“Oke,” jawabku sambil merogoh saku, lalu memberikan flashdisk-ku kepada Candra
“Oh... Ternyata Andin masih ada hubungan sama Ello, ya? Duh, bau-baunya ada yang mau CLBK, nih!” sahut Delia.
“Besok jangan lupa pajak balikannya ya, Din?” Winda juga ikut nimbrung.
“Apalagi gue yang sebagai perantara lo sama Ello, gue harus dapet bagian paling banyak!” sahut Candra cengengesan. “By the way, gue mewakili Ello, makasih ya, Din. Semoga cepet balikan sama Ello, deh!”
“Apaan sih kalian? Siapa juga yang mau balikan sama Ello?” elak Andin.
Andin sedikit kecewa karena yang mengambil flashdisk darinya adalah Candra, bukan Ello sendiri. Setelah dua bulan tak pernah berbicara secara langsung, Andin rindu bercakap-cakap dengan Ello lagi, meskipun hanya singkat.
“Apa maksud Ello melakukan ini? Apakah ada harapan yang diberikannya kepadaku?” batin Andin.
Sudah Andin duga sebelumnya, Ello akan mengucapkan terima kasih kepadanya malam ini. Pesan singkat dari Ello diterimanya selepas ia belajar. Seperti kebiasaan mereka saat masih pacaran, mereka saling membalas pesan singkat itu dengan canda dan tawa yang Andin rindukan belakangan ini.
Andin menyuruh Ello mengembalikan flashdisk-nya paling lambat tiga hari lagi. Dengan alasan ada tugas bahasa Inggris yang belum di-print, sedangkan tiga hari lagi harus dipresentasikan. Ello berjanji akan mengembalikan flashdisk Andin secepatnya di tepi lapangan basket. Ya, di sanalah tempat mereka mengobrol dan belajar bersama sebelum ulangan tengah atau akhir semester. Tempat yang memiliki sejarah yang tinggi, bahkan lebih tinggi dari peninggalan zaman Belanda, bagi Andin. Andin mulai membayangkan pertemuan pertamanya dengan Ello setelah hubungan itu berakhir. Mengesankankah? Menyakitkankah?
***
Andin melangkahkan kaki keluar kelas, bergegas turun dari lantai dua melewati tangga utara yang lebih dekat dengan kantin. Sejak tadi Andin belum makan siang.