Dari regulasi yang dikeluarkan Pemerintah juga dipertegas pada ayat 2 nya tentang keberadaan perusahaan pers tersebut dengan badan hukum yang terang benderang. Oleh karena ini saya yang kala itu masih berstatus sebagai mahasiswa melihat kehadiran televisi yang terbilang masih anyar ini menjadi peluang untuk mengembangan diri, karena tvOne sedang butuh banyak sumber daya manusia untuk jadi reporter maupun presenter.Â
Saya terpilih sebagai perwakilan dari Bandung untuk bekerja di tvOne pada tahun 2010. Karena seluruh muatannya adalah berita, jadi sebagai presenter baru mendapat kesempatan untuk siaran hari di banyak program, mulai dari Kabar Pagi, Kabar Terkini hingga Program Talkshow, Apa Kabar Indonesia Pagi. Tetapi sesunggunya selama bekerja di tvOne banyak juga pengalaman di mana reporter berbenturan dengan aparat saat berada di lapangan, bahkan kala itu saya dan camera person nyaris ricuh di tengah liputan demo mahasiswa di depan Istana Merdeka. Massa yang protes akan kebijakan kenaikan BBM tahun 2013 mencoba merangsek mendekat ke wilayah ring satu, otomatis kami awak media pun juga mendekat ke lokasi kericuhan tersebut.Â
Namun oknum aparat kala itu ada yang semena-mena dan menarik peralatan tim liputan saya, Â card yang merekam tindakan pemukulan aparat ke massa pun diambil. Akibatnya persoalan ini jadi panjang, karena kami tidak bisa menyuplai berita dalam konteks breaking news pada saat itu karena alat kami disita oleh aparat.Â
Sampai akhirnya Pimpinan Redaksi mengutus Wapemred dan Manager untuk membawa kami ke Dewan Pers agar kasus ini bisa dipersoalkan. Melalui tangan Dewan Pers, karena secara UU No. 40 Tahun 1999 Pasal 15 Dewan Pers memiliki fungsi salah satunya untuk melindungi kami para jurnalis demi mendapatkan kemerdekaan pers dan mengupayakan solusi penyelesaian pengaduan dari wartawan itu sendiri ketika terjadi gesekan dengan pihak lain. Aduan kami ke Dewan Pers berbuah hasil dan aparat meminta maaf serta mengembalikan seluruh peralatan kami. Pengalaman bertemu dengan segala situasi dan narasumber menjadi sebuah hal yang sangat berharga, di satu sisi menjadi pengetahuan baru, di sisi lain mengasah diri beradaptasi cepat di lapangan.Â
Namun setelah 10 tahun bekerja di tvOne saya merasakan perubahan pola perilaku dan konsumsi berita dari khalayak, terlihat dari penuruan jumlah penonton yang diukur dari rating and share. Inovasi dan perkembangan teknologi tak bisa dilawan karena begitu 'deras', namun seiring berjalannya waktu fenomena disruptive innovation dan disruptive digital membuat redaksi melalukan perubahan dalam aktivitas pencarian berita.Â
Para pemangku program tvOne merasa bahwa disrupsi digital menjadikan arus informasi lebih cepat dan efisien sampai kepada masyarakat. Tapi kalau kontrol itu ada di platform pribadi individu maka yang punya kendali ada perorangan  tvOne, jadi posisi para jurnalis tetap menjalankan kaidah-kaidah jurnalistik dengan mengedepankan pengecekan dan pencarian data serta fakta ketika ada sebuah informasi yang beredar di dunia maya.Â
Bahkan seharusnya para jurnalis mencetuskan langkah bahwa kecanggihan teknologi akan memberikan dampak besar pada semua lini kehidupan manusia. Â Era disrupsi digital dapat memicu media konvensional 'berlari' cepat mengejar ketertinggalan aplikasi dengan menjadikan media sebagai ruang untuk disatukan dengan banyak pilihan format.Â
Istilah yang sekarang muncul adalah 'dunia dalam genggaman dengan gawai'. Jadi memang saya menggiatkan diri untuk belajar menjadi jurnalis yang multitasking. Bukan bermaksud memperdebatkan mengenai media atau jurnalis mana yang paling banyak ditonton dan dikonsumsi masyarakat tetapi lebih kepada fenomena media sosial dengan kemasan berita yang disuguhkan. Apalagi setelah Pemerintah resmi meneken Peraturan Menteri No.11 tahun 2021 soal penyelenggaraan penyiaran. Dari April 2022 hingga November 2022 lalu peralihan dari TV analog ke digital. Jika selama ini masyarakat mengakses tayangan TV melalui pemancar kini sudah tidak berlaku lagi.Â
Selain itu tayangan analog juga dinilai banyak noise dan tidak sejernih tayangan digital, tetapi akses publik terhadap digital harus menggunakan STB (Set Top Box) untuk menangkap sinya digital, mau tidak mau, suka tidak suka, semua TV termasuk tvOne melakukan pembenahan secara komprehensif, karena secara format, rasio dan peralatan juga harus mendukung siaran digital.Â
Otomatis warga yang tak bermigrasi akan kehilangan tayangan favoritnya, tvOne pun jika tidak menyesuaikan dengan perkembangan era maka akan tergilas dengan persaingan industry yang makin ketat. Saya khawatir akan nasib jurnalis kedepan, apakah masih bisa jadi tumpuan untuk mengawal kepentingan publik di tengah gempuran platform yang hadir dengan produk-produk jurnalisme?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H