Kehadiran AI sangat mirip dengan revolusi industri yang terjadi pada abad ke-18 silam.
Teknologi baru memang selalu seperti itu. Setidaknya, untuk beberapa teknologi inovatif yang memiliki kemampuan untuk mendisrupsi dan mengubah tatanan yang sudah berjalan.
Revolusi AI membantu perusahaan dan pelaku usaha untuk melakukan efisiensi. Beberapa proses dipangkas, pengeluaran operasional yang besar pun bisa lebih ditekan.
Bagi tenaga profesional, AI juga bisa memudahkan beberapa jenis pekerjaan. Bahkan pemanfaatan AI kini sudah menjadi keseharian para tenaga profesional.
Masalahnya, apakah kenyamanan seperti ini akan terus bertahan?
Kini tidak sulit untuk mengotomatisasi beberapa pekerjaan teknis dan berulang dengan memanfaatkan teknologi AI. Bahkan pekerjaan yang rumit dan membutuhkan kemampuan khusus seperti programming juga sudah bisa dikerjakan oleh AI.
Tidak ada Profesi yang 100% Aman
Banyak kalangan yang mengatakan bahwa AI tidak akan menggantikan pekerjaan manusia. Sebaliknya, AI justru akan memudahkan pekerjaan.
Jika memang seperti itu, semua pasti merasa lega dan senang. Sayangnya, pernyataan seperti ini lebih sering dilontarkan oleh pihak pengembang teknologi AI itu sendiri atau perwakilan perusahaan yang tengah mengadopsi teknologi AI.
Jadi, siapa yang akan mempercayainya?
Banyak media mengatakan bahwa akan ada banyak pekerjaan yang hilang akibat disrupsi AI.
Survei McKinsey (2017) mengatakan kalau dalam 10 tahun ke depan diperkirakan ada sekitar 800 juga pekerjaan akan hilang dan sekitar 300 juta pekerjaan akan digantikan oleh kecerdasan buatan (AI). Sedangkan menurut World Economic Forum (WEF), sebanyak 14 juta, bahkan 83 juta pekerjaan akan hilang dalam 5 tahun ke depan.