Mohon tunggu...
Muhammad Andy Dava
Muhammad Andy Dava Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Partikelir Timur Jawa Dwipa Penikmat Sejarah, Politik, Filsafat, Kopi, dan Alkohol Lokal

Amorfati Ego Fatum

Selanjutnya

Tutup

Politik

Refleksi Awal Globalisasi China "Jalur Sutera" sebagai Bentuk Corak Ekonomi Politik China Abad 21

9 Juli 2020   09:00 Diperbarui: 9 Juli 2020   09:19 1181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Jalur Sutera atau yang biasa disebut 'Silkroad' adalah sebuah rute perdagangan yang menghubungkan antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Eropa, jalur ini mulai ada sejak kepemimpinan Dinasti Han yaitu sekitar tahun 206-SM. Jalur Sutera ini menjadi jalur perdagangan, komunikasi, transportasi utama dan terbesar bagi bangsa Tiongkok dan negara-negara Eurasia.[1] 

Merefleksikan kembali kejayaan China pada masa perdagangan Jalur Sutera,  pemerintah China mencoba membangun proyek ekonomi bernama OBOR (One-Belt-One-Road), One Belt, One Road merupakan Jalur Sutra abad 21 yang mengangkat visi globalisasi ala Cina. Proyek ini diumumkan Xi Jinping pada 2013 dan mengajak negara lain untuk ikut terlibat. Jalur Sutra Cina ini akan mencakup wilayah darat dan maritim.[2] 

Dalam tulisan ini akan memberi kesimpulan relasi jalur sutra lama dengan corak ekonmi politik China pada abad 21 dengan dicanangkanya proyek OBOR (One-Belt-One-Road). Dengan menimbang dalam konstek ruang khususnya negara-negara yang berhadapan langsung dengan  megaproyek ambisius China.

  • Jalur Sutera sebagai Awal Globalisasi China

Jalur Sutra adalah sebuah jalur perdagangan internasional kuno yang berasal dari peradaban Tiongkok dan menghubungkan antara Barat dan Timur. Jalur ini merupakan jalur penghubung yang mempertemukan antara pedagang yang berasal dari barat dan timur untuk melakukan aktifitas perdagangan. 

Sebenarnya, istilah Jalur Sutra sendiri tidak pernah ditemukan dalam catatan sejarah Tiongkok.Pada abad ke-18 seorang peneliti bernama Von Ricthofen berkebangsaan Jerman menamainya The Silk Road.[3] 

Mengapa dinamai Jalur sutra? Pada zaman itu perkembangan industri kain sutera yang berasal dari kepompong kain sutra berkembang pesat di China, Sehingga pedagang dari China memperdagangkan ke Eropa, begitupun sebaliknya orang-orang Eropa datang ke China untuk mendapatkan kain sutra. 

Walau sebenarnya China tidak aktif menggunakan jalur ini secara masif, justru bangsa Persia, Arab, dan Asia Tengah lebih dominan menggunakan jalur ini, China tidak akan memperhatikan jalur ini jikalau permintaan kain sutera oleh Romawi tidak tinggi.

China mengalami 'Globalisasi Pertama' yaitu hubungan perdagangan dengan kekaisaran Roma melalui saranan transportasi yang lebih modern pada masanya. Jalur Sutra sendiri mengalami perluasan pada 114-SM ketika utusan Kekairan Tiongkok, Zhang Qian, melakukan eksplorasinya di Asia Tengah, Menurut catatan, rute utama dari jaringan perdagangan tersebut memiliki panjang 6.437km. 

Seorang sejarawan Amerika Serikat, Jerry Bentley mengatakan bahwa aktivitas perdagangan di Jalur Sutra faktor penting perkembangan peradaban Tiongkok, anak benua India, Persia, Eropa dan Jazirah Arab, menurutnya Jalur Sutra merupakan sarana penghubung yang membuka interaksi politik dan ekonomi antar peradaban zaman kuno.

Meskipun barang yang diperdagangkan China kain sutra namun di jalur ini memiliki berbagai komoditas lain karena beragamnya pelaku yang melalui jalur ini. Pada periode peradaban tertentu jalur ini sering dilalui para pedagang, pengelana, biarawan, tentara dari berbagai dunia. Selain bangsa Tiongkok pedagang utama di jalur ini berasal dari bangsa Persia, Yunani, Romawi, Armenia dan masyarakat kuno yang mendiami Afghanistan serta Uzbekistan. 

Perdagangan kain sutera mulai diperdagankan pada akhir periode Zhou (1050SM-260SM) hanya salah satu komoditas dagang yang ada. Batu Giok juga diperdagangkan dari China menuju Asia Tengah pada awal periode Shang dan komoditi lainya seperti barang yang berasal dari Mediterania dibawa ke Tiongkok pada periode Qin.[4] Para pedagang Tiongkok juga membawa barang-barang keramik menuju ke Irak pada abad-9M yang kemudian diikuti masyarakat Iran dalam tekhnik pembuatan keramik Cina porselen biru putih. 

UNESCO menetapkan jalan kuno sepanjang 5000km dari Jalur Sutra yang membentang dari Tiongkok Tengah hingga wilayah Zhetsyu di Asia Tengah sebagai situs warisan dunia. Rute yang dikenal sebagai koridor Chang"an-Tianshan ini melintasi beberapa negara, mencakup China, Kazaghztan, dan Kirgiztan. 

Menurut UNESCO, jaringan jalan yang dibentuk oleh jalur sutera keseluruhan memiliki panjang hingga 35000km. Beberapa rute-rute tersebut telah digunakan selama ribuan tahun. Aktivitas perdagangan Jalur Sutra makin meningkat pada abad kedua SM. UNESCO mengatakan jalur ini tetap digunakan sebagai jalur perdagangan utama di dunia hingga abad ke 16.

Refleksi Kembali Keberhasilan Perdagangan China Pada Jalur Sutra Abad-21

Merefleksikan kembali keberhasilan China dalam perdagangan pada masa lampau membuat berbagai eksperimen-eksperimen dilakukan pemerintah China pada masa sekarang, berbagai bentuk moda corak baru dalam keberlangsungan ekonomi politik dilakukan Pemerintah China melawan kekuatan Amerika Serikat melalui proyek OBOR (One-Belt-One-Road). IMF (Internasional Monetery Found), World Bank, WTO (World The Organization) yang menjadi lawan tangguh China dalam pengambilan peran besar ekonomi global.

  • OBOR (ONE BELT ONE ROAD) The New Silkroad 

Inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalan atau yang biasa disebut dengan OBOR atau sebutan yang lebih sensitif, yaitu Jalur Sutra Baru (Sabuk Ekonomi Jalur Sutra dan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21) adalah strategi pembangunan yang diusulkan oleh Pemimpon Pemerintahan Tiongkok, Xi Jiping, yang berkonstelasi  pada konektivitas dan kerjasama kooperatif antara negara-negara Eurasia, terutama Republik Rakyat Tiongkok. 

Strategi tersebut menegaskan tekad Tiongkok untuk mengambil peran lebih besar dalam urusan global dengan sebuah jaringan perdagangan yang berpusat di Tiongkok. Jalur Sabuk (Belt) adalah jalur darat. Sedangkan Sabuk Jalan (Road) adalah jalur laut. 

Pemerintah Tiongkok tengah merencanakan dan menjalankan proyek pembangunan kurang lebih 60 negara dengan estimasi biaya lebih dari 1 triliun US$, konflik Laut China Selatan dan poros Jakarta-Beijing-Moskow menjadi landasan Tiongkok berambisi untuk menjadi 'pemimpin' bagi Eurasia, khususnya Asia. 

Tiongkok mempunyai kendali penuh sepanjang Thailand, Malaysia, Filipina, Vietnam, Indonesia, dan beberapa negara lain di Asia.  Dapat dianalisa peranan Tiongkok pada konflik Tibet terlebih dahulu. Kebijakan represif Tiongkok terhadap Tibet merupakan babak awal bagi Tiongkok menuju negara pengendali dengah pengaruh hegemoni, menggantikan Amerika Serikat.

Dalam proses hegemoni atau bentuk Neo-Imperialisme China yang menggantikan Amerika Serikat berawal dari konflik di Timur Tengah. Amerika Serikat mengincar jalur sutra, Tiongkok pun mengincar hal yang sama, sedangkan negara yang dilanda konflik? Tentunya lebih memilih bersekutu dengan blok Timur daripada harus menyerah ke tangan Amerika dan sekutu. 

OBOR dapat mengancam kedaualatan dan stabilitas negara lain? Zorawar D Singh dalam tulisannya mengatakan bahwa meskipun OBOR ditulis sebagai inisiatif ekonomi tetapi memiliki implikasi yang lebih dalam, khususnya keamanan. 

Sejauh mana aktivitas ekonomi Tiongkok yang meningkat di sepanjang jalur laut ini akan diterjemahkan ke dalam aktivitas militer dan dalam bentuk peningkatan kehadiran militer, terutama dalam hal instalasi permanen dan basis dukungan belum diketahui pasti. 

Jika kalian penasaran, silahkan cari berita mengenai pangkalan militer milik Tiongkok di sepanjang jalur sutra. Nanti kalian akan paham sendiri kenapa Tiongkok rela membuat mega proyek dengan estimasi biaya lebih dari 1 triliun US$.

Negara-negara yang berhadapan langsung dengan proyek OBOR, akan memainkan peran yang sangat penting dalam keberhasilan pelaksanaan OBOR. Pemimpin di negara-negara yang terjena dampak OBOR melakukan pengembangan sektor maritim sebagai sarana untuk meningkatkan konektivitas di dalam negeri dan dengan dunia. 

Oleh sebab itulah, berbagai upaya pengembangan kegiatan maritim. Sedangkan keuntungan negara yang terkena dampak OBOR ialah pengembangan industri dan investasi asing maupun pengembangan infrastruktur. 

Diperkirakan China akan menggelontorkan sekitar Rp 12.000 triliun dalam beragam proyek infrastruktur di sepanjang jalur sutra, termasuk negara di Asia Tenggara, negosiasi teramat krusial lantaran China pasti menginginkan keuntungan besar dalam konteks bisnis maupun politik. 

China punya kekuatan ekonomi, militer, geopolitk. Negara do Asoa Tenggara 'khususnya' mungkin mendapatkan sesuatu, tetapi tidak dengan harga murah, pasti China meminta tradeoff. Tradeoff apakah yang diinginkan oleh China dan membuat beberapa negara bankgrut seketika karena utang luar negeri? Tentunya China meminta jaminan perusahaan milik negara. Tentang betapa bahayanya OBOR seperti yang telah dibahas dalam tulisan di atas.

Laman Tirto.id memuat tentang langkah Malaysia dan Pakistan yang menyatakan akan menimbang ulang kesepakatan mereka dengan China terkait Inisiatif Satu Sabuk dan Satu Jalan atau OBOR. Islamabad merasa bahwa kesepakatan yang telah ditandatangani kedua negara lebih dari satu dekade yang lalu itu tidak adil dan lebih banyak menguntungkan perusahaan-perusahaan China. 

China-Pakistan Economic Corridor adalah proyek pembangunan raksaksa yang bertujuan untuk menyambungkan Pelabuhan Gwadar di Pakistan dengan daerah Xinjiang di China melalui jalan raya, jalur kereta, serta pipa bawah tanah. 

Menurut Financial Times, CPEC merupakan proyek terbesar dan paling ambisius dari OBOR yang nilainya sekitar 62 miliar US$. PM Malaysia, Mahathir Mohamad pada bulan Juli kemarin mengatakan sejumlah proyek terkait OBOR di Malaysia dihentikan sementara dan biaya-biaya proyek itu akan ditinjau kembali. 

Keputusan itu diambil oleh PM Malaysia karena ia tidak mau terciptanya sebuah kondisi di mana kolonialisme versi baru tercipta karena negara-negara miskin tidak mampu bersaing dengan negara kaya, maka dari itu kita membutuhkan perdagangan yang adil.  

Financial Times mencatat, Pakistan, Sri Lanka, Laos, dan Montenegro, masuk dalam daftar proyek OBOR yang tersendat dan berakhir dengan utang yang menggunung, seperti kasus Sri Lanka dan Maladewa. Jumlah negara yang mengalami hal serupa bukan tidak mungkin akan bertambah. 

Menurut Financial Times, banyak dari 70-an negara yang terlibat dalam OBOR adalah negara-negara dengan ekonomi yang cukup berisiko menurut data yang dikeluarkan oleh OECD. 

Guardian melaporkan, mereka khawatir China akan menggunakan OBOR sebagai alat diplomasi perangkap utang yang nantinya akan dimanfaatkan untuk hal-hal yang menguntungkan China, misalnya dalam kasus pertikaian LCS dan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Sejumlah negara lain juga khawatir bahwa kehadiran China melalui OBOR di banyak negara akhirnya akan berujung pada ekspansi militer. 

Di Indonesia sendiri salah satu proyek OBOR yang sedang berjalan adalah proyek kereta cepat Jakarta-Bandung. Presiden Jokowi menyambut OBOR secara posiitf karena dirasa sejalan dengan visinya untuk mengembangkan Indonesia sebagai negara maritim. 

Meski demikian, laporan dari Tenggara Strategics, Indonesia mesti bersikap hati-hati terhadap inisiatif. Terlebih, kontroversi terkait rumor tenaga kerja China dalam waktu beberapa terakhir ini cukup marak. Bukan tidak mungkin, saat Indonesia ataupun negara-negara yang terlibat dalam proyek OBOR tidak berhati-hati, negara-negara ini akan memiliki masalah dengan OBOR.

Penutup

Dengan tulisan diatas dapat disimpulkan bahwa sejarah kejayaan China pada zaman jalur perdagangan internasional kuno menghubungkan antara wilayah dunia bagian Barat dan Timur, Jalur ini merupakan jalur penghubung yang mempertemukan antara pedagang yang berasal dari barat dan timur untuk melakukan aktifitas perdaganganakan, yang disebut sebagai Jalur Sutra (Silkroad), akan diulang dalam zaman dan corak yang berbeda melalui proyek ekonomi globalisasi The New Silkroad atau OBOR (ONE-BELT-ONE-ROAD). 

Kita dapat mengintrepatasi dari tulisan diatas melalui prespektif corak ekonomi politik bahwasanya dalam mengembalikan kejayaan China seperti pada zaman Jalur Sutra, kita harus melihat bagaumana konstruk kewaspadaan yang dibangun negara-negara di Asia, Eropa, dan sebagian di Afrika yang harus menjadi korban kepentingan ambisius China dalam persaingan melawan Amerika Serikat, Uni Eropa. Tentu OBOR menguntungkan negara-negara tersebut terutama dalam konsteks pembangunan dan pertumbuhan, namun juga harus diwaspadai bagaimana konsekwensi kedepan agar tidak impulsif dan menjadi bumerang bagi mereka.

 

Catatan Kaki:
[1] Xinru Liu, The Silk Road in World History, (New York:Oxford,2010), Hal, 10.

[2] Yantina Debora. 2017. https://tirto.id/ambisi-cina-dengan-proyek-jalur-sutra-abad-21-cv27. Diakses 2019

[3] Haripa, T. I. (2017, Oktober 25). Mega Proyek Tiongkok: Jalur Sutra Abad 21 dan Konektivitas ASEAN.Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada

[4] Henrik H Sorensen & Boris Marshak. "Silkroute" The Dictionary of Art. Ed Jane Turnner. Vol28. New York:Grove.1996 Hal 718

Sumber:
Abdi Bhaskara.2019.: (Ekspansi Proyek OBOR Cina, Indonesia Diminta Waspadai Jebakan Utang). https://tirto.id/ekspansi-proyek-obor-cina-indonesia-diminta-waspadai-jebakan-utang-dnpo . Diakses pada 10/06/2019 

Farhan Abdul Majiid. (Poros Maritim dan Jalur Sutra Maritim : Bergandengan Tangan atau Bertepuk Sebelah Tangan?).Universitas Indonesia. :https://www.academia.edu/35567198/Poros_Maritim_dan_Jalur_Sutra_MaritimBergandengan_Tangan_atau_Bertepuk_Sebelah_Tangan. Diakses pada 10/06/2019

Haripa, T. I. (2017, Oktober 25). Mega Proyek Tiongkok: (Jalur Sutra Abad 21 dan Konektivitas ASEAN).Pusat Studi Sosial Asia Tenggara Universitas Gadjah Mada

Henrik H Sorensen & Boris Marshak. ("Silkroute" The Dictionary of Art. Ed Jane Turnner). Vol28. New York:Grove.1996

"Approaches Ild and New to the Silks Roads" Eliseef in: The Silk Roads: Highways of Cultures and Commerce. Paris 1998. UNESCO, Repront: Berghan Books 2009

Hendry Kurniawan. Skripsi: ( ONE BELT ONE ROAD: Agenda keamanan Liberal Tiongkok?). Universitas Indonesia.2016

Martun Jacques, (When China Rules in Worlds History), Jakarta: Kompas,2011.

Xinru Liu. 2010, (The Silk Road in World History), (New York:Oxford,2010). 

Yantina Debora. 2017. https://tirto.id/ambisi-cina-dengan-proyek-jalur-sutra-abad-21-cv27. Diakses 2019 

*Tulisan saya Pada 2019 yang diupload ulang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun