Perilaku malas sebagian masyarakat mengakibatkan uang recehan tidak diminati. Apa artinya uang Rp100? Hal itu yang ada dalam benak orang yang berpikir materialistis namun logikanya cetek. Tergiur oleh uang nominal besar, padahal mencari uang bukan urusan mudah dan diperlukan usaha.
Mungkin lebih efektif jika diberlakukan sanksi sosial, tapi kembali lagi sejauh apa kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi dari uang receh itu. Alasan Bank Indonesia mengedarkan uang nominal kecil karena hingga saat ini diperlukan sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Penolakan terhadap uang receh menjadi sangat aneh, nyaris diluar logika, walaupun terjadi. Jika melihat peredaran uang di luar negeri, di negara maju sekali pun uang koin bernilai kecil masih ada. Seakan sulit menerima perilaku masyarakat yang terang-terangan menolak uang receh, seolah-olah uang receh tidak diperlukan lagi.
Jika nilai transaksi hanya Rp1.000 atau Rp2.000, dibayarkan dengan pecahan Rp100 sebanyak 10 keping, rasanya tidak sulit menghitung kepingan koin sebanyak itu.Â
Pada dasarnya malas dan naif. Atau harus mengalami terlebih dahulu pengalaman sama sekali tidak memiliki uang, baru sadar ternyata uang recehan sekecil apa pun tetap memiliki nilai. Semoga saja tidak.
***
Sepotong ubi rebus dijual seharga Rp1.000, cukup murah. Lalu dengan antusias penjual ubi rebus, seorang ibu tua merekomendasikan ubi yang masih hangat. Kemudian dipilih 3 potong ubi, sehingga total harganya menjadi Rp3.000 saja, tidak mahal.
Tetapi ketika menerima uang, ibu tua tersebut menyahut ketus, "Nggak mau, uang recehan gitu gak laku!"
Transaksi pun batal dilakukan gara-gara si pembeli hendak membayar ubi menggunakan pecahan uang Rp100 sebanyak 30 keping. Si ibu tua lebih baik kehilangan kesempatan menjual barang dagangannya daripada menerima uang recehan, sementara si pembeli kesal karena uangnya ditolak.