Mohon tunggu...
Andy Fitrianto
Andy Fitrianto Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru yang waktu kecil pengen jadi baja hitam robo

a father, a teacher, a runner

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Membuat Jera Dengan Siksa Neraka, Emang Bisa?

25 Januari 2024   23:02 Diperbarui: 26 Januari 2024   05:50 245
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Beberapa hari yang lalu saya menemani para siswa saya berwisata ke kota. Bagi kami yang tinggal di pedesaan ini, gemerlap kota adalah keindahan tiada tara. Terlebih lagi, di pusat kota Tanjungpandan baru saja diresmikan sebuah bioskop yang membawa daya tarik ekstra bagi kami untuk mengunjunginya. Pulau Belitung, puluhan tahun yang lalu, pernah punya banyak bioskop. Namun seiring waktu dan kejatuhan PT. Timah, Bioskop-bioskop tersebut juga turut berjatuhan.

Para siswa yang tergabung dalam kepengurusan OSIS mendesak saya untuk menemani mereka ke kota untuk menonton Bioskop. saya menyanggupi dengan catatan film yang akan ditonton harus saya yang menentukan. mereka setuju saja. Yang penting nonton bioskop ujar mereka.

Dari semua pilihan yang memungkinkan dan sesuai dengan keadaan, saya akhirnya memilihkan mereka satu judul film : Siksa Neraka.

"Biar Kalian tobat dan jera berbuat dosa" ujar saya sesaat setelah membayar semua tiket masuk. Murid-murid saya hanya tertawa.

Siksa Neraka adalah film yang kurang lebih sama dengan film azab Indosiar. Namun dengan tingkat kualitas efek dan cinematografi yang tentu saja jauh lebih bagus. Secara ide sebenarnya sama saja. Ada orang yang berperilaku jahat/buruk, lalu ada konsekuensi instant yang menyertainya. 

Bedanya, film azab biasanya memunculkan dampak langsung yang terjadi di dunia, sedangkan Siksa Neraka memberikan alternatif konsekuensi atas keburukan yang kita lakukan akan kita bayar di alam setelah kematian.

Dalam film tersebut diceritakan tentang 4 orang bersaudara yang tumbuh dari sebuah keluarga yang taat beragama. Dalam proses mendewasa tampak mereka pun tumbuh menjadi muda-mudi yang soleh/hah, baik dan mampu membahagiakan kedua orang tua. 

Sesaat, penonton akan jatuh hati dengan penokohan 4 bersaudara yang sekilas menampilkan ahlak sempurna. Namun semua itu berubah total ketika mereka mengalami kecelakaan yang merenggut nyawa mereka. 

Tiga dari empat bersaudara tersebut ternyata tak sesemurna yang dibayangkan penonton. Si sulung, Soleh adalah Penjudi yang sering menyelewengkan uang yang diamanahkan padanya. Fajar, si anak kedua adalah pemuda yang terjerumus kedalam nista zina, sedangkan azizah, si bungsu adalah gadis tukang fitnah yang membuat nyawa temannya melayang akibat bunuh diri gara-gara fitnahnya tersebut.

Ketiga bersaudara tersebut digambarkan mendapat siksa tak kunjung henti di sebuah tempat panas dan penuh api yang (mungkin) merupakan penggambaran neraka. 

Scene film secara maju-mundur memperlihatkan siksaan yang mereka dapatkan kemudian diikuti dengan gambaran keburukan yang mereka lakukan di masa lalu ketika masih hidup. Siksaan yang begitu sadis itu disajikan dengan efek CGI yang jauh lebih baik daripada sinetron azab, tapi juga tidak bisa disebut bagus-bagus amat kalau pembandingnya adalah film-film marvel.

Namun demikian, penyiksaan ala CGI yang ala kadarnya tersebut tetap saja seram dan sadis. Terbukti sebagian besar murid saya, terutama yang perempuan, selalu menutup mata ketika adegan sadis tersebut terjadi. Akting yang baik dari para pemain juga memberi nilai tambah yang dapat sedikit menutupi kekurangan dari efek CGI tersebut.

Setelah menggambarkan dosa masa lalu ketiga bersaudara beserta siksaan yang mereka dapatkan sebagai konsekuensi dosa-dosa tersebut, scene akhirnya beralih ke Tyas, anak satu-satunya yang selamat dari kematian dan juga selamat dari siksaan neraka. 

Di dalam film Tyas merupakan satu-satunya anak yang secara akhlak digambarkan mulia nan paripurna. Walapun sempat masuk juga ke neraka, ia justru diminta pergi karena tempatnya bukan di sini. Alhasil, Tyas kembali hidup untuk menjadi orang baik sekaligus menebar kebaikan dengan cerita kengerian siksa Neraka.

Bagi orang-orang yang beragama, konsep kehidupan setelah mati merupakan hal yang pasti terjadi.  Bahkan mempercayai hari akhir adalah salah satu bentuk dari keimanan. Apa yang terjadi setelah kematian dan hari akhir sering kita dengar baik melalui cerita orang tua, ustadz ataupun dari beberapa penggalan dalam ayat suci Al-Quran. 

