Namun demikian, penyiksaan ala CGI yang ala kadarnya tersebut tetap saja seram dan sadis. Terbukti sebagian besar murid saya, terutama yang perempuan, selalu menutup mata ketika adegan sadis tersebut terjadi. Akting yang baik dari para pemain juga memberi nilai tambah yang dapat sedikit menutupi kekurangan dari efek CGI tersebut.
Setelah menggambarkan dosa masa lalu ketiga bersaudara beserta siksaan yang mereka dapatkan sebagai konsekuensi dosa-dosa tersebut, scene akhirnya beralih ke Tyas, anak satu-satunya yang selamat dari kematian dan juga selamat dari siksaan neraka.Â
Di dalam film Tyas merupakan satu-satunya anak yang secara akhlak digambarkan mulia nan paripurna. Walapun sempat masuk juga ke neraka, ia justru diminta pergi karena tempatnya bukan di sini. Alhasil, Tyas kembali hidup untuk menjadi orang baik sekaligus menebar kebaikan dengan cerita kengerian siksa Neraka.
Bagi orang-orang yang beragama, konsep kehidupan setelah mati merupakan hal yang pasti terjadi. Â Bahkan mempercayai hari akhir adalah salah satu bentuk dari keimanan. Apa yang terjadi setelah kematian dan hari akhir sering kita dengar baik melalui cerita orang tua, ustadz ataupun dari beberapa penggalan dalam ayat suci Al-Quran.Â
Cerita-cerita seram tentang siksaan yang menyakitkan dan berkepanjangan menjadi hal yang sering menjadi pedoman kita untuk berperilaku. Konsep dasarnya adalah reward and punishment. Hal-hal baik akan dibalas pahala, hal-hal buruk akan menghasilkan dosa.Â
Pahala dan Dosa akan beradu di penghujung waktu. Jika pahala yang lebih banyak maka kita bisa menuju surga, namun jika dosa yang lebih banyak, Maka nerakalah tempat kita.
Konsep Neraka-Surga yang berperan sebagai pedoman berkepribadian dan berkehidupan nampaknya adalah hal yang kuat melekat di benak kita sebagai generasi lama. Â
Hal ini karena memang kita sejak dahulu mempercayai dan mengimani sesuatu secara mutlak tanpa perlu melibatkan proses berlogika. Teknologi yang terbatas, akses informasi yang tidak luas, serta kuatnya konsep-konsep abstrak yang tidak nyata, adalah hal yang kita lalui sejak kecil hingga dewasa.Â
Namun lain halnya dengan generasi muda saat ini. Anak-anak dan murid kita saat ini tak lagi takut dengan cerita hantu. Anak-anak dan murid kita tidak lagi antusias mendengar dongeng, hikayat, serta mitos, Dan bisa jadi, anak-anak dan murid kita tak lagi merasa takut dengan kisah siksa neraka.Â
Generasi muda saat ini lahir dan tumbuh di era modern dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat dan akses informasi yang begitu mudah diakses di mana saja. Kedua hal tersebut tanpa disadari membentuk cara berfikir yang berbeda juga dari generasi sebelumnya.Â
Ada semacam kesadaran yang membuat mereka hanya percaya kepada sesuatu yang masuk akal. Sesuatu yang bisa mereka lihat, sesuatu yang bisa mereka akui kebenarannya melalui proses berfikir yang logis.Â