Pagi yang hangat. Hari ini Zoel pergi dengan putra sulungnya untuk memancing. Hesti diajak, tetapi dia tak mau ikut. Saat-saat suaminya pergi dengan Damar begini adalah saat yang menyenangkan buat dirinya. Dia tak ingin Damar tahu segala keresahan yang ditimbulkan ayahnya, dia tak pernah cerita apapun, dan ketiga anaknya menganggap semua baik-baik saja.
Setelah mobil Damar meninggalkan rumah, Hesti berdandang lalu memesan taksi. Dia sudah berjanji temu dengan seorang professional. Kali ini adalah pertemuan yang kedua. Sebenarnya, dia yang meminta Damar mengajak suaminya memancing, kesempatan itu akan digunakan untuk bertemu dengan psikolog wanita itu.
Bu Ilana menyambutnya dengan ramah. Rambutnya diikat di belakang kepalanya. Tubuhnya tinggi dengan gaun panjang semata kaki dan baju bercorak batik dengan model elegan. Bibirnya dipoles dengan lipstick tipis. Wanita itu berdiri di belakang meja kerjanya, di atas meja ada ada kotak kayu coklat gelap bertulis Namanya Ilana Dewi, S Psi.
"Silakan duduk."
"Makasih Bu."
Ketika Hesti duduk, Ilana pun melakukan hal yang sama.
"Bagaimana perkembangannya?"
"Saya tak habis fikir kenapa sekarang dia menganggap saya merendahkan," kata Hesti.
"Bagaimana kejadiannya?"
"Kemarin, saya hanya membantunya memasang kancing baju."
"Hanya karena itu?"