Cerita-cerita seram tentang siksaan yang menyakitkan dan berkepanjangan menjadi hal yang sering menjadi pedoman kita untuk berperilaku. Konsep dasarnya adalah reward and punishment. Hal-hal baik akan dibalas pahala, hal-hal buruk akan menghasilkan dosa. 

Pahala dan Dosa akan beradu di penghujung waktu. Jika pahala yang lebih banyak maka kita bisa menuju surga, namun jika dosa yang lebih banyak, Maka nerakalah tempat kita.

Konsep Neraka-Surga yang berperan sebagai pedoman berkepribadian dan berkehidupan nampaknya adalah hal yang kuat melekat di benak kita sebagai generasi lama.  

Hal ini karena memang kita sejak dahulu mempercayai dan mengimani sesuatu secara mutlak tanpa perlu melibatkan proses berlogika. Teknologi yang terbatas, akses informasi yang tidak luas, serta kuatnya konsep-konsep abstrak yang tidak nyata, adalah hal yang kita lalui sejak kecil hingga dewasa. 

Namun lain halnya dengan generasi muda saat ini. Anak-anak dan murid kita saat ini tak lagi takut dengan cerita hantu. Anak-anak dan murid kita tidak lagi antusias mendengar dongeng, hikayat, serta mitos, Dan bisa jadi, anak-anak dan murid kita tak lagi merasa takut dengan kisah siksa neraka. 

Generasi muda saat ini lahir dan tumbuh di era modern dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat dan akses informasi yang begitu mudah diakses di mana saja. Kedua hal tersebut tanpa disadari membentuk cara berfikir yang berbeda juga dari generasi sebelumnya. 

Ada semacam kesadaran yang membuat mereka hanya percaya kepada sesuatu yang masuk akal. Sesuatu yang bisa mereka lihat, sesuatu yang bisa mereka akui kebenarannya melalui proses berfikir yang logis. 

Kesadaran inilah yang membuat cara kita mendidik dengan menakut-nakuti anak/siswa dengan konsep neraka dan siksanya tak lagi mempan kepada mereka. 

Mereka bukannya tidak mengimani atau mempercayai tentang hal tersebut, tapi memang perubahan zaman telah merubah cara berfikir dan cara memproses informasi.

Bagaimana menyikapi hal tersebut? 

Sekali lagi sebagai insan beriman dan bertaqwa, hal-hal abstrak yang kita yakini pasti terjadi seperti siksa neraka dan indahnya surga harus tetap kita sampaikan kepada anak-anak kita. Harus tetap menjadi pedoman mereka dalam berkehidupan. 

Bagamanapun dunia saat ini mengarahkan mereka untuk selalu berfikir logis, kita harus tetap membekali mereka dengan ranah iman dan kepercayaan. Apabila, anak-anak masih mau dan mampu untuk berpegang kepada hal-hal tersebut berarti itu hal yang patut disyukuri. 

Namun jika anak-anak justru berontak dalam penyangkalan dan ketidakpercayaan, maka kita harus mencari jalan lain yang lebih sesuai dengan cara berfikir mereka. Hal-hal yang bisa memberikan konsekuensi logis dapat kita sampaikan ketika kita ingin menyampaikan nilai-nilai kepada mereka. 

Misalnya, ceritakan hal-hal buruk yang dapat terjadi ketika mereka berbohong, gambarkan kesedihan dan rasa sakit ketika mereka menyakiti orang lain, jabarkan sanksi-sanksi yang bisa mereka dapatkan baik secara norma hukum, adat dan sosial ketika mereka melakukan hal-hal buruk, serta beritahukan semua kemungkinan sebab-akibat dari setiap perbuatan yang mereka lakukan. 

Pun, hal-hal baik yang akan mereka dapatkan ketika mereka melakukan hal-hal yang baik juga tidak boleh luput dari upaya kita dalam menanamkan nilai-nilai kebaikan.

Terakhir, hal yang paling penting dari sekedar menakuti tentang siksa neraka ataupun bercerita tentang seramnya di dalam penjara, adalah dengan memberi contoh langsung kepada mereka tentang bagaimana harusnya bersikap yang semestinya.

 Jadilah sebaik-baiknya contoh yang dapat mereka tiru dan mereka jadikan inspirasi. Jangan lakukan apa yang tak seharusnya mereka lakukan, dan lakukanlah terlebih dahulu segala hal yang kita harapkan anak kita untuk lakukan. Karena hanya dengan menjadi contoh yang nyata yang baiklah kita dapat mempertanggungjawabkan semua ajaran yang kita berikan kepada mereka.

Hari semakin siang, usai sudah waktu dua jam di dalam studio bioskop. Bus yang kami carter berjalan perlahan melanjutkan perjalanan. Saya amati lekat setiap wajah murid.

"jadi gimana, udah tobat belum?!" ujar saya memecah keheningan.

"sudah!!" ujar mereka sambil tertawa.

Hemmmmmmm.....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun