Mohon tunggu...
Andrian Kharisma
Andrian Kharisma Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa yang suka nyambi apa aja

Work Hard & Be Nice To People

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemerdekaan dari Kursi Roda

17 Agustus 2018   15:27 Diperbarui: 17 Agustus 2018   20:59 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: merdeka.com)

Padahal jumlah penyandang disabilitas tidaklah sedikit, LPEM FEB Universitas Indonesia pada tahun 2016 pernah melakukan  penelitian terhadap penyandang disabilitas. Secara nasional jumlah  mereka mencapai 12,15 persen dari total penduduk Indonesia. Jika total penduduk 250 juta, maka ada lebih dari 30 juta penduduk Indonesia yang menjadi penyandang disabilitas.

Dari sisi pendidikan, kondisinya lebih mengkhawatirkan. Sebab, 45,74  persen di antaranya tidak pernah atau tidak lulus SD, jauh dibandingkan  non-penyandang disabilitas yang sebanyak 87,31 persen berpendidikan SD  ke atas. Dan ternyata jumlah penyandang disabilitas ini lebih banyak perempuan yaitu 53,37 persen. Sedangkan sisanya 46,63 persen adalah  laki-laki.

Di tingkat pendidikan tinggi, diskriminasi terhadap penyandang disabilitas sempat terjadi dalam mekanisme Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) 2014. Pada bagian  daftar perguruan tinggi berserta jurusannya, tertera beberapa opsi  persyaratan untuk calon mahasiswa yang mendaftar.

Ada tujuh kode  persyaratan, yakni; tidak tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa,  buta warna sebagian, buta warna keseluruhan maupun sebagian.  Dengan berbagai perlakuan diskriminatif tersebut, tak heran jika  penyandang disabilitas yang mengenyam pendidikan tinggi. 

Yuhina sempat mempertanyakan isi dari UU penyandang disabilitas. Karena pada bagiaan keenam Pasal 10 disebutkan tentang hak pendidikan penyandang disabilitas. Salah satu poinnya: "Hak pendidikan untuk  penyandang disabilitas meliputi hak: (c) mempunyai kesamaan kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan bermutu pada satuan pendidikan di semua  jenis, jalur, dan jenjang pendidikan".

UU Disabilitas mewajibkan pemerintah dan swasta mempekerjakan penyandang  disabilitas. Tapi bagaimana mereka bekerja di industri jika misalnya, pendidikannya pun hanya tidak tamat SD atau sama sekali tidak sekolah.  

Belum lagi mereka seringkali mendapat perlakuan diskriminasi dari lingkungannya. Sehingga orang tua yang punya anak dengan kebutuhan  khusus enggan menyekolahkannya.

Memandang penyandang disabilitas sebagai suatu hal yang memalukan, menyusahkan bahkan aib adalah stereotip yang harus dibuang jauh-jauh dari pikiran kita. Berhenti menatap mereka iba dan perlakukan mereka seperti manusia pada umumnya. Mereka masih bisa berprestasi, berkarya dan berjaya di tengah keterbatasan yang dimiliki.

Contohnya saja di bidang olahraga, David Jacobs berhasil menyumbangkan tiga medali emas di Paralimpiade London 2012, olimpiade khusus bagi mereka penyandang disabilitas. David juga menjadi satu-satunya atlet pertama yang berhasil menyumbangkan medali untuk Indonesia di Paralimpiade.

Selain David Jacobs di tenis meja, penyandang disabilitas Indonesia juga cukup disegani di level  internasional. Atlet lainnya yang  menorehkan nama di percaturan olahraga internasional adalah Christian H.  Sitompul dan Stephanie Handojo. 

Christian Sitompul tercatat sebagai pemegang  medali emas Olimpiade Tunagrahita Dunia di Yunani pada 2011. Christian  meraihnya pada nomor renang gaya bebas 50 meter. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun