BAGIAN 3 : Dari Kecewa ke Keajaiban
Aku tidak tahu kapan tepatnya tekad itu muncul. Mungkin saat aku berhasil menyanyikan lagu SHINee tanpa romanisasi, atau ketika aku mulai mengerti arti dari beberapa kata dalam drama tanpa melihat terjemahan. Yang jelas, ada satu pemikiran yang terus menggangguku---aku ingin belajar bahasa Korea dengan lebih serius.
Tapi bagaimana caranya?
Saat itu, belum banyak tempat yang menawarkan kursus bahasa Korea. Aku juga tidak mengenal siapa pun yang bisa mengajarkanku. Aku hanya punya tumpukan kertas hasil cetakan dari warnet, satu buku hadiah dari ibuku, dan semangat yang terus menyala.
Aku mulai mencari tahu apakah ada perguruan tinggi yang menawarkan jurusan bahasa Korea. Dengan koneksi internet yang tidak secepat sekarang, aku bersabar membuka satu per satu halaman pencarian. Sampai akhirnya, aku menemukan tiga universitas ternama di Indonesia yang memiliki jurusan bahasa Korea.
Namun, entah kenapa, dari ketiga nama itu, hanya satu yang melekat kuat di pikiranku---Universitas Indonesia.
Namun, aku sempat ragu. UI adalah kampus impian banyak orang, dan aku merasa kecil di hadapan persaingan yang begitu ketat.Â
Aku menceritakan keinginanku kepada ibuku, dan dengan penuh keyakinan, beliau berkata, "Kalau kamu benar-benar mau, pasti bisa." Kata-kata itu menjadi dorongan bagiku untuk belajar lebih giat.
Aku tidak tahu mengapa, tapi sejak saat itu, UI-lah yang menjadi tujuanku.
Aku memang menyukai bahasa. Dari awal masuk SMA, aku memilih jurusan bahasa karena aku ingin fokus di bidang itu. Dan ternyata, keputusanku itu membawaku pada sebuah pencapaian besar---aku meraih peringkat juara tiga Ujian Nasional tingkat Provinsi untuk jurusan bahasa.
Guru BK-ku sudah tahu sejak kelas satu bahwa aku ingin masuk UI, mengambil jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea. Mungkin karena aku sering bertanya tentang jalur masuk UI, atau karena aku selalu bersemangat saat berbicara tentang bahasa Korea.
Saat tiba waktunya mendaftar ke perguruan tinggi, aku memilih UI sebagai pilihan pertamaku melalui SNMPTN. Aku tahu, peluangnya tidak besar. Tapi aku tetap berharap.
Hari pengumuman SNMPTN tiba. Dengan jantung berdebar, aku membuka laman resmi pengumuman dan memasukkan nomor pendaftaranku.
"Maaf, Anda belum lolos seleksi SNMPTN 20XX."
Dunia seolah berhenti. Aku menatap layar laptopku tanpa berkedip. Gagal. Aku gagal.
Aku menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Tapi rasanya sulit. Aku merasa seakan mimpi yang sudah kususun sejak lama perlahan runtuh. Aku takut. Bagaimana jika aku tidak lolos di jalur lain? Bagaimana jika aku tidak bisa masuk UI?
Aku memberanikan diri memberi tahu ibuku. Aku melihat ekspresi beliau berubah, meskipun hanya sesaat. Aku tahu beliau juga sedih. Tapi kemudian, dengan suara lembutnya, ia berkata, "Tidak apa-apa, Nak. Masih ada jalur lain."
Ya, masih ada PPKB (Prestasi dan Pemerataan Kesempatan Belajar)---jalur undangan khusus dari UI. Karena prestasiku cukup baik, sekolahku mengajukan namaku untuk mengikuti seleksi ini.
**
Hari-hari setelah kegagalan SNMPTN terasa panjang. Aku masih menyimpan rasa takut. Bagaimana jika aku gagal lagi?
Lalu, tibalah hari pengumuman PPKB.
Aku bangun lebih awal dari biasanya. Setelah sholat subuh, aku duduk di depan laptop dengan tangan gemetar. Aku menutup mata sejenak, menarik napas panjang, lalu mengetik nomor pendaftaranku.
"Selamat, Anda diterima di Universitas Indonesia -- Program Studi Bahasa dan Kebudayaan Korea."
Aku terdiam sejenak, memastikan aku tidak salah lihat. Tapi huruf-huruf itu tetap terpampang di layar. Aku lulus. Aku diterima di UI.
Tanpa berpikir panjang, aku berlari keluar kamar. Ibuku masih duduk di ruang tengah, menyelesaikan doa paginya. Aku langsung memeluknya erat.
"Ibu... aku lulus..." suaraku bergetar.
Beliau membalas pelukanku, dan aku mendengar isak tangisnya. Tangis haru, tangis bahagia.
Kami berdua menangis pagi itu. Aku menangis karena mimpi yang akhirnya menjadi nyata, dan ibuku menangis karena melihat anaknya berhasil meraih impian yang sudah lama diperjuangkan.
Dari seorang anak SMA yang hanya tahu SHINee dan Boys Before Flowers, kini aku benar-benar akan belajar bahasa Korea di tempat yang kuimpikan.
Dan ini... baru permulaan.
**
Akhirnya, aku resmi menjadi mahasiswa Universitas Indonesia. Aku diterima di jurusan Bahasa dan Kebudayaan Korea yang selama ini hanya aku impikan. Setiap kali melangkah ke kampus, aku merasa seperti berjalan dalam dunia yang baru, dunia yang selalu aku impikan. Aku tidak hanya belajar bahasa Korea, tetapi juga menjelajahi budaya, sejarah, dan sastra yang dulu hanya aku ketahui melalui drama dan musik.
Hari pertama di kelas, aku merasa sangat antusias. Selama ini, aku hanya belajar sendiri, mencari tahu dari berbagai sumber. Tapi di sini, semuanya terasa lebih terstruktur. Â Hal-hal yang dulunya terasa rumit, sekarang menjadi lebih mudah dicerna.
**
Aku merasa semakin terhubung dengan dunia Korea yang selama ini hanya bisa kunikmati lewat layar ponsel dan televisi. Melalui kuliah ini, aku semakin mencintai Korea, bukan hanya lewat K-Pop dan K-Drama, tetapi juga sastra dan budaya yang kaya. Aku mulai membaca novel-novel Korea dan mencoba menikmati Webtoon, meskipun seringkali harus membuka kamus untuk memahami kata-kata baru.
Namun, itu tidak menyurutkan semangatku. Aku menikmati setiap proses belajar. Bahkan, untuk mengasah kemampuan bahasa Koreaku, aku mulai mencoba menerjemahkan novel-novel Korea ke bahasa Indonesia. Setiap terjemahan yang selesai, membuatku merasa lebih dekat dengan budaya Korea yang aku cintai. Meskipun tidak mudah, aku terus berusaha.
**
Sekarang, setelah menempuh perjalanan panjang dalam belajar bahasa Korea, aku bisa menikmati lagu, variety show, dan drama Korea tanpa hambatan. Aku bisa memahami lirik lagu tanpa harus mencari terjemahannya. Aku bisa menonton drama tanpa subtitle.Â
Namun, yang lebih penting, aku menyadari bahwa K-Pop dan K-Drama bukan sekadar hiburan. Mereka bisa menjadi jembatan bagi siapa saja yang ingin mempelajari bahasa dan budaya Korea. Tanpa sadar, mereka mengajarkan kita banyak hal---tentang struktur bahasa, ekspresi sehari-hari, hingga budaya yang melatarbelakanginya.Â
Dan bagiku, semuanya bermula dari satu lagu di pagi yang gerimis: Ring Ding Dong.
Kini, aku menyadari bahwa K-Drama adalah gerbang pertamaku ke dunia Korea, sedangkan K-Pop adalah pintu yang membawaku lebih dalam. Tanpa sadar, keduanya telah menjadi guru rahasiaku dalam belajar bahasa Korea.Â
Aku yang dulu hanya seorang anak SMP yang menonton drama lewat DVD, kini bisa menikmati drama dan musik Korea tanpa harus mencari terjemahannya. Semua berawal dari rasa penasaran, berkembang menjadi ketertarikan, dan akhirnya menjadi sesuatu yang benar-benar aku tekuni.Â
***
 Setiap kali aku membaca, menulis, atau berbicara dalam bahasa Korea, aku merasa lebih dekat dengan budaya yang dulu hanya bisa ku nikmati lewat layar TV dan musik. Kini, aku bisa merasakannya langsung---dengan bahasa yang aku pelajari, dengan karya-karya yang kutemui, dan dengan teman-teman yang sepemikiran.
Bagiku, ini bukan hanya tentang menguasai bahasa. Ini adalah perjalanan menemukan diriku sendiri, berusaha memahami dunia yang aku cintai, dan akhirnya, menjadi bagian dari itu.
FIN
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI