuk mengatasi rasa sakit secara emosional. Dan ketika sudah melakukan hal tersebut, individu merasa puas dan lega karena telah meluapkan rasa sakitnya melalui self-injury." Begitu yang dikatakan oleh sang penulis.

Menurut pengamatan peristiwa tersebut, perilaku melukai diri sendiri ini adalah salah satu jenis melukai diri sendiri yang menyebabkan luka fisik untuk melampiaskan luka batin yang dialaminya. Untuk mengatasi kesulitan interpersonal, orang biasanya menyakiti dirinya sendiri. Berdasarkan pemahaman tentang perilaku menyakiti diri di atas, hal tersebut dapat memberikan gambaran tentang perilaku menyakiti diri sebagai bentuk pelampiasan pada remaja pengidap bipolar. Selain itu, kondisi keluarga dan kondisi lingkungan sangat mempengaruhi pembentukan karakter manusia.

Dilansir dari situs halodoc.com dikatakan bahwa, "Katarsis atau pelepasan emosi kadang justru bisa memperburuk kesehatan mental seseorang. Sebab melampiaskan, menyuarakan, dan melepaskan emosi secara agresi belum terbukti dapat memberikan hasil yang positif."

Hal ini bisa berpengaruh pada beberapa fase gangguan mood seseorang. Ketika orang mengalami gangguan mood, biasanya juga diikuti dengan munculnya rasa pelampiasan dari diri orang tersebut secara sadar maupun tidak, untuk mengurangi gangguan mood yang dirasakannya. Bentuk dari rasa pelampiasan itu bisa berupa positif dan negatif, seperti menangis, tertawa, marah, berteriak, menyakiti diri, juga mencari masalah dan merusak segala sesuatu yang mengarah pada objek sekitar ataupun lingkungan yang dijangkaunya. Bahkan, pelampiasan yang dikarenakan gangguan mood dapat berpengaruh pada saat kita sedang melakukan sesuatu.

Dari pengalaman orang tersebut diketahui bahwa gangguan mood atau lebih sering dikenal bipolar, yang terjadi pada dirinya menyebabkan adanya efek pelampiasan. Akan tetapi pelampiasan yang dilakukannya termasuk kategori pelampiasan negatif, dikarenakan hal itu melukai fisiknya dan berujung pada timbulnya rasa sakit lainnya yang akan dirasakan. Bisa juga menjadikan kebiasaan pelaku untuk mengulangi hal tersebut dikemudian hari, hingga mengakibatkan kecanduan. Namun, dari segi pandang pelaku hal itu akan menjadi hal yang normal. Sedangkan dalam Islam tidak diajarkan untuk menyakiti diri sekecil apa pun, sebagaimana hal itu nantinya akan membuat orang yang melakukannya mendapatkan dosa dari Allah.

Sebenarnya dalam melampiaskan gangguan mood tidak hanya berupa yang negatif saja, melainkan juga ada yang positif. Maksud dari positif di sini merujuk pada hal-hal yang tidak merugikan dan menyakiti diri sendiri maupun orang lain. Melainkan murni untuk melepaskan beban yang dirasakan dalam diri, seperti berteriak atau menangis yang membuat beberapa orang terlepas dari beban yang dirasakannya. Meskipun kita  sering melihat orang melampiaskan dengan cara yang membuatnya lebih memberi efek yang sangat terasa bagi dirinya untuk mengalihkan dari rasa sakit gangguan mood tersebut, yaitu pelampiasan negatif tadi. Akan tetapi, hal tersebut nantinya dapat menimbulkan berbagai dampak buruk untuk lingkungan sekitar.

Rasa pelampiasan bisa terjadi karena emosi seseorang sering kali menjadi hambatan dan sulit untuk dikendalikan. Semua refleks mungkin terjadi begitu saja tanpa diketahui sebelumnya. Namun, tahukah kalian bahwa terlalu banyak emosi juga tidak baik.  Jika kita sering melakukannya hingga tidak bisa mengendalikannya, banyak hal buruk yang akan terjadi. Untuk menghindari kebiasaan tersebut, perlu diperhatikan lima dampak pelampiasan negatif berikut.

1.               Tidak disukai lingkungan sekitar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun