KEAMANAN PRIBADI DAN HAK UNTUK TIDAK DITANGKAP DAN DITAHAN SECARA SEWENANG-WENANG
Dalam konteks Pasal 9 ICCPR, penahanan adalah segala bentuk perampasan kebebasan dengan menempatkan seseorang di tempat yang tidak memungkinkannya untuk bebas bepergian, seperti penjara, tahanan rumah, dan fasilitas psikiatri di segala situasi, termasuk di situasi sebelum maupun sesudah peradilan berlangsung. Di hukum internasional, penahanan sewenang-wenang termasuk sebagai norma yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apa pun, termasuk dalam konflik bersenjata dan situasi genting lainnya.
Pasal 9 ICCPR juga menjamin hak atas kebebasan dan keamanan pribadi setiap orang, baik yang berada dalam tahanan maupun tidak. Artinya, negara wajib menghormati dan melindungi setiap orang dari serangan orang lain ataupun aparat negara. Selanjutnya, Komite HAM PBB menyatakan bahwa negara wajib melindungi setiap orang, termasuk pembela HAM, yang berada di situasi di mana nyawa mereka terancam akibat risiko-risiko tertentu atau karena adanya pola-pola kekerasan yang sudah ada sebelumnya.13 Komite HAM PBB menyatakan bahwa kegagalan melindungi pembela HAM dari tindakan pembalasan atas kerja-kerja mereka, seperti ancaman pembunuhan, merupakan pelanggaran atas hak untuk hidup.
KONTEKS PERATURAN DI INDONESIA
Pasal 34 UU HAM menjamin hak untuk tidak ditangkap dan ditahan secara sewenang-wenang dengan menyatakan bahwa “Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditahan, dipaksa, dikecualikan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang.” Pasal 11 Ayat (1) Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Perkapolri) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia juga melarang setiap anggota kepolisian melakukan penangkapan dan penahanan di luar hukum dan secara sewenang- wenang
HAK UNTUK BEBAS DARI PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN TIDAK MANUSIAWI LAINNYA
Sejak 1998, Indonesia merupakan Negara Pihak Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (UNCAT). Dalam UNCAT dan ICCPR, negara wajib mencegah penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya oleh aparat negara; memastikan proses penyidikan yang cepat dan imparsial jika hal tersebut terjadi; dan memastikan bahwa tindakan, keikutsertaan, dan pembiaran penyiksaan dapat dihukum secara pidana dengan mempertimbangkan tingkat kegentingan. Penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya juga dilarang secara absolut dalam hukum kebiasaan internasional dan merupakan norma lain yang tidak boleh dilanggar dalam keadaan apapun
PASAL 7 ICCPR: Tidak seorang pun yang dapat dikenakan penyiksaan atau perlakuan atau hukuman lain yang keji, tidak manusiawi atau merendahkan martabat. Pada khususnya, tidak seorang pun dapat dijadikan obyek eksperimen medis atau ilmiah tanpa persetujuan yang diberikan secara bebas. KONTEKS PERATURAN DI INDONESIA Pasal 28G Ayat (2) UUD 1945 menyatakan “Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.” Dalam UU HAM, hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya diatur di Pasal 33 Ayat (1).
KODE ETIK APARAT PENEGAK HUKUM