Mohon tunggu...
Angga
Angga Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Seorang penulis yang suka dengan dunia teknologi

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Artikel Utama

Disrupsi AI, Ironi Antara Kemudahan dan Pengorbanan

28 Juni 2023   10:11 Diperbarui: 28 Juni 2023   18:31 430
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI chatGPT   istockphoto.com

Selama beberapa bulan terakhir, dunia dihebohkan dengan kehadiran generatif AI chatGPT yang mampu melakukan banyak pekerjaan manusia. Beberapa pekerjaan yang dulunya hanya bisa dikerjakan oleh seorang ahli, kini bisa dilakukan oleh siapa saja cukup dengan memasukkan prompt ke kolom chatGPT.

Perubahan radikal seperti ini membuat banyak tenaga profesional mulai merasa was-was.

Beberapa bahkan sudah merasakan dampaknya secara langsung, dan mulai kehilangan sumber mata pencaharian. Sebut saja seperti profesi penulis yang kini kian terpojokkan.

Tentu saja, ini semua baru permulaan. Mengingat perjalanan AI yang masih panjang, bisa jadi kelak akan ada semakin banyak profesi yang terancam, bahkan hilang dari peradaban.

Ancaman AI Bukan Hanya Isapan Jempol Belaka

Melihat berita dan realita di lapangan, rasanya semakin sulit untuk tetap optimis menyambut perubahan "ajaib" yang dihadirkan kecerdasan buatan (AI). Inginnya memang percaya bahwa AI akan membawa banyak kebaikan. Sayangnya, tidak banyak yang bilang kalau semua itu butuh pengorbanan.

Ancaman yang mungkin dihadirkan AI memang tidak seperti yang ada di film-film fiksi ilmiah. Setidaknya, tidak untuk sekarang.

Namun satu hal yang pasti, kehadiran AI telah mengancam beberapa profesi, dimulai dari profesi yang digempur langsung oleh chatGPT, yakni penulis. Setidaknya, penulis mengalaminya sendiri.

Selama beberapa bulan terakhir, jumlah proyek terkait kepenulisan menurun tajam. Jika sebelumnya paling sedikit ada 3-4 proyek yang dikerjakan, kini paling banyak hanya bisa mendapatkan 2 proyek kepenulisan. Itupun proyek kecil dengan standar harga yang sudah diturunkan.

Kondisi seperti ini tampaknya akan terus bertahan dan belum ada tanda-tanda perbaikan.

Tentu saja, profesi penulis hanyalah salah satu dari sekian banyak profesi yang merasakan dampak negatif dari AI. Di luar sana masih banyak profesi lain yang posisinya juga semakin terancam, baik mereka yang bergerak di industri kreatif maupun teknologi.

Selalu Ada Korban di Balik Setiap Revolusi

Kehadiran AI sangat mirip dengan revolusi industri yang terjadi pada abad ke-18 silam.

Teknologi baru memang selalu seperti itu. Setidaknya, untuk beberapa teknologi inovatif yang memiliki kemampuan untuk mendisrupsi dan mengubah tatanan yang sudah berjalan.

Revolusi AI membantu perusahaan dan pelaku usaha untuk melakukan efisiensi. Beberapa proses dipangkas, pengeluaran operasional yang besar pun bisa lebih ditekan.

Bagi tenaga profesional, AI juga bisa memudahkan beberapa jenis pekerjaan. Bahkan pemanfaatan AI kini sudah menjadi keseharian para tenaga profesional.

Masalahnya, apakah kenyamanan seperti ini akan terus bertahan?

Kini tidak sulit untuk mengotomatisasi beberapa pekerjaan teknis dan berulang dengan memanfaatkan teknologi AI. Bahkan pekerjaan yang rumit dan membutuhkan kemampuan khusus seperti programming juga sudah bisa dikerjakan oleh AI.

Tidak ada Profesi yang 100% Aman

Banyak kalangan yang mengatakan bahwa AI tidak akan menggantikan pekerjaan manusia. Sebaliknya, AI justru akan memudahkan pekerjaan.

Jika memang seperti itu, semua pasti merasa lega dan senang. Sayangnya, pernyataan seperti ini lebih sering dilontarkan oleh pihak pengembang teknologi AI itu sendiri atau perwakilan perusahaan yang tengah mengadopsi teknologi AI.

Jadi, siapa yang akan mempercayainya?

Banyak media mengatakan bahwa akan ada banyak pekerjaan yang hilang akibat disrupsi AI.

Survei McKinsey (2017) mengatakan kalau dalam 10 tahun ke depan diperkirakan ada sekitar 800 juga pekerjaan akan hilang dan sekitar 300 juta pekerjaan akan digantikan oleh kecerdasan buatan (AI). Sedangkan menurut World Economic Forum (WEF), sebanyak 14 juta, bahkan 83 juta pekerjaan akan hilang dalam 5 tahun ke depan.

Memang ada secercah harapan. Meski ada banyak pekerjaan yang hilang, setidaknya ada 69 juta pekerjaan baru yang bermunculan.

Sayangnya, masih terlalu dini untuk mengatakan apa saja pekerjaan baru yang akan muncul dan apakah pekerjaan tersebut bisa menjadi tempat pelarian bagi mereka yang kehilangan pekerjaan akibat adopsi AI yang kian masif.

Bagaimana Nasib Profesi yang Terancam Tergantikan?

Bagi tenaga kerja yang profesinya terancam, jelas tidak ada banyak pilihan. Berubah dan beradaptasi adalah satu-satunya opsi yang bisa diandalkan.

Tentu saja, perubahan di sini tidak cukup hanya dengan fasih memanfaatkan teknologi AI untuk mengembangkan keterampilan dan menawarkan solusi baru. Perubahan juga harus dilakukan mulai dari aspek paling fundamental, seperti mindset dan cara berpikir.

Cara manusia bekerja pasca revolusi AI jelas tidak akan sama dengan sebelumnya. Ada banyak perubahan, dan ada banyak hal yang perlu kembali dibiasakan.

Di awal percobaan, proses mengawinkan antara pemanfaatan teknologi AI dan skill yang sudah dimiliki jelas tidak akan langsung berjalan lancar. Selama perjalanan, dipastikan akan ada banyak kegagalan dan hasil di luar harapan. Bahkan tidak sedikit pekerjaan yang justru butuh waktu lebih lama untuk diselesaikan.

Semua itu sebenarnya sangat wajar. Memasukkan komponen baru ke dalam workflow yang sudah berjalan jelas butuh waktu. Bahkan kalau mau jujur, workflow tersebut dipastikan tidak akan bisa berjalan seefektif sebelumnya.

Kamu perlu otak-atik dan menyusun workflow baru yang bisa menjadi tempat ideal bagi AI dan skill yang selama ini sudah kamu kembangkan untuk berjalan secara beriringan. Semua ini perlu dilakukan hingga menemukan posisi paling ideal di mana keduanya mencapai tingkat sinkronisasi yang pas dan dapat dimanfaatkan dalam menyelesaikan pekerjaan.

Memang mudah mengatakannya. Tapi berubah jelas butuh usaha dan pengorbanan yang luar biasa.

Banyak orang yang akan merasa kesulitan di awal. Namun seiring dengan berjalannya waktu, langkah berikutnya akan terasa lebih ringan.

Jangan lupa, manusia pada dasarnya diciptakan dengan kemampuan beradaptasi yang luar biasa. Itulah kenapa manusia tetap bertahan hingga sekarang.

Terima Perubahan dan Terus Belajar

Berubah itu memang susah. Tapi kalau tidak mau berubah, tidak ada harapan akan masa depan.

Masalah akan selalu menciptakan kekhawatiran. Namun di balik itu semua, selalu ada kesempatan yang menanti dan membesarkan hati. Tidak jarang, kesempatan baru yang diciptakan justru menyimpan benefit lebih dari yang dibayangkan.

Beberapa profesi mungkin akan terganti. Tapi coba lihat dengan perspektif yang sedikit berbeda seperti ini.

Dunia kerja jelas tidak lagi sama. Akan tetapi, bukan berarti pekerjaan yang hilang itu lenyap sama sekali. Sebaliknya, sebagian pekerjaan justru berevolusi menjadi pekerjaan baru yang mungkin belum bisa dibayangkan secara utuh oleh manusia saat ini.

Tidak ada yang bisa memastikan dunia seperti apa yang akan diciptakan oleh kecerdasan buatan nanti. Hingga saat ini manusia hanya bisa menebak berdasarkan apa yang mereka ketahui saat ini.

Apapun masa depan yang akan terbentuk nanti, satu-satunya yang bisa kita lakukan sekarang adalah mempersiapkan diri dengan terus belajar dan mengasah kemampuan dalam memanfaatkan teknologi AI.

Terus gali potensi AI dan manfaatkan peluang yang lahir karenanya. Karena harus diakui, kemampuan menggunakan AI akan menjadi salah satu skill paling fundamental yang harus dikuasai talenta digital di masa depan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun