Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Lalu yang Tumbuh di Halaman Rumah

5 Februari 2016   10:15 Diperbarui: 9 Februari 2016   16:39 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Aku melihat kau berdiri di depan pintu rumahku. Menggunakan kemeja berwarna biru gerau dengan kaos putih di dalamnya. Celana jeans selalu menjadi favoritmu. Sepasang sepatu kets berwarna merah dengan tali berwarna putih melengkapi gaya casualmu hari itu. Tak lupa topi hitam bertuliskan “Queen” pemberianku melekat manis di kepalamu. Semua yang kau kenakan selalu saja terlihat serasi dengan warna kulitmu yang putih bersih serta parasmu yang selalu membuatku tersipu malu. 

Ekspresi wajahmu ragu, antara ingin tersenyum namun juga ingin terlihat serius. Terus terang aku sangat terkejut mendapati kehadiranmu yang tiba-tiba itu. Meskipun ada juga sebuncah rasa senang yang tiba-tiba menyeruak dari lapisan terdalam hatiku; yang sebenarnya aku sendiri tidak menyadari kalau selama ini perasaan itu masih ada dan bersembunyi di dalam sana. Namun sebisa mungkin aku menahan diri, menahan ekspresi mukaku yang hampir merekah seperti bunga matahari yang akan mekar. 

Aku mempersilahkan kau masuk. Lalu kita duduk di ruang tamu. Kau terlihat begitu kikuk, dengan lebih banyak melihat pada majalah yang berada di atas meja daripada memandang diriku. Kemudian tanpa basa-basi seperti; menanyakan kabar karena- setelah satu tahun lulus kuliah-kita baru sekali ini bertemu lagi, kau memberikan sebuah kabar yang membuatku bahagia sekaligus sedih. 

“Volin, aku akan ke Birmingham, minggu depan. Beasiswa yang dulu kita coba-coba untuk diajukan ternyata diterima” 

Aku terkejut dengan mulut sedikit terbuka. Tatapanku tak mau lepas dari bola matamu yang bulat dan hitam. Lantas senyummu tiba-tiba saja merekah, membangunkanku dari kebisuan. Segera kuucapkan selamat padamu.     

“Selamat Bagas! Aku turut bahagia, akhirnya cita-citamu terwujud” 

“Cita-cita kita, Volin! bukankah kita dulu berencana melanjutkan pendidikan di sana? di salah satu kota di negara favorit kita?!”    

Kau kembali tersenyum padaku, aku cepat melempar pandangan ke arah jendela samping ruang tamu. 

“Kenapa Volin? Kau tidak senang mendengar berita ini?” 

Aku menarik pandanganku dan meletakannya kembali pada wajahmu yang rupawan. Aku berusaha tersenyum dan menantang diriku untuk terus berani menatap padamu. Saat itu kau terlihat punya banyak kata-kata untuk diucapkan Bagas. Terus terang aku selalu suka untuk mendengarkanmu berbicara. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun