Mohon tunggu...
Angela Marisa Mau
Angela Marisa Mau Mohon Tunggu... Guru - Sarjana Pendidikan Keagamaan Katolik

Saya menyukai dunia sastra sejak duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5. Yang menarik bagi saya adalah setiap halaman buku yang saya baca selalu membawa saya ke dalam dunia yang penuh warna dan imajinasi. Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan lingkungan yang kurang mendukung, saya mulai menjauh dari hobi tersebut. Baru-baru ini, saya menemukan kembali kecintaan saya terhadap sastra. Proses ini bukanlah hal yang mudah, tetapi saya menyadari bahwa menemukan ide, berimajinasi dan menciptakan karya-karya baru adalah bagian dari diri saya yang tidak bisa diabaikan. Saya mulai menulis lagi, setiap kata yang saya tuliskan membawa kembali kenangan indah saat pertama kali saya jatuh cinta pada sastra. Dengan semangat baru, saya berusaha untuk menghasilkan karya-karya yang luar biasa. Saya mengeksplorasi berbagai genre dan gaya penulisan, dari puisi hingga prosa. Setiap karya adalah ekspresi dari realita dan penemuan yang dipadukan dengan pikiran dan perasaan saya, serta refleksi dari pengalaman hidup yang telah membentuk diri saya. Berikanlah kritik dan masukan yang positif selayaknya kita adalah saudara yang saling mengisi kekosongan atau kekurangan.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Kehidupan Masyarakat Ekafalo

24 Januari 2025   23:59 Diperbarui: 25 Januari 2025   00:32 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Teknik Pengumpulan Data

  • Observasi. Teknik yang digunakan oleh penulis dalam pengumpulan data adalah observasi yang pasif. Dalam observasi ini, penulis mengamati di tempat kegiatan orang yang diamati tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan.
  • Wawancara. Cara lain yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah wawancara. Wawancara merupakan salah satu instrumen yang digunakan oleh penulis untuk bertukar informasi berupa tanya jawab tentang Kearifan Lokal Toit Nenuf Ma’tanif.

Gambaran Umum Tentang Informan

Para informan yang menjawab pertanyaan wawancara adalah Kepala Desa Oinbit, para tokoh-tokoh adat dan beberapa tokoh yang memiliki peran penting dalam masyarakat, serta aktif mengambil bagian dalam upacara Toit Nenuf Ma’tanif. Jumlah suku yang berada di Ekafalo 12 suku. Dari 12 suku tersebut, yang dijadikan informan dalam penulisan adalah 12 tokoh adat dari setiap suku. Diambil juga 7 orang yang dijadikan sebagai informan tambahan dalam memperkuat penulisan, yaitu 2 orang tokoh agama, 2 orang tokoh pendidikan, 2 orang remaja/OMK dan 1 orang tokoh perempuan. Jumlah informan yang diajukan penulis sebanyak 20 orang untuk menjawab 6 pertanyaan wawancara.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

 

