Mohon tunggu...
Andri Sipil
Andri Sipil Mohon Tunggu... Insinyur - Power Plant Engineer

a Civil Engineer

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Impianku, Menerangi Indonesia

27 Oktober 2015   06:04 Diperbarui: 29 Oktober 2015   16:25 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinus merasa tidak asing dengan pertanyaan tersebut. Ya tentu saja. Ini materi fisika kelas tiga. Belum lama ia mempelajari materi ini. Ada sedikit keraguan. Namun ia tetap saja melaju. Ia tak mau peluang kemenangannya didahului oleh grup lawan. Dengan cepat Tinus mengangkat tangan. 

“ya, grup Bintang Laut!” pemandu acara menunjuk ke arah meja Tinus.

Kemudian dengan tegas ia menjawab. “Gaya Magnet pak!” 

Terjadi keheningan sesaat. Sebelum akhirnya pemandu acara mengatakan “salahh!!” 

“ya, grup Kutikula!”

“Gaya Listrik pak!”

“Benarrrrr.....!!!” dengan demikian grup Kutikula memenangi perlombaan dan meraih juara pertama. 

Tinus tertunduk. Ia tak menyangka jawabannya akan salah. Ia lunglai, lemas. Mukanya diletakan diatas meja, diatas dua tangan. Ia telah membuat sekolahnya kalah. Tepukan demi tepukan mendarat di bahunya. Ucapan selamat atas raihan juara keduapun mulai berdatangan dari teman-teman dan gurunya. Meski kemudian ia harus bisa menerima. Ia merasa ada penyesalan terhadap sebuah keraguannya. 

Ya, sebuah keraguan yang sempat mampir disaat-saat ia akan menjawab pertanyaan terakhir tadi. Keraguan yang tidak sempat ia pastikan dalam belajarnya tadi malam. Tidak sempat membuka buku-buku pelajaran kelas tiga. Karena ia terlanjur tertidur kelelahan. Ini karena semalam tak ada listrik. ya listrik. Karena “gaya listrik” pula ia kalah. Tinus mulai menyalahkan keadaan. dan tiba-tiba saja saat itu ia sangat membenci mendengar kata listrik. 

***

Tinus menyusuri jalan pulang menuju rumah. Ia menolak ikut rombongan sekolah. Ia masih kesal pada dirinya karena tak mendapat juara pertama. Ia ingin marah kepada tiang listrik. Melampiaskan kekesalannya itu pada batang-batang besi hitam yang berjajar congkak dipinggir jalan, seolah tak punya salah. Setiap tiang yang ia temui dihadiahkannya makian-makian Mamak. Sesekali ia menendang keras seolah-olah tiang itu bisa merasakan sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun