Diberitakan oleh BBC bahwa warga Jepang yang selama beberapa dekade merasakan kestabilan harga-harga kebutuhan pokok, kini begitu terkejut menghadapi inflasi serta kenaikan harga makanan hingga 20%, hal ini bahkan sampai membuat produsen makanan di Jepang meminta maaf karena mereka terpaksa menaikkan harga jual.
Jika dicermati, biang keladi inflasi dewasa ini bermuara akibat kesenjangan permintaan dan pasokan barang di pasar, ditambah lagi adanya krisis geopolitik kemudian berujung krisis energi , pada akhirnya umat manusia menjadi semakin sulit menghidupi keluarganya.
Dan nampaknya tidak banyak yang bisa dilakukan para pihak yang berwenang di bidang moneter menyikapi situasi ini, karena ini adalah masalah global mungkin langkah dari setiap bank sentral masing-masing negara mirip antara satu sama lain.
Kebijakan Moneter dan Suku Bunga
Kebijakan menangani inflasi disesuaikan dengan penyebab inflasi itu sendiri. Mungkin untuk situasi luar biasa yang dirasakan saat ini kebijakan moneter bersifat kontraktif cenderung lebih masuk akal mengendalikan inflasi, dengan tujuan mengurangi peredaran uang melalui peningkatan suku bunga.
Bank of England mengakui tidak banyak yang bisa mereka lakukan menghadapi lonjakan inflasi ini.Â
Di Amerika Serikat, The Fed sudah memutuskan menaikkan tingkat suku bunga bahkan hingga Agustus 2022 atau lebih The Fed bisa mengambil kebijakan serupa.
Walaupun dampaknya pertumbuhan ekonomi akan lambat, masyarakat didorong mau mengurangi belanja dan menyimpannya di bank. Sederhananya, masyarakat dihimbau lebih hemat. Kondisi serba sulit, semua harga mahal, hemat menjadi pilihan bijak, walaupun suku bunga tinggi juga akan menimbulkan masalah lain.
Yaitu di sektor industri yang sudah kadung memiliki utang sebagai modal kerjanya akan membayar kewajiban lebih besar, sementara bisa jadi tingkat penjualan justru anjlok karena pelanggan mengurangi belanja. Rasanya serba salah.
Ada beberapa metode untuk mengendalikan inflasi, meskipun tidak bisa diperkirakan seberapa jauh cara tersebut efektif.