Ini kisah nyata, suatu malam di salah satu sudut keramaian kota Yogyakarta, akhir September 2017, kawasan kuliner senantiasa dipenuhi pengunjung. Ketika asyik menanti hidangan tiba-tiba muncul dua orang pengamen bertampang lusuh, membawa gitar, dan bernyanyi dengan nada tidak merdu.
"Mungkinkah kuhadapi semua, kenyataan yang menjadi begini," tidak jelas lagu apa tapi seperti itu liriknya. Kemudian si pengamen menyodorkan gelas plastik kosong, bermaksud meminta bayaran atas jasa hiburannya.
Seorang pengunjung lantas memberi uang recehan, kepingan logam 200 rupiah. Tapi respon si pengamen ternyata sangat tidak mengenakan. "Mbak, kalo cuma 200 perak mendingan ga usah ngasih," ujar si pengamen sambil berlalu tanpa ada sopan santun.
Bagaimana juga uang 200 rupiah tetap memiliki nilai, kejadian tersebut nampaknya pernah dialami oleh banyak orang saat bertransaksi. Membayar dengan uang recehan tetapi ditolak dianggap tidak laku. Aneh bin ajaib, kenyataan seperti itu terjadi karena sebagian masyarakat menganggap uang recehan sudah tidak bernilai.
Padahal jika menunjuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, tegas disebutkan bahwa mata uang sebagai salah satu simbol kedaulatan negara yang harus dihormati dan dibanggakan oleh seluruh Warga Negara Indonesia!
![Ilustrasi: Uang receh (suarasurabaya.net)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/11/suarasurabaya-net-60727fba8ede48590b024a62.jpg?t=o&v=770)
Atau jangan-jangan golongan sejahtera atau mapan malah lebih bisa menghargai keberadaan uang recehan. Memprihatinkan, namun begitulah faktanya riwayat uang recehan di zaman sekarang, tergerus pandangan materialistis tanpa disertai nalar.
Fungsi Uang RecehanÂ
Jika iseng menengok kembali catatan rincian transaksi keuangan, misalnya buku tabungan pasti akan ditemui angka pecahan yang tidak bulat, misalnya Rp 213.721,94. Nominal seperti itu sebetulnya lazim ditemui di manapun.
Alasannya adalah dari aspek akuntansi, pencatatan nilai baik aset atau kewajiban seluruhnya harus dibukukan secara rinci. Dan masih berdasarkan aspek akuntansi, seluruh mutasi transaksi keuangan yang dibukukan memiliki nilai, walaupun sangat kecil. Karena nilai-nilai tersebut sangat berpengaruh.
1. Peninjauan Penetapan Harga Pokok Produksi dan Penjualan
Jika terus diuraikan lagi, terkait transaksi jual beli komoditas, kemudian proses produksi, perhitungan harga pokok produksi dan menetapkan harga pokok penjualan.Â
Dalam perhitungan harga pokok produk dan penjualan setiap komponen pengeluaran terkait biaya pembelian bahan baku dan produksi dihitung teliti supaya harga jual dapat ditetapkan dengan wajar.
![Ilustrasi: Perhitungan harga pokok produksi dan penjualan (freepik.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/11/freepik-com-607280a88ede4869df239203.jpg?t=o&v=770)
Analisis sederhananya adalah modal produksi suatu barang per buahnya mencapai Rp1.324,75. Karena penjualan harus menghasilkan keuntungan maka ditetapkan harga jual yaitu Rp1.350,00 atau Rp1.450,00, tergantung dari kondisi pasar dan jenis barangnya seperti apa.
Dalam kondisi pasar persaingan terbuka, penetapan harga antara satu pelaku usaha dengan pesaingnya tidak terlalu berbeda jauh, sehingga pecahan kecil posisinya menentukan harga jual berikut margin-nya. Terkesan sepele karena hanya selisih Rp 25 atau Rp 50, tapi tolong kalikan nominal itu dalam kuantitas besar, misalnya dikali 1.000.000 unit atau 10.000.000 unit.
Itulah fakta siklus peredaran dan perdagangan barang di pasaran yang menjadi salah satu alasan mengapa keberadaan uang receh memegang peranan penting. Karena semua menyangkut kepentingan lebih luas.
2. Penyeimbang Nilai Uang Terhadap Inflasi
Kemudian dari sisi peredaran uang, nilai uang selalu terpengaruh inflasi, semakin banyak uang beredar maka nilainya semakin turun. Dan keberadaan uang recehan mengakumulasikan jumlah pecahan yang tidak mungkin dibayarkan secara tunai.
Karena pembulatan nilai ke atas berdampak terhadap nilai aktual, misalnya harga awal tercatat Rp1.324,75, jika dibulatkan menjadi Rp1.500 selisihnya terlalu jauh dan sangat berbahaya jika dilakukan dalam jumlah masal. Hal ini mendorong nilai uang semakin turun, inflasi tambah menggila!
![Ilustrasi: Inflasi mempengaruhi nilai uang (finansialbisnis.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/11/finansialbisnis-com-607280f5d541df717a735502.jpg?t=o&v=770)
3. Nilai IntrinsikÂ
Nilai intrinsik adalah nilai atau harga barang yang digunakan untuk membuat uang atau barang. Jadi ini kembali terkait ongkos produksi. Percetakan Uang Republik Indonesia atau Peruri selaku lembaga yang memiliki kewenangan mencetak uang harus melakukan kalkulasi berapa besar ongkos produksinya.
Uang nominal besar seperti pecahan 100.000 ongkos produksinya pasti melebihi ongkos produksi uang recehan, ini mempertimbangkan bahan baku dan standar keamanan uang tersebut. Bagaimana uang jika nilai intrinsik uang recehan? Sudah pasti lebih rendah.
![Ilustrasi: Nilai intrinsik uang receh lebih rendah dari nominalnya (infoperbankan.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/11/infoperbankan-com-607281d58ede482a19763c02.jpg?t=o&v=770)
4. Sebagai Investasi
Uang receh jika dikelola dengan baik akan sangat berguna. Sudah tersiar berita ada orang membeli kendaraan dengan menggunakan uang receh simpanannya selama bertahun-tahun. Sifat ketekunan seperti ini sangat layak ditiru. Hasilnya memang tidak sia-sia.
Tidak perlu malu rajin mengumpulkan uang receh, anggap saja sebagai kegiatan iseng. Pasang target berapa jumlah yang harus dicapai atau berapa lama uang receh harus disimpan. Disertai kedisiplinan jumlahnya akan memuaskan.
![Ilustrasi: Uang receh dapat digunakan sebagai tabungan (kreditheld.de)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/11/kreditheld-de-607282398ede485b0641a192.jpg?t=o&v=770)
 5. Jarang DipalsukanÂ
Kabar baiknya lainnya adalah nyaris tidak ada kasus pemalsuan uang recehan, mungkin para pelaku kejahatan malas memalsukan uang nilai kecil ini, mereka lebih tergiur menyebarkan uang palsu bernominal besar. Sehingga laporan temuan uang palsu selalu melibatkan uang pecahan besar.
Keberadaan Uang Recehan Ditolak MasyarakatÂ
Pandangan sesat akan uang recehan dianggap tidak bernilai merupakan realita menyedihkan. Ketika negara dipusingkan masalah tingginya pengangguran dan tingkat kemiskinan, ternyata sebagian masyarakat berulah mencampakan begitu saja uang, walaupun bernominal kecil.
Perilaku malas sebagian masyarakat mengakibatkan uang recehan tidak diminati. Apa artinya uang Rp100? Hal itu yang ada dalam benak orang yang berpikir materialistis namun logikanya cetek. Tergiur oleh uang nominal besar, padahal mencari uang bukan urusan mudah dan diperlukan usaha.
![Ilustrasi: Uang nominal besar dianggap lebih berguna (liputan6.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/11/liputan6-com1-607283238ede4802261c85f2.jpg?t=o&v=770)
Mungkin lebih efektif jika diberlakukan sanksi sosial, tapi kembali lagi sejauh apa kesadaran masyarakat akan pentingnya fungsi dari uang receh itu. Alasan Bank Indonesia mengedarkan uang nominal kecil karena hingga saat ini diperlukan sebagaimana penjelasan sebelumnya.
Penolakan terhadap uang receh menjadi sangat aneh, nyaris diluar logika, walaupun terjadi. Jika melihat peredaran uang di luar negeri, di negara maju sekali pun uang koin bernilai kecil masih ada. Seakan sulit menerima perilaku masyarakat yang terang-terangan menolak uang receh, seolah-olah uang receh tidak diperlukan lagi.
![Ilustrasi: Tidak repot salah satu alasan masyarakat memilih uang nominal besar (liputan6.com)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2021/04/11/liputan6-com-6072833bd541df5d684fd5a2.jpg?t=o&v=770)
Jika nilai transaksi hanya Rp1.000 atau Rp2.000, dibayarkan dengan pecahan Rp100 sebanyak 10 keping, rasanya tidak sulit menghitung kepingan koin sebanyak itu.Â
Pada dasarnya malas dan naif. Atau harus mengalami terlebih dahulu pengalaman sama sekali tidak memiliki uang, baru sadar ternyata uang recehan sekecil apa pun tetap memiliki nilai. Semoga saja tidak.
***
Sepotong ubi rebus dijual seharga Rp1.000, cukup murah. Lalu dengan antusias penjual ubi rebus, seorang ibu tua merekomendasikan ubi yang masih hangat. Kemudian dipilih 3 potong ubi, sehingga total harganya menjadi Rp3.000 saja, tidak mahal.
Tetapi ketika menerima uang, ibu tua tersebut menyahut ketus, "Nggak mau, uang recehan gitu gak laku!"
Transaksi pun batal dilakukan gara-gara si pembeli hendak membayar ubi menggunakan pecahan uang Rp100 sebanyak 30 keping. Si ibu tua lebih baik kehilangan kesempatan menjual barang dagangannya daripada menerima uang recehan, sementara si pembeli kesal karena uangnya ditolak.
Tidak bijak menolak rezeki, sepatutnya rezeki disyukuri karena merupakan anugerah hidup. Apalagi semua orang harus mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidup, bekerja atau berusaha mencari uang. Diberi uang receh? Tidak perlu pusing ambil saja, jika belum digunakan simpan baik-baik, kelak berguna.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI