Lagi dan lagi aku dan adikku terdiam di pojokan kamar. Hanya bisa menangis mendengar kedua orang tua kami bertengkar. Seperti biasa, hanya masalah sepele yakni perbedaan pendapat. Aku hanya bisa menenangkan adikku agar ia tidak menangis, padahal diriku juga sangat takut dan ingin menangis. Tak lama kemudian akhirnya kata itu terucap lagi, kata yang menyatakan sepasang suami istri tak akan hidup bersama lagi. Jika aku tak salah ingat, itu ketiga kalinya kata itu terucap.
"Cerai?!"
"Oke!"
Ya sontak itu membuatku kaget, adikku ditarik paksa oleh ayah dan mereka pun pergi. Aku keluar kamar, terlihat ibu yang duduk dengan emosi yang masih tak stabil dan matanya berlinang. Ibu memelukku erat, aku pun ikut menangis. Malam tiba, ibu harus pergi bekerja dan aku dititipkan di rumah saudaraku yang tidak terlalu jauh dari rumah. Karena pekerjaan ibu yang memang minggu ini giliran shift malam, maka minggu ini aku selalu tidur di rumah saudaraku dan saat pagi tiba ibu menjemputku pulang.
 Hari berlalu begitu cepat, hari ini adalah hari ke 3 ayah dan adikku tidak pulang ke rumah. Tetapi saat aku dijemput ibu untuk pulang dari rumah saudaraku, ternyata ayah dan adikku pulang. Di satu sisi aku sangat senang, karena aku sangat merindukan adikku. Tetapi di sisi lain, aku merasa takut karena ayah tidak bicara sedikitpun. Walau ibu sudah mencoba memulai percakapan, ayah tidak menjawab ibu. Aku pun mengajak adikku ke kamar agar tidak melihat ibu dan ayah yang masih bertengkar.
"De, kemarin kemana? Tidur dimana?" tanyaku
"Ke bekasi, tidur di rumah paman Nial" jawab adikku
Aku tak bertanya lagi, melainkan meminta adikku agar ia makan terlebih dahulu. Ayah pergi bekerja, begitupun dengan ibu. Mereka pulang saat malam tiba, dan tetap tak tegur sapa. Bahkan tidur pun, jadi aku yang bersama ibu di kamarnya sedangkan adikku bersama ayah di kamarku. Aktivitas dilakukan seperti biasa, tetapi suasana di rumah sunyi. Hari berlalu, sudah satu bulan lamanya keadaan rumah masih seperti itu. Dan ya untungnya paman yang merupakan adik kedua ayah datang ke rumah hanya sekedar untuk singgah dan tidak menginap.Â
Memang ayah dan ibu tipe pasangan yang tidak mau satu pun keluarga tahu bahwa mereka sedang bertengkar, maka dari itu saat paman datang mereka mulai berbicara satu sama lain. Aku bercerita pada paman tanpa didengar ayah dan ibu, dan ya lagi dan lagi paman yang menyemangati aku agar aku tidak memikirkan itu terus menerus. Selama ini, memang pamanlah yang selalu menenangkan aku dan menyemangati saat ada masalah. Bahkan tiap pembagian raport tiba, jika aku masuk 10 besar pasti paman memberiku hadiah agar aku terus semangat. Walau aku tidak masuk 10 besar, paman tetap memberiku semangat dan selalu menjanjikan hadiah nantinya.
Tetapi untungnya, setelah paman pulang pun mereka sempat beradu argumen sedikit dan akhirnya mereka saling meminta maaf. Aku sangat senang begitupun dengan adik, keadaan rumah pun kembali seperti dulu. Aktivitas dilakukan seperti biasa, aku dan adik sekolah sedangkan ayah dan ibu bekerja. Aku masih berada di bangku kelas 4 SD, sedangkan adikku masih TK.Â
Tak terasa, pembagian raport tiba aku mendapat peringkat ke 2. Aku langsung menelpon paman, paman memujiku dan aku sangat senang. Dari aku masih berada di bangku kelas 1 SD aku sangat senang apapun pemberian dari paman baik itu peralatan sekolah maupun uang untuk keperluan sekolah. Walau ayah dan ibu juga suka memberi, tetapi aku lebih senang jika itu diberi paman mungkin karena aku merasa bahwa jika ayah atau ibu yang memberi itu sudah jadi tugas mereka.Â
Libur semester tiba, beberapa hari setelah pembagian raport paman datang ke rumah dan menginap. Ia mendapat libur natal dan tahun baru, makanya ia bisa menginap merayakan natal dan tahun baru bersama kami. Paman tak lupa akan janjinya membelikanku tas baru untuk sekolah, tiba ia di rumah langsung mengajak aku ke toko untuk membeli tas. Aku dibonceng paman menggunakan sepeda motor ke toko di cimahi, sampai di toko aku lama sekali memilih karena hampir semua sesuai dengan seleraku.Â