Mohon tunggu...
Anggie Selvi Randa
Anggie Selvi Randa Mohon Tunggu... Lainnya - Writer

Sharing thought about Psychology, Parenting, Islam, and Education

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

3 Penyebab Krusial Kenakalan Remaja Masih Marak Terjadi

16 Maret 2023   23:05 Diperbarui: 16 Maret 2023   23:08 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbicara tentang kenakalan remaja, rasanya tidak ada habis-habisnya kita dengar. Berbagai kasus amoral yang mencenangkan pun masih sering kita jumpai di sekitar. 

Membuat kita bertanya-tanya, apakah seperti ini kualitas manusia yang akan menjadi tonggak pembangunan bangsa ? Kita bisa melihat data yang dipaparkan oleh UNICEF pada tahun 2016 menunjukkan bahwa kekerasan pada sesama remaja di indonesia perkiraan mencapai 50%. 

Sedangkan data yang dilansir oleh Kementrian Kesehatan RI 2017 terdapat 3,8% pelajar dan mahasiswa menyatakan pernah menyalahgunakan narkotika dan obat berbahaya.[1] Adapun WHO pada 2020, menyebutkan tiap tahun 2020 terjadi 200 ribu pembunuhan di kalangan anak-anak muda usia 12 -- 19 tahun. 

Sebanyak 84% kasus melibatkan anak laki-laki usia muda. Permasalahan ini sudah menjadi isu kesehatan warga dunia seperti kekerasan fisik, seksual hingga pembunuhan[2]. Belum lagi, kita bisa melihat angka kasus kehamilan di luar nikah pada tahun 2021 -- 2023 di ponorogo ada 464 anak jenjang SMP sampai SMA dan mereka meminta dispensasi menikah ke Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo. 

Banyaknya kasus tersebut disebabkan karena penyalahgunaan media sosial dan rendahnya edukasi seksual.[3] Dan masih banyak lagi kasus-kasus amoral di luar sana. Hal seperti itu tentu membuat kita sangat miris melihatnya, tidak hanya menghancurkan dirinya sendiri namun juga menjadi dosa jariyah kawan sebayanya yang juga berpotensi besar untuk meniru perilaku tersebut. 

Dalam tulisan ini, berdasarkan pengamatan penulis, hendak memaparkan beberapa penyebab yang membuat perilaku amoral tersebut terjadi. Bisa dijadikan sebagai bahan evaluasi ataupun antisipasi untuk mengingatkan orang-orang sekitar kita ataupun anak kita nanti. 

1. Rapuhnya Pondasi Spiritual Ketuhanan 

Menurut penulis, salah satu penyebab mendasar dari munculnya kenakalan remaja adalah rapuhnya pondasi spiritual ketuhanan. Kerapuhan ini disebabkan dari internal maupun eksternal individu.

              Aspek Internal 

Aspek internal berasal dari ketidakmampuan memahami keberadaan Allah dan kebesaran Allah. Secara logika, manusia yang mengakui bahwa Allah itu ada, tidak perlu dibuktikan secara empiris dan mengakui segala perintah-Nya, memahami bahwa setiap perilaku dicatat amal baik buruknya dan akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak, akan memunculkan perasaan takut untuk melakukan perbuatan buruk. Dia akan cermat memperhitungkan tindakannya apakah bernilai dosa atau pahala. Apakah nanti akan menghantarkannya ke surga atau neraka.

Demikian pula, pemahaman terhadap kebesaran Allah dengan landasan ilmu pengetahuan, akan mampu melahirkan manusia yang memiliki dasar kuat untuk apa alam semesta dan manusia diciptakan. Menumbuhkan sikap ketundukan dan penghambaan yang total untuk mematuhi segala perintah Allah. 

Bisa dipastikan, kenakalan-kenalan remaja tersebut disebabkan oleh pemahaman terhadap Tuhan atau Allah dan agama yang salah bahkan bisa tidak percaya bahwa Tuhan itu tidak ada. Tentu sangat miris, jika kita melihat fenomena yang seperti itu.

             Aspek Eksternal 

Aspek eksternal berasal dari pola asuh keluarga dan lingkungan pertemanan. Kedua peran tersebut memiliki pengaruh besar pada perkembangan remaja salah satunya dalam membangun pondasi spiritual ketuhanan. 

Remaja yang hidup di lingkungan dengan penerapan nilai ketuhanan atau agama yang benar, akan menjadi anak yang selalu memikirkan bahwa keputusan dan tindakannya memiliki konsekuensi pahala dan dosa, memiliki konsekuensi diperhitungkan di akhirat nanti. Berbeda dengan anak yang hidup di lingkungan dengan jauh dari nilai agama. Tidak ada aturan baik, buruk, benar, dan salah yang mengikat dirinya.

Lebih jelasnya pengaruh lingkungan ini dipaparkan dalam Teori Sosiologi yang menjelaskan adanya tindakan konformitas (conformity) yaitu suatu jenis pengaruh sosial dimana individu mengubah sikap dan tingkah laku sesuai dengan norma sosial yang ada baik secara implisit atau eksplisit. 

Mereka akan diterima dan diakui ketika mengikuti segala aturan yang telah ditetapkan oleh lingkungan tersebut. Kita bisa mengidentifikasi permasalahan-permasalahan remaja yang telah dipaparkan di atas, bisa dipastikan betul bahwa ada pengaruh nilai yang kuat di dalam lingkungan, yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi perilaku remaja tersebut. 

Jika lingkungan seperti itu teruss dikonsumsi remaja perlahan akan mengakar kuat menjadi karakter, nantinya berdampak buruk saat remaja atau dewasa nanti. Sungguh kompleks dampaknya

 

2. Minimnya Implementasi Berpikir Rasional 

Sering kita jumpai di sekitar, tentang minimnya nilai budaya untuk senantiasa berpikir rasional. Jarang sekali ada yang memberikan pesan secara eksplisit maupun implisit bagaimana nilai penting berpikir rasional dan seberapa besar pengaruhnya terhadap kehidupan kita. Secara pengertian KBBI, berpikir rasional adalah berpikir menurut pikiran dan pertimbangan yang logis atau sesuai aturan berpikir. 

Kemampuan berpikir rasional, tidak selalu bisa mudah dilakukan setiap orang. Terlebih sejak kecil tidak ada tanaman nilai dan pembiasaan dari orang tua atau lingkungan. Kemampuan ini menuntut untuk memberikan jeda berpikir menimbang bagaimana dampak baik dan buruk, membuka semua variabel masalah terkait dan menghubungkannya menggunakan kaidah berpikir yang tepat.

Saya coba contohkan, tindakan pacaran berkenalan di sosial media yang dilakukan anak-anak di ponorogo hingga berujung hamil di luar nikah. Penerapan berpikir rasional dalam konteks itu, penting untuk membuka banyak aspek dan memberikan titik kritis. 

Misalnya, berkenalan dengan orang lain melalui sosial media. Kita perlu menilai, apakah tindakan memberikan kepercayaan kepada orang yang dikenal di sosial media dengan mengajak berkencan dan langsung memutuskan melakukan hubungan badan di bawah umur tanpa status pernikahan, dibenarkan ? atau minimalnya berpikir, sebelum melakukan perkenalan, sebenarnya status kita sebagai pelajar, yang menjadi fokus prioritas apa ? Apakah dibenarkan membagi fokus dengan memiliki pasangan, tidak mengganggu proses belajarnya ?. Atau juga bisa, menghubungkan dengan variabel masa depan. 

Dengan melakukan hubungan badan di umur yang masih belum matang secara fisik, mental, dan emosional. Bagaimanakah keadaan janinnya nanti ? apa tidak berpotensi mengalami keguguran ? kecacatan ? atau apakah sudah siap mental menjadi orang tua ? bekerja memberikan nafkah kepada keluarga ? juga, dalam sudut pandang agama. Bagaimana nilai dosanya jika sudah melakukan perzinaan ?  

Dan masih banyak sekali sebenarnya pertanyaan-pertanyaan yang muncul untuk menguji pertimbangan setiap perilaku kita, apakah hanya menuruti hawa nafsu atau kaidah berpikir yang tepat ?

 Berpikir rasional merupakan hal yang wajib mendasar yang perlu diinternalisasi dan dibiasakan oleh setiap manusia. Hal tersebut yang membedakan dirinya dengan hewan. 

Dalam Islam pun atau bahkan hati nurani pun, menganjurkan manusia untuk selalu menggunakan akal pikirannya dalam mempertimbangkan setiap perilaku dirinya. Jika hal itu sudah mengakar kuat maka akan sangat minim sekali tindakan-tindakan kerusakan yang bisa merugikan orang lain. Karena kita tau bahwa kerusakan adalah hasil dari pertimbangan singkat dan cenderung berhawa nafsu. 

3. Kesalahan Pola Asuh Orang Tua 

Kesalahan pola asuh orang tua menjadi penyebab yang memberikan pengaruh besar pada perkembangan tumbuh kembang anak, termasuk dalam hal kenakalannya. Orang tua di sini sebenarnya bisa juga disebut ayah, ibu, atau pengasuh lainnya yang memiliki peran sebagai orang tua. 

Alih-alih ingin mendidik anak menjadi anak baik sesuai harapan orang tua, namun tidak disadari ada penerapan pola asuh yang tidak tepat.Penerapan pola asuh otoriter dan permisif yang memiliki banyak dampak buruk kepada anak baik sejak lahir ataupun tumbuh kembangnya hingga dewasa. 

Pola asuh otoriter cenderung memaksa anak untuk mengikuti segala aturan yang diberikan oleh orang tua secara sepihak. Sedangkan pola asuh permisif merupakan pola asuh yang memberikan kebebasan penuh kepada anak dalam memutuskan dengan minim aturan. 

Dampak dari pola asuh otoriter, membuat anak tidak nyaman berada di dalam rumah, bahkan dalam titik tertentu mereka akan berontak dan mencari pelarian di lingkungan lain yang bisa memberikan pengertian dan perhatian dibandingkan berada di lingkungan keluarganya. Hal tersebut, akan menjadi pemicu terjadinya kenakalan remaja. Selain itu, pola asuh permisif, juga sangat minim tanaman nilainya kepada anak-anak, cenderung membebaskan, sehingga akan menjadi bibit kenakalan remaja pula.

Itulah 3 penyebab terjadinya kenakalan remaja di sekitar kita, semoga kita mampu mengambil hikmah dan bisa dijadikan bahan evaluasi untuk tidak ditularkan kepada generasi selanjutnya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun