Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Masa Lalu yang Tumbuh di Halaman Rumah

5 Februari 2016   10:15 Diperbarui: 9 Februari 2016   16:39 400
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku selalu berpikir jika pilihannya hanya dua, lalu yang mana perasaanmu padaku, Bagas? Jika suka, kenapa kau tak pernah mengutarakannya padaku? Jika tidak, kenapa sampai hari ini kau masih mau bersahabat denganku? 

Kemana-mana kita selalu berdua. Ke perpustakaan, makan di kantin, mengerjakan tugas bahkan sampai membeli buku keperluan kuliahpun kita tak terpisahkan. Semua teman-teman sudah menganggap kita sepasang kekasih. Mereka sudah tidak peduli lagi dengan penyangkalan-penyangkalanmu, Bagas. 

Kau memang menganggapku sebagai sahabat. Setidaknya itu yang selama ini kau katakan di depan mereka. Namun mereka juga sering bertanya padaku, dan aku selalu menjawab; tanya langsung saja sama Bagas. 

Kau tahu kenapa? Karena aku takut memberikan jawaban yang berbeda denganmu, Bagas. Andai kau tahu, bahwa sudah sejak lama telah kuanggap kau lebih dari sekedar seorang sahabat di hatiku. 

***

Suatu sore selepas kuliah aku melihatmu berjalan di depan ruang kuliah. Saat itu aku sedang membahas tugas kuliah dengan Dina. Kau tak menyapaku, Bagas. Mungkin karena kau tidak menyadari keberadaanku saat itu. Tapi anehnya kenapa hal itu terjadi sampai beberapa hari kedepan? 

Aku menemuimu, kita berbicara di sebuah pendopo tempat biasa mahasiwi seni tari mempresentasikan koreografi buah karya mereka. Kau menunduk sepanjang pembicaraan. Aku baru mengerti masalahnya setelah kau mulai menyebut-nyebut nama Rendi. Oh jadi itu masalahnya, pikirku. 

Tapi bukankah sebagai sahabat kau seharusnya senang mendengar aku telah memiliki kekasih, Bagas? setelah hampir empat tahun aku tak memilikinya. Lalu kenapa semua menjadi begitu bermasalah buatmu? Bukankah seperti yang selalu kau bilang bahwa kita hanya bersahabat. 

Kau ini aneh Bagas. Aku benci dengan sifat pengecutmu. Kau tak memiliki keberanian, bahkan untuk jujur pada sahabatmu sendiri. Kau seperti bukan seorang laki-laki. Kau selalu saja diam dan membuatku menunggu. 

Satu hal yang tak pernah terpikirkan olehku. Ternyata kehadiran Rendi benar-benar telah menghapus jejak-jejak persahabatan kita. Kau mulai menghindari aku Bagas. Kau mulai menghilang dari hadapanku. Bahkan meski kita berada dalam satu ruang kuliah sekalipun, kau selalu memilih tempat yang dapat menciptakan jarak dengan diriku. Seolah kau sudah tak ingin mengenalku. 

Bagas, apakah kau tahu? semua hal yang pernah kau lakukan untukku kini telah digantikan oleh Rendi. Meskipun sesekali aku masih lupa dan salah memanggil Rendi dengan namamu, Namun perlahan aku mulai terbiasa dengan semua perubahan itu. Dan kau tahu, Bagas? Rendi tidak pernah marah mengenai kesalahan-kesalahanku itu. Ia sepertinya mengerti dan memaklumi kedekatan kita sebelumnya. Bahkan aku sempat percaya kalau Rendi sebenarnya tahu bagaimana perasaanku padamu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun