Mohon tunggu...
Andrian Kharisma
Andrian Kharisma Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswa yang suka nyambi apa aja

Work Hard & Be Nice To People

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Kemerdekaan dari Kursi Roda

17 Agustus 2018   15:27 Diperbarui: 17 Agustus 2018   20:59 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: merdeka.com)

Yuhina awalnya merasa frustasi dan beranggapan bahwa dunianya hancur jika dia tidak bisa berjalan dengan normal. Namun setelah bertemu dengan penyandang disabilitas yang mengalami penderitaan yang lebih parah, Yuhina menganggap keterbatasan ini sebagai suatu anugerah.

Anugerah karena dirinya masih memiliki harapan untuk kembali berjalan dengan normal. Yuhina adalah seorang organisator dan aktivis saat duduk di sekolah menengah atas. 

Hal ini membuat Yuhina memiliki pemikiran kritis dan mampu menuangkan pemikirannya dengan baik secara lisan maupun tulisan. Seringkali Yuhina menulis di blog pribadinya dan menguatkan kawan-kawan sesama penyandang disabilitas dengan ceritanya.

Masih hangat betul di ingatannya, seorang ibu pengguna kursi roda yang menceritakan pengalamannya berpawai dengan ratusan penyandang disabilitas. Pada 18 Mei 2017, penyandang disabilitas melakukan pawai dari Bundaran Patung Kuda Silang Monas menuju Istana Negara, Jakarta. 

Mereka yang sudah susah harus susah payah lagi teriak di jalanan, menyampaikan aspirasi agar hak-haknya benar-benar dipenuhi pemerintah. Mereka juga menuntut pemerintah untuk segera membentuk Komisi Nasional  Disabilitas (KND) yang independen untuk memastikan terimplementasinya  penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak penyandang disabilitas.

Sudah tiga tahun berlalu