Sebuah jalan setapak yang berbeda dari jalan-jalan setapak yang ada di tepi sawah bukannya? Iya. Hampir gak ada rumah warga di sepanjang jalan menuju ke sana. Kalo dilihat dari jejak yang ada di atas permukaan jalannya, kelihatan sebenarnya kalo jalan ini adalah jalan yang aktif dilalui, dan bukan cuma dilalui sama manusia, tapi terlihat juga jejak kendaraan yang melintasinya. "Oh, mungkin itu jejak kendaraan wisatawan."Â
Pikiran di atas gak salah, tapi masih kurang penjelasannya. Apalagi setelah jalan beberapa menit, yang saya kira gak bakal nemuin rumah warga di sana, ternyata salah. Ada satu rumah di sisi kanan jalan (kalo arahnya dari jalan masuk tadi).Â
Sebuah rumah sederhana yang didiami oleh beberapa orang. Saya diminta untuk ke sana oleh dua orang ibu yang lagi bercakap di atas dipan. "Mas, mau ke mana? Mau ke dalam? Sini, beli dulu tiket masuknya." Ya, ternyata rumah itu jadi lokasi penjualan tiket masuk buat ke benteng ini. Tiket seharga Rp 5.000 jadi bukti masuk ke lokasi ini.
Persis di depan rumah itu, ada banyak MCK yang kalo dihitung mungkin belasan jumlahnya. Tapi, sayangnya MCK itu gak terawat dan terbengkalai, dengan ornamen-ornamen MCK yang udah mulai rusak. Hmm... kesan pertama yang muncul, kok agak seram ya.Â
Ditambah lagi, pas ke sini keadaan benteng ini sepi, gak ada wisatawan lainnya. Di lain hal, kok, ada beberapa baju tergantung di lantai dua benteng ini. Yang kalo saya perhatiin, itu baju masih dipake, dan kondisinya kayak lagi dijemur setelah dicuci. Dan itu masih jadi pertanyaan.
Benteng yang dibangun pada masa pemerintahan Raja Willem II ini punya pintu masuk yang cukup pendek buat bangunan sebesar ini, dan bentuk pintu masuknya membulat di bagian atasnya.Â
Dari langkah pertama saat masuk dari pintu ini, hingga sampai di bagian dalam bentengnya, kita harus menghabiskan beberapa belas langkah. Itu artinya, benteng ini "tebal". Ya, namanya juga benteng. Kesan pertama saat masuk ke benteng ini, "Wah, udah usang dan seram ya."
Dinding-dinding benteng usang dan rapuh di berbagai sisinya ini seolah menyapa kehadiran saya dengan sambutan "mau apa ke sini?"Â Dinginnya suasana di dalam benteng, dan sepinya suasana seluruh benteng, mulai menaikkan rasa ngeri berada di lokasi ini.Â
Tapi, benteng yang pembangunannya makan waktu kurang lebih 19 tahun dan baru selesai pada tahun 1853 ini, bikin saya mikir lain kalo sebenarnya benteng ini masih dipake.Â
Pertama, karena ada jemuran yang tergantung di lantai dua benteng ini, kedua dengan adanya mobil terparkir di salah satu lorong benteng ini, dan terakhir adanya tempat sampah yang ada di beberapa sudut benteng ini, dan itu sampah baru. Tapi, kok sepi?