Mohon tunggu...
Angelia Yulita
Angelia Yulita Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru

Penikmat matematika, buku, dan kopi.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Seorang Kristiani Kuliah di Universitas Al Azhar Indonesia

3 Juni 2020   13:57 Diperbarui: 3 Juni 2020   14:10 3885
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lilin (sumber: dokumentasi pribadi)

Seorang bapak berwajah muram namun menyiratkan aura kejeniusan mempersilahkan aku duduk dan mulai mewawancaraiku dalam bahasa Inggris. Aku tersenyum canggung dan bertanya apakah boleh menjawab dalam bahasa Indonesia saja. 

Bersyukur bapak yang kemudian menjadi dosen rekayasa genetika-ku itu tersenyum penuh pengertian dan membolehkan. Aku tidak bisa menilai bagaimana performaku hari itu. Yang kutahu sepulang dari sana, aku hanya update status di facebook: "pasraaaaaahhhh..." dengan jumlah huruf "a" yang sepertinya lebih banyak lagi.

Hari yang masih terasa seperti keajaiban itu pun datang. Aku lulus tes wawancara dan mendapat beasiswa penuh untuk delapan semester. Hari itu aku menulis status panjang lebar di facebook layaknya seorang aktor yang memenangkan piala Oscar. Tapi pendapat beberapa orang lalu membuatku terbeban.

Kamu kan bukan muslim, nanti takut didiskriminasi lho. 
Nanti lulusnya dipersulit ga? 
Nanti ga punya temen gimana?

Dibekali lebih banyak pandangan yang memberatkan daripada ucapan selamat dan dukungan, aku bertekad menjadi orang yang mandiri saat kuliah. Tidak apa kalau sampai tidak punya teman sama sekali. Aku hanya mau kuliah dengan baik, pikirku saat itu.

Maka di hari pertama kuliah, pukul 07:50 WIB, aku berjalan menuju kelas dalam perasaan campur aduk. Pelajaran pertama di hari itu adalah bahasa Arab. Bahasa Arab! Aku yang 19 tahun hidup tidak pernah bersentuhan dengan bahasa itu, apa iya bisa lulus? Kalau tidak lulus dengan minimal B beasiswaku bisa langsung dicabut.

Pengalamanku mengikuti kuliah bahasa Arab ini terlalu menarik dan ingin ku tulis di lain waktu. Singkat cerita, setelah berbagai drama dan malam yang lewat tanpa tidur sedikitpun, aku bisa lulus dengan nilai B. 

Beberapa tahun setelahnya, ku dengar dari sahabatku yang bekerja di fakultas sastra kalau sang dosen beberapa kali mengucapkan, "kalah kamu sama Angel" ke mahasiswa lainnya. Sering pula aku iseng menggunakan bahasa Arab di rumah saat bicara dengan ibuku. Ia senang sekali mendegarnya lalu bercerita ke tetangga-tetangga.

Bulan dan tahun berlalu dan aku sadar pendapat orang-orang yang sebelumnya menakutiku tidak terjadi sama sekali. Menjadi satu-satunya keturunan Tionghoa dan beragama Kristen tidak menghalangi aku menjalani persahabatan yang penuh arti. Dosen-dosenku menyenangkan walaupun sesekali terselip pertanyaan yang nyeleneh.

"Angel, kapan kamu masuk Islam?", bapak profesor Chaidir Amin bertanya tiba-tiba disaat semua kepala menunduk dan serius mengerjakan ujian akhir semester. Sontak kami semua tertawa pada pertanyaan yang membuyarkan fokus kami. "Doain aja, Pak", jawabku. Sampai bertahun-tahun kemudian peristiwa itu masih kerap dijadikan bahan guyonan aku dan teman-temanku.

"Angel, kenapa kata orang China 'jangan beli garam malem-malem'?", pertanyaan nyeleneh lainnya yang dilemparkan oleh dosen lainnya, Bapak Hidayat, ahli entomologi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun