Mohon tunggu...
andry natawijaya
andry natawijaya Mohon Tunggu... Konsultan - apa yang kutulis tetap tertulis..

good.morningandry@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Serius, Komedi Itu Tidak Bercanda!

15 April 2018   15:40 Diperbarui: 15 April 2018   21:02 2692
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Dokumentasi: goodnewsfromsindonesia.com)

Komedi merupakan salah satu genre yang populer di dunia hiburan. Urusan yang erat dengan tertawa ini menjadi profesi yang menghidupi para pelaku dunia hiburan. Ulah para pelakunya yang disebut dengan komedian beraksi di atas panggung guna memancing tawa penonton memang sangat menghibur.

Banyak tokoh komedian yang sukses dan menjadi legenda, untuk tingkat internasional ada The Three Stooges, Jerry Lewis, Jim Carrey, Stephen Chow.

Sedangkan komedian yang melegenda dari dalam negeri juga tak kalah pamor, sebut saja Benyamin Sueb, Bing Slamet, Jayakarta Group, Warkop DKI, untuk era masa kini masyarakat mengenal Sule atau Cak Lontong. Nama-nama tersebut menjadi jaminan kualitas humor yang disuguhkan.

Banyak komedian yang datang dan pergi di dunia hiburan, mereka mementaskan lakon humor dari panggung atau film dan memberikan hiburan kepada masyarakat yang memang lelah dan tertekan menghadapi kenyataan hidup.

Keberadaan humor yang disuguhkan para komedian memang menjadi obat bagi masyarakat untuk bersantai dan bergembira. Tetapi sesungguhnya para komedian menyuguhkan realitas hidup dalam bingkai tawa yang menggelitik.

Komedi dalam catatan sejarah

Sejak kapan komedi lahir? Nampaknya seiring dengan lahirnya peradaban manusia, karena pada dasarnya tertawa merupakan ekspresi emosi manusia yang alamiah. Mungkin sejak manusia memulai peradaban di dunia dan mereka mengenal humor, di situlah komedi mulai lahir.

Komedi sendiri berasal dari bahasa Yunani, komoidia, kemudian diserap menjadi istilah modern comedy yang didefinisikan sebagai suatu karya yang lucu yang pada umumnya bertujuan untuk menghibur, menimbulkan tawa, terutama di televisi, film, dan lawakan.

Menurut riset yang dilakukan oleh James Robson dari Open University, jejak manusia tertawa dan bersinggungan dengan humor yang pertama kali tercantum dalam literatur  secara tertulis berawal dari masa peradaban Yunani Kuno sekitar  tahun 487 SM.  

Menurut James Robson, pada masa itu masyarakat Yunani mulai mengenal humor yang dikemas dalam bentuk pertunjukan komedi. Dan mereka tertarik serta terhibur oleh ulah para pementas lakon yang menyajikan humor mulai dari lelucon tradisional hingga kritik sosial. Pada masa itu komedi juga telah menjadi bagian dari pertunjukan seni lainnya seperti musik dan drama.

Tentunya humor juga berkaitan erat dengan budaya. Setiap peradaban manusia yang melahirkan kebudayaan lokal memiliki lelucon tradisional yang khas.

Dalam sejarah nusantara, contoh tokoh humor yang melintas peradaban dan nan abadi adalah karakter Punakawan. Kwartet yang terdiri dari Semar, Gareng, Petruk dan Bagong ini kerap muncul di pertunjukan wayang dan memberikan warna humor. Keempat karakter itu disinyalir telah ada sejak zaman Kerajaan Majapahit.

(Dokumentasi: goodnewsfromsindonesia.com)
(Dokumentasi: goodnewsfromsindonesia.com)
Dalam budaya Jawa, humor atau lelucon kerap disebut dengan istilah dagelan. Dan pertunjukan dagelan ini memang menjadi pertunjukan komedi tradisional yang mengakar dan pada masanya dahulu mengalami kejayaan.

Pertunjukan seperti halnya ludruk atau ketoprak, merupakan bukti bahwa masyarakat Indonesia telah mengenal komedi sejak jaman nenek moyangnya.

Manusia harus tertawa

Genre komedi dapat dikatakan sebagai salah satu genre yang dapat diterima oleh semua kalangan, pendapat ini rasanya masuk akal karena pada dasarnya manusia memiliki ekspresi emosi yang alami dalam bentuk tertawa.

Di sisi lainnya setiap manusia pasti memiliki rasa humor, terlepas dari bagaimana selera humor yang dapat memancing gelak tawa setiap manusia.

Tertawa adalah kebutuhan dan juga keinginan. Manusia perlu tertawa karena terkait dengan sisi emosional yang keluar dalam bentuk reflek yaitu tawa. Dan sudah menjadi naluri bahwa manusia menyukai hal-hal yang lucu karena adanya rasa humor dalam diri manusia. Jadi dengan sendirinya genrekomedi akan selalu memiliki penggemar.

Tertawa merupakan ekspresi yang ternyata berkaitan dengan jaringan saraf dalam anatomi tubuh. Penelitian yang dilakukan oleh Scott Weems dari University of Maryland mengungkapkan bahwa terdapat dasar ilmiah yang membuktikan komedi memiliki hubungan dengan tubuh dan pikiran manusia.

(Dokumentasi: mirror.co,uk)
(Dokumentasi: mirror.co,uk)
Komedi dan tertawa bersifat relieve stress. Scott Weems menjelaskan bahwa komedi memberikan efek emosional yang bertolak belakang dengan perasaan kecemasan dan kegelisahan. Dan melalui tertawa, manusia dapat melepaskan beta endorfin yang mampu meredakan depresi.

Dengan tertawa disinyalir otot saraf dalam anatomi tubuh manusia menjadi lebih rileks. Sehingga dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan secara sederhana bahwa efek tertawa memberikan dampak yang positif terhadap kesehatan tubuh dan psikologis.

Realita dalam bingkai komedi

Seorang komedian terkenal Charlie Chaplin (1889-1977) mengatakan, "Hidup adalah tragedi ketika dilihat dari dekat tetapi komedi dalam jangka panjang." Gagasan komedi yang menarik banyak dilahirkan dari realita hidup. Karena melalui komedi manusia diajak untuk melihat kenyataan hidup dan fakta sosial dari perspektif berbeda. Melalui bingkai humor, fakta yang terjadi dapat lebih diterima dan dicerna oleh masyarakat. 

Dengan humor pula hal-hal yang bersifat sensitif dapat disampaikan secara lebih santai dan mengurangi kesan menghina atau melukai perasaan pihak-pihak tertentu.

Dengan berdasarkan fakta hidup dan sosial, maka komedi dapat diterima, karena dianggap masuk akal. Gagasan komedi semacam ini pula yang membuat para komedian legendaris senantiasa dikenang dan memiliki karakter yang melekat.

Berikut contoh komedian yang berhasil memberikan humor berdasarkan realita sosial:

Benyamin Sueb

Komedian yang senantiasa mengusung budaya Betawi dengan gayanya yang kocak. Tetapi lelucon dan humor Benyamin S ini sebetulnya menyampaikan pesan mengenai keberadaan masyarakat dan budaya Betawi yang senantiasa tergerus oleh kemajuan jaman.

Pada era tahun 70-an, film-film Benyamin S digemari masyarakat dan di dalam peran yang dimainkannya ia kerap menjadi karakter yang menggambarkan rakyat jelata, ditindas dan terkadang penuh kesialan, untuk mengatasi kesialannya juga Benyamin bertindak curang.

Humor Benyamin S menyampaikan isu sosial mengenai masyarakat dan budaya Betawi yang mulai tergusur, tetapi dikemas secara menarik dalam bingkai komedi.

Warkop DKI

Grup lawak legendaris yang terdiri dari Dono, Kasino, Indro ini begitu terkenal di era tahun 80-an. Film-film dan kaset humor yang menampilkan nama mereka menjadi jaminan kelarisan penjualan tiket film dan kaset humor.

Dono, Kasino, Indro merupakan komedian dengan latar belakang pendidikan mumpuni. Pada dasarnya mereka cerdas dan kritis, sehingga konsep yang diusung dalam humor mereka kerap berkaitan dengan kondisi sosial ekonomi masyarakat saat itu. Seperti halnya pembangunan, kemiskinan, politik sampai dengan pengalaman hidup pribadi mereka.

Konsep humor yang disajikan oleh Benyamin S dan Warkop merupakan contoh bahwa sesungguhnya bukan hanya sekadar bertingkah laku konyol di atas panggung dan melontarkan lelucon dangkal yang tiada arahnya. Namun lebih kepada sesuatu yang serius. Karena memang tak mudah membuat orang tertawa.

Nilai komedian

Untuk membuat penonton tertawa terbahak-bahak adalah hal yang sulit, sehingga para komedian membutuhkan usaha yang keras agar lelucon mereka diterima dan ditertawakan.

Ukuran keberhasilan dari komedian adalah seberapa banyak dan sering penonton tertawa dalam sebuah pertunjukan. Tentunya ini adalah hal yang serius, hal yang membuat komedian berpikir keras agar penonton dapat terhibur melalui ulah dan lelucon mereka.

Komedian memiliki cara dan ciri khasnya masing-masing dalam menyampaikan humor mereka. Sehingga cara dan ciri setiap komedian dapat menjadi nilai seorang komedian.

(Dokumentasi: editorial.rotten.tomatoes.com)
(Dokumentasi: editorial.rotten.tomatoes.com)
Kembali ke contoh Benyamin S. Dalam menyampaikan humor, Benyamin S menekankan pada karakternya sebagai orang Betawi tulen dengan berbagai celotehannya yang lucu. 

Sedangkan dari Warkop DKI, cara yang digunakan adalah menyampaikan pandangan dan kritik sosial dengan gaya yang nyeleneh dari para anggotanya.

Benyamin S dan Warkop DKI memiliki nilai jual yang dapat diterima oleh industri dunia hiburan serta masyarakat. Namun humor yang dijual mereka bukan humor yang kosong melompong mengandalkan kekonyolan semata, tetapi mereka memiliki gagasan yang matang.

Keseriusan mereka dalam menggarap konsep dan digabungkan dengan karakter dan serta cara humor yang disampaikan menjadikan mereka sebagai komedian sejati yang disegani.

Komedian yang hanya mengandalkan kekonyolan dan lelucon kosong, terlebih menampilkan humor yang bersifat diskriminasi dan merendahkan orang lain tidak akan bertahan lama.

Bukankah persaingan di dunia komedi juga cukup ketat? Tentunya ini membutuhkan keseriusan dalam menjajaki karir dalam dunia komedi. Sesungguhya komedi adalah sesuatu yang serius.

(Sumber literatur: Wikipedia, www.ncbi.nlm.nih.gov, www.open.ac.uk)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun