Hasilnya adalah kelompok dengan tingkat penurunan kinerja berkelompok tertinggi adalah kelompok pertama, dibanding kelompok kedua ketika jumlah partisipan ditambahkan (Ingham, Levinger, and Graver 1974). Â Ingham dkk menyimpulkan bahwa penyebab perilaku kedua kelompok ini dimungkinkan karena faktor motivasi daripada efek koordinasi terhadap penurunan kinerja tim (Ingham, Levinger, and Graver 1974).Â
Selain itu, pada tahun 1979, dilakukan eksperimen oleh Bibb Latane dkk, dengan tujuan yang sama tetapi berbeda dengan eksperimen sebelumnya, yang oleh Latane (1979) menggunakan metode tepuk tangan dan berteriak yang dilakukan secara individu dan berkelompok.Â
Dari eksperimen Latane dkk, dapat disimpulkan bahwa kelompok bisa menjadi penghambat kinerja individu dalam melakukan tugas kelompok sehingga banyak individu mengurangi kinerja mereka dalam berkelompok (Latane, Williams, and Harkins 1979). Hasil dari penelitian Latane memberi jawaban bagi Bibb Latane untuk membuat definisi dari social loafing, yaitu penurunan usaha individu dalam tugas berkelompok daripada pengerjaan tugas secara individu.
Dengan melihat sejarah penelitian terhadap kemalasan sosial atau social loafing, dapat kita telisik berbagai faktor yang menyebabkan seorang individu melakukan pengurangan usaha saat tugas kelompok. Faktor pertama ialah faktor internal, yaitu faktor yang muncul dari diri individu, seperti kepribadian dan motivasi.Â
Kepribadian setiap individu berbeda dalam menyikapi pengerjaan tugas secara berkelompok, contohnya individu dengan tingkat keterbukaan atau openness dan tingkat membantu sesama atau agreeableness yang tinggi cenderung tidak melakukan social loafing dibanding yang kedua tingkat lebih rendah, sedangkan individu yang mempunyai sifat extraversion atau ekstrovert cenderung melakukan usaha saat berkelompok atau jarang melakukan social loafing (Hariyadi and Atikah 2019).Â
Selain kepribadian, motivasi setiap individu bisa menentukan apakah seseorang bisa melakukan social loafing, dimana Karau dan Williams berpendapat bahwa individu yang lebih termotivasi cenderung mengurangi social loafing, sedangkan mereka yang kurang termotivasi berkemungkinan tinggi melakukan social loafing, serta mereka menemukan fakta bahwa puncak motivasi individu ketika individu tersebut yakin tujuan mudah dicapai dan opini dihargai (Williams and Karau 1993).Â
Faktor eksternal yang membuat individu cenderung melakukan social loafing adalah faktor pembagian tugas dan faktor sifat kelompok. Pembagian tugas kelompok yang terkadang tidak jelas biasanya membuat individu lain yang mempunyai kecondongan social loafing akan melakukannya karena mereka bingung dengan pembagian tugas dan pengerjaannya yang bisa juga disebabkan pemahaman mereka terhadap tugas yang masih kurang.Â
Selain itu, jika sifat individu cenderung bermalas-malasan, maka berdampak ke individu lain untuk mengurangi upayanya sehingga upayanya sama dengan orang lain (Jackson and Harkins 1985). Dampak dari social loafing menurut berbagai riset yang telah dilakukan menunjukkan seringkali condong kearah negatif, dimana social loafing yang dilakukan beberapa individu bisa berefek buruk pada hubungan dengan individu lain pada suatu kelompok.
Melihat dampak dari social loafing terhadap hubungan antarindividu, maka seharusnya terdapat solusi dan upaya untuk mengurangi social loafing dalam pengerjaan tugas berkelompok. Menurut Dan J. Rothwell, dari kutipan Wikipedia , terdapat tiga motivasi C: Collaboration, Content, dan Choices (Rothwell 2016).Â
Kolaborasi atau Collaboration adalah bagaimana cara mengumpulkan anggota tim dalam pengerjaan berkelompok dengan pembagian tugas untuk setiap anggota dan saling berbagi insight secara terus-menerus. Kedua, Konten atau Content adalah bagaimana menggali tugas secara spesifik pada anggota tim  agar mempunyai keterlibatan dalam pengerjaan tugas.
Ketiga, Pilihan atau Choices yaitu membebaskan anggota tim untuk memiih tugas yang bisa diselesaikan agar mendorong mereka bekerja sebagai tim. Selain strategi 3C-motivation tadi, bisa dilakukan dengan strategi lainnya, seperti: mengurangi free-rider yang biasanya anggota yang hanya menumpang nama atau hanya memberi sedikit pekerjaan dengan membagi pembagian tugas secara adil; menunjukkan sikap keterlibatan dengan menghargai kerja antaranggota tim; tentukan tujuan, standar, dan aturan dengan spesifik agar setiap anggota tahu apa yang dilakukan dan kinerja kelompok meningkat jika semua anggota berkontribusi; langkah terakhir yaitu mengevaluasi setiap rekan dengan memantau, mengkritik atau mengomentari setiap kontribusi yang dilakukan anggota tim dengan baik dan tidak menyinggung (Thompson 2014).