"Film itu gambaran kehidupan. Kau tahu?"
"Memang film apa yang kamu tonton?"
"Film Biru. Hahahaha" Si Supir angkot tertawa panjang karena jawabannya sendiri.
***
Di sebuah penginapan murah yang berada di daerah perbukitan, seorang laki-laki duduk di balik meja resepsionis. Tangan kanannya menggenggam bolfoin dan dihadapannya tergeletak selembar kertas yang telah terisi dengan kata-kata. Beberapa baris kalimat nampak disana, sebuah puisi. Dia hendak mengisi kertas di hadapannya dengan sebuah puisi perpisahan yang akan dia berikan kepada pacarnya. Kisah asmara yang hampir 5 tahun dia jalani akan dia akhiri.
Dia menatap sekitar, tembok, langit-langit, jam, pot bunga dan bahkan satpam yang berdiri di depan pintu utama dengan harapan mendapatkan kata-kata yang cocok untuk dia tuliskan. Dia berfikir keras untuk puisi yang akan membuat pacarnya dijuluki bekas pacarnya. Dia tidak ingin suratnya berisi puisi yang terkesan murahan meskipun dengan puisi itu mungkin akan membuat pacarnya menjadi wanita murahan sebab kesucian diri sang pacar telah menjadi sebuah kenangan.
"Ngapain kamu?" Tanya seorang teman kerja yang tiba-tiba muncul.
Si Laki-laki yang duduk dibalik meja resepsionis tidak memperhatikan. Dia juga tidak menjawab pertanyaan itu.
Dari depan meja resepsionis, Si teman kerja mencoba menginguk apa yang sedang dilakukan oleh Si Laki-laki yang duduk di balik meja resepsionis.
"Kamu menulis puisi? Hari gini masih nulis puisi. Buat siapa? Cewek? Hahahaha..." Si teman kerja tertawa panjang melihat apa yang sedang dilakukan oleh Si Laki-laki yang duduk di balik meja resepsionis.
"Bisakah kau diam? Dasar cerewet!"