Mohon tunggu...
Angga Alvin
Angga Alvin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Sepak bola

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Review Buku Hukum Perkawinan Islam Indonesia

14 Maret 2024   09:00 Diperbarui: 14 Maret 2024   09:04 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keharmonisan keluarga bersifat dinamis. Terkadang terasa indah dandamai, tapi tak jarang juga terasa panas membara. Setiap keluarga bisa dipastikan terjadi konflik di dalamnya, baik dalam skala kecil ataupun besar yang bisa mengancam keutuhan keluarga. Konflik terjadi bisa karena banyak hal, termasuk sesuatu yang remeh. Jangankan pada manusia biasa, keluarga Rasulullah SAW juga pernah dilanda "konflik".

Suami yang baik harus bisa menahan diri dari tindakan tindakan yang menyebabkan konflik. Baik suami ataupun istri, haruslah menahan diri agar tidak marah ketika terjadi hal-hal yang mengarahkan pada konflik. Karena ketika marah, orang bisa akan lepas kendali, bahkan melakukan sesuatu yang sebenarnya tidak dia kehendaki.

Perkawinan Campuran

 Perkawinan ialah pria dan wanita yang mengikat perjanjian suci lahir dan batin untuk menjadi sepasang suami istri yang bertujuan membentuk keluarga bahagia kekal sepanjang hidup berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sedangkan perkawinan campuran ialah dua orang pria dan wanita yang melangsungkan perkawinannya di Indonesia, sedang keduanya berbeda kewarganegaraannya sehingga harus tunduk pada hukum yang berbeda, namun salah satu dari keduanya berkewarganegaraan Indonesia. Dalam perkawinan campuran ini juga ada beberapa Akibat Hukum Perkawinan Campuran, salah satunya yaitu:

1.Sahnya Perkawinan

UU No.1 Tahun 1974 menegaskan bahwa sahnya perkawinan di Indonesia apabila dilakukanberdasarkan agama dan kepercayaan masing-masing (Pasal 2 ayat 1). Perkawinan campuran yang dilakukan di Indonesia harus tunduk berdasarkan aturan dan undang-undang perkawinan yang berlaku di Indonesia. Perkawinan dinilai sah apabila didasarkan pada hukum agama dan kepercayaan yang dianutnya. Bila pasangan beragama Islam, perkawinannya harus tunduk pada hukum Islam. Persamaan keyakinan kedua mempelai meminimalisir munculnya persoalan, dan potensi masalah relatif bisa dikendalikan. Namun perkawinan campuran antara kedua mempelai tidak sama agama dan keyakinannya akan memunculkan berbagai persoalan rumit, apalagi keluarga masing-masing pihak terlibat dan tidak saling merelakan salah satu calon mempelai melebur pada keyakinan dan agama mempelai lainnya, ditambah status Kantor Catatan Sipil tidak lagi sebagai lembaga yang berfungsi mengawinkan, sebagaimana diatur dalam Keppres No.12 Tahun 1983.

2.Pencatatan Perkawinan

Pencatatan perkawinan campuran tidak diatur secara khusus dalam UUNo. 1 Tahun 1974. Namun bila melangsungkan perkawinan di Indonesia, maka berlaku ketentuan pencatatan perkawinan.8 Pencatatan perkawinan untuk orang yang beragama Islam dilakukan oleh pegawai pencatat, seperti ketentuan dimaksud pada Undang Undang No. 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.

Sedang pencatatan perkawinan untuk non muslim yang melangsungkan perkawinannya di Indonesia, berlaku ketentuan sesuai dengan hukum perkawinan yang berlaku, pencatatan dilakukan oleh pegawai pencatatan perkawinan di Kantor Catatan Sipil. Namun karena masalah pencatatan perkawinan campuran tidak diatur secara tegas dalam undang-undang, maka yang menjadi persoalan adalah dimanakah pencatatan perkawinan harus dilakukan. Mempelai dapat bersikeras mempertahan keinginannya di mana pencatatan perkawinan harus dilakukan. Yang lebih rumit ketika persolan ini terjadi pada perkawinan beda agama, apakah pencatatannya di KUA ataukah di kantor catatan sipil bagi pasangan yang hendak melangsungkan perkawinannya yang beragama Islam dengan calon yang non muslim. Tentu hal ini perlu solusi agar ada kejelasan dan ketegasan hukum bagi masing-masing pihak dalam perkawinan campuran.

3.Harta Benda Perkawinan

Status harta dalam perkawinan campuran tunduk pada aturan dalam UU No. 1 Tahun 1974 bila suami berkewarganeraan Indonesia. Terhadap harta benda yang tidak dilakukan perjanjian, maka status hukumnya tunduk pada aturan Pasal 35 UU No. 1 Tahun 1974: "Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama; Harta bawaan dari masing-masing suami dan istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun