Namun waktu berjalan begitu cepat. kau lantas pamit untuk segera pergi. saat itu aku mengangguk padamu. Masih banyak hal yang perlu dipersiapkan katamu, dan kebetulan hari memang telah beranjak sore. Aku mengantarmu keluar, kita berjalan berdampingan menyusuri jalan setapak halaman rumahku, yang di kanan-kirinya tumbuh rumput serta bunga bougenville.Â
Dan tepat di tengah halaman itu, beberpa meter menuju gerbang pagar rumah, kau tiba-tiba saja menarik kedua bahuku. Menghadapkan wajahku pada wajahmu, lalu kau menciumku. Â Aku menahan nafas untuk sesaat karena begitu terkejut. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan saat itu.Â
Ada perasaan yang tiba-tiba mencair setelah begitu lama membeku, ia mendesak keluar bersama air mataku yang perlahan mulai menetes.Â
"Aku akan menunggumu di sana! Kita akan melewati hari-hari kuliah bersama lagi, seperti dulu. Aku berharap kau mau melanjutkan pengajuan beasiswa itu, Volin!"Â
Aku hanya menunduk, kemudian sambil menggelengkan kepala aku menatapmu. Suaraku terdengar begitu bergetar;Â
"Aku akan menikah, Bagas..! Bulan depan.." Isak tangiskupun kian tak terbendung. Kau menatapku dengan ekspresi terkejut, terdengar nada kecewa sekaligus tak percaya dalam suaramu.Â
"Rendii..?!"Â
Aku menghalau suara tangisku dengan kedua tangan. Kau segera melepaskan tanganmu dari bahuku dan melemparkan pandanganmu jauh kearah tembok halaman. Kemudian tanpa mengucapkan sepatah katapun, kau perlahan melangkah pergi meninggalkan diriku, meninggalkan hidupku.Â
Aku memandangmu untuk terakhir kalinya, dalam keikhlasan hatiku aku berkata; Bagas, mungkin kau hanya akan menjadi masa laluku, yang akan terus tumbuh di sini, di halaman rumah ini.
Â
---o0o---