Mohon tunggu...
Andri Asmara
Andri Asmara Mohon Tunggu... Musisi - Penulis

Musik adalah serpihan bebunyian surga yang jatuh ke dunia.

Selanjutnya

Tutup

Music Artikel Utama

Musik adalah Matematika yang Berbunyi

11 Oktober 2019   00:27 Diperbarui: 11 Oktober 2019   05:47 1464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi peralatan musik. (shutterstock)

Saya pernah bertanya kepada murid ekstra musik saya di akhir sesi pembelajaran, begini: "Apa alasan kalian untuk memilih ikut ekstra musik?; Salah satu dari mereka pun menjawab, "refreshing dari matematika pak."

Jawaban yang sangat lugu, natural, dan spontan. Lalu hanya saya tanggapi dengan gelak tawa dan berakhirlah kegiatan ini. Sampai dirumah, jawaban bocah itu masih terngiang di kepala. Benarkah mereka memilih refreshing dari pelajaran matematika dengan cara bermusik?

Lalu saya juga pernah menjumpai pernyataan macam itu waktu awal masuk sekolah. Sekolah saya dulu merupakan SMK yang mempunyai jurusan musik. Lalu salah satu teman saya ditanya Ibu guru dalam sesi perkenalan di kelas. Guru bertanya, "Mas, kenapa dulu mau masuk sekolah musik ? pengen jadi musisi orkestra ?

Dan teman saya menjawab, "alasan pertama adalah menghindari matematika bu! "

Sontak seisi kelas tertawa terbahak-bahak mendengar jawaban teman saya. Seolah memang mewakili apa yang mereka rasakan juga.

Musik dan Matematika. Kedua hal yang dipandang seolah berseberangan. Musik adalah soal olah jiwa, sedangkan matematika olah logika kata kebanyakan orang. 

Musik digunakan sebagai hiburan, sedangkan matematika menjadi ilmu ukur. Musik soal bunyi dan matematika soal angka.  Musik menawarkan kebebasan sedangkan matematika menawarkan kerumitan.

Perbandingan-perbandingan seperti itu lantas semakin menjauhkan korelasi antara musik dan matematika. Ada batas disitu, ada kontras, dan ada jarak. 

Seolah musik tidak bisa disandingkan dengan matematika. Mereka berbeda, berjauhan, dan berseberangan, dan tidak mungkin untuk bersatu. Tapi apa benar?

Apa jawaban tadi terlontar dari murid saya karena ia sangat lelah dengan tetek bengek matematika? Lalu melepas penat bermain musik yang mengundang sukacita? 

Tinggal jreng, nyanyi, teriak-teriak, dan hilanglah kerumitan matematika yang dipusingkan. Dan apakah jawaban teman saya juga karena paranoid dengan kerumitan matematika ?

Namun itu sangat manusiawi menurut saya. Setiap manusia yang berada di suatu sistem pasti memerlukan break untuk menyenangkan jiwa. Kebetulan musik adalah media yang tepat disitu. Musik menawarkan kesenangan-kesenangan yang mudah diterima oleh manusia. 

Konon, harmoni yang tersusun di dalam musik mampu melepaskan zat endorphin didalam tubuh, sehingga pikiran terasa lebih tenang. Lalu beat / irama yang ada di dalam musik mampu melemaskan syaraf otot yang kaku sehingga pinggul ikut bergoyang mengikuti irama.

Jika direnungkan, musik hadir sebagai karya seni dari manusia tidak serta merta untuk hanya sekedar sebagai hiburan. Di dalamnya ada suatu ilmu, suatu kerangka yang bisa dibedah. 

Musik mempunyai banyak disiplin ilmu yang dikandung. Musik tidak hanya tercipta melalui wahyu, disitu ada sistem yang bisa di program seluas mungkin untuk menciptakan kebaruan.

Maka sekolah dan perguruan tinggi musik diciptakan karena disana kita dikenalkan dengan berbagai disiplin ilmu musik yang layak untuk tidak mendapatkan diskriminasi. 

Layak disandingkan dengan ilmu fisika, matematika, dan yang lainnya yang menjadi standarisasi ujian nasional. Karena ilmu musik terus mencari kebaruan dan menopang perkembangan evolusi berpikir manusia dalam kehidupannya.

Di sisi lain, matematika tidak selalu tentang angka. Matematika adalah tentang mencari persamaan. Matematika adalah tentang berpikir logis. Dan matematika adalah tentang menemukan pola dari yang sebelumnya tidak berpola. Ini merupakan esensi dari matematika kata Sujiwo Tejo.

Menemukan pola berarti bersinggungan dengan apa yang disebut harmoni. Harmoni merupakan keseimbangan, keselarasan dari suatu bentuk. 

Di dalam musik, harmoni adalah tentang susunan nada  yang membentuk suatu keselarasan bunyi. Selaras tidak selalu bersifat teratur, dan seimbang tidak selalu mengenai kesimetrisan bukan?

Unsur-unsur tersebut ada di dalam disiplin musikologi. Beririsan juga dengan estetika, serta kompositoris, ilmu yang dipakai komposer dalam mengolah musik. 

Semua ini dalam rangka menjabarkan isi dari musik itu sendiri serta apa yang mempengaruhinya. Jadi musik kalau dikaji makin dalam, disitu kita menemukan esensi matematika yang merupakan kerangka utama dari wujudnya.

Phytagoras adalah manusia yang mencari matematika di dalam musik. Tanpa matematika, mungkin musik tidak dapat dibedah, dan otomatis musik tidak berkembang. 

Musik hanya mengandalkan intuisi dari manusia. Dan ada masanya intuisi itu akan habis. Musik juga tidak dapat diajarkan di sekolah-sekolah. Musik menjadi tidak universal lagi.

Lalu sebenarnya yang dicari murid saya dari pernyataannya apa ? Menurut saya ia tidak butuh tentang musiknya, melainkan bermain musiknya. Tentang kegiatannya melepas penat, apalagi bersama teman-teman. Musik yang ia maksud tentulah musik yang bisa membuat terhibur. Musik yang membuat senang, bukan musik yang dilihat secara satu cabang keilmuan.

Jadi, sebenarnya bermusik untuk menghindari matematika adalah sebuah paradoks. Di dalamnya musik ada matematika. Bahkan kata para pakar, matematika adalah orkestranya kehidupan. 

Di sana  ada beragam perbedaan namun  yang dicari adalah persamaan. Serupa dengan semangat "Bhineka Tunggal Ika" yang dipunyai bangsa ini, yang selalu menjadi tolak ukur toleransi dan perdamaian antar suku. Dan satu lagi kata para pemikir, bahwa "musik adalah matematika yang berbunyi."

-Andri Asmara-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun