“Kenapa kamu harus kembali ke hidupku di saat aku berusaha melenyapkan rasa ini, El?” gumamnya. Andin berusaha melupakan percakapan singkat tadi sejenak, ia kembali bermain dengan soal matematika yang dihadapinya.
***
Suasana sekolah masih sepi. Andin memasuki tempat parkir siswa sebelah selatan, lalu memarkirkan sepeda motornya. Ia kembali teringat Ello. Dikeluarkannya flashdisk yang biasa ia simpan di tempat pensilnya, lalu dimasukkannya ke saku roknya.
Satu per satu siswa mulai berdatangan. Seperti biasa, sambil menunggu bel masuk berbunyi, Andin duduk di bangku yang ada di depan kelas bersama teman-temannya.
“Andiiiin!” seru seseorang dari kelas sebelah.
Kepala Andin menoleh cepat ke arah orang yang memanggilnya. “Iya?”
“Hehehe.. Flashdisk-nya mana, Din?” tanya Candra, teman Ello.
“Flashdisk gue?”
“Iya, lah. Masak flashidsk nenek buyut lo? Ello tadi malem kan udah bilang mau pinjam flashdisk lo, dan katanya lo bolehin.”
“Sebenernya yang mau pinjem flashdisk gue, lo atau Ello, sih?”
“Ello, sih. Tapi....” Candra terdiam sejenak. Sepertinya ia sedang mencari-cari alasan. “Ellonya belum dateng, lagi on the way. Katanya macet di jalan. Mungkin dia nanti dateng telat. Makanya, gue ambil ke lo sekarang.”