Mereka pun tiba disebuah lorong sepi menuju gedung proyek yang tak selesai dibangun. Tembok-tembok penuh corat-coret menghiasi lorong tersebut. Saat merasa waktu ini adalah saat yang tepat, Bagas pun berteriak ke arah kedua preman itu. “Woi, preman bangsat !”
Kedua preman itu menghentikan langkah mereka lalu menoleh ke arah belakang untuk mencari sumber suara itu berasal. Mereka hanya melihat Bagas di situ, dan mereka tahu siapa yang berteriak tadi.
“Hei anjing ! Ngomong apa lu bangsat ?” teriak preman gondrong
“Anjing lu berdua, lu ga inget muka gw bangsat ? Balikin duit gw bangsat !“ teriak Bagas dengan penuh emosi sambil melepas masker yang ia pakai
“Heh bocah anjing, berani lu sama gw, anjing !” teriak preman gondrong berjalan maju.
“Udah serang aja lay. Anjinggg !” teriak preman berkaca mata hitam sambil berlari menuju Bagas
“Maju lu bangsat !” teriak Bagas berlari menuju preman berkaca mata hitam
Laju lari Bagas yang sangat cepat, membuat preman berkaca mata hitam kaget. Sosok Bagas dalam sekejap mata sudah berada didepannya, dengan tangan dikepal ke belakang bersiap melayangkan pukulan keras. Tak sempat berpikir untuk mundur atau menangkis serangan, bogem mentah Bagas mendarat ke wajah preman tersebut.
“Krak !” terdengar suara tulang tengkorak yang retak.
Tubuh preman tersebut pun terbang terpental, sedangkan Bagas terjatuh karena kehilangan keseimbangan setelah memukulnya
Melihat tubuh temannya yang terpental jauh dengan hanya sekali pukul membuat preman gondrong tampak diam sejenak tak percaya, ketika pandangannya berpaling ke arah Bagas yang kembali berdiri, maka segera berlarilah preman tersebut menuju gedung proyek tersebut sambil meminta tolong.