Hasil Observasi

  •    Dari hasil observasi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Ekafalo yakin bahwa kehidupan mereka tidak dapat terlepas dari adat istiadatnya. Maka tradisi ini diyakini sebagai bentuk khas dari budaya asli mereka, yang dapat membentuk pola hidup mereka yang lebih sejahtera. Toit Nenuf Ma’tanif sudah menjadi “tradisi” dalam masyakat Ekafalo. Upacara atau ritual adat “Toit Nenuf Ma’tanif” merupakan sikap meminta kekuatan, keajaibaan atau mukjizat, dengan melakukan upacara adat dan pemasangan salib Kristus di sumber mata air pemali suku Neonbeni. Setiap tahun pada tanggal 4 November, selalu dijalankan ritual adat di sumber mata air itu sebagai bentuk penghormatan masyarakat kepada Uis Neno sebagai Pencipta langit dan bumi, yang dipercaya oleh nenek moyang atau manusia sebelum adanya agama. Kepada Uis Neno itulah masyarakat Ekafalo memanjatkan doa, permohonan serta keluh kesah mereka, sekaligus meminta bantuan leluhur untuk menjaga anak cucu mereka. St. Ignasius dari Loyola, pernah mengatakan, “Tuhan menciptakan manusia, supaya ia mengenal-Nya, mencintai-Nya dan mengabdi kepada-Nya, bahagia bersama Dia untuk selama-lamanya di surga”. Doa merupakan sarana untuk manusia dapat sampai kepada Allah dalam Kerajaan Surga. Doa adalah pembicaraan manusia dengan Allah, bahkan menghadirkan Allah sebagai partner dalam wacana. Maka doa adalah berbicara dengan Allah dalam ucapan kata-kata,  bahkan diam tanpa kata.
  • Tradisi Toit Nenuf Ma’tanif yang dihidupi masyarakat Ekafalo, juga dipandang sebagai sarana komunikasi antara anggota masyarakatnya dengan Yang Ilahi/Wujud Tertinggi, sekaligus  membangun komunikasi dengan para leluhur. Bahkan menjadi  sarana untuk meminta “sesuatu”. Maka  bila ada anggota masyarakat yang sakit atau gagal dalam suatu usaha, dan jika mereka setia melakukan ritual adat di tempat itu, doa mereka pun  dapat dikabulkan. Itu sebabnya,  mengutip Paul Tillich, Budi Kleden mengatakan,  doa bukanlah sebuah ulasan ilmiah dengan pertimbangan ratio yang ketat, sebaliknya, “doa lahir dari ekspresi terdalam manusia yang hendak hadir di hadapan Allah sebagai “Sesuatu” yang menyentuh manusia seluruhnya”.
  • Bagi masyarakat Ekafalo, tradisi lokal Toit Nenuf Ma’tanif merupakan tradisi nenek moyang bahkan kearifan lokal sejak dahulu kala dan yang mengandung nilai-nilai budaya luhur yang tinggi, sehingga menurut Theresia Nanu tidak bisa dipahami atau ditafsir sebagai satu bentuk “penyembahan berhala”.

Analisisi Data dan Pemikiran Kritis

Masyarakat Ekafalo yang mayoritas pekerjaannya sebagai petani, semakin mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam menjalankan tugas untuk memelihara alam yang telah diberikan oleh Tuhan dan diwariskan oleh nenek moyang, sebab mereka menyadari dirinya punya keterbatasan dalam memenuhi segala kebutuhan hidupnya. Manusia yang pada dasarnya membutuhkan alam melihat bahwa nilai-nilai kearifan lokal mampu menjawab persoalan zaman, sehingga masyarakat akhirnya taat dengan keputusan-keputusan yang dibuat bersama dalam upaya pelestarian sumber mata air tersebut.

  • Nilai-nilai yang terkandung dalam tradisi Toit Nenuf Ma’tanif antara lain:

Nilai Religius. Dapat dilihat dari bentuk rasa syukur masyarakat Ekafalo kepada Tuhan sebagai Sang Pencipta. Nilai-nilai agama/religius sebagai kebajikan Atoni Meto yang tergambar dalam siklus pelaksanaan upacara dan kehidupan komunitas adalah menghormati Yang Maha Tinggi yang terungkap jelas dalam syair-syair doa yang dipanjatkan oleh tua adat dan juga sebagai tanda menghormati yang lebih tua atau arwah leluhur.

Nilai Sosial. Hal ini terlihat dalam semangat gotong-royong dan kerjasama antar masyarakat maupun suku dalam menjalankan tradisi Toit Nenuf Ma’tanif dan ketaatan terhadap aturan/larangan yang telah ditetapkan. Toit Nenuf Ma’tanif sebagai sarana interaksi sosial masyarakat juga mengajak masyarakat setempat berkumpul dengan mencerminkan rasa solidaritas dan perdamaian antar suku agar mendapatkan kesejahteraan dan keselamatan.

Nilai Pendidikan/Pengetahuan. Toit Nenuf Ma’tanif juga kini menjadi sarana pengetahuan bagi generasi muda untuk belajar tentang kultur/kebiasaan nenek moyang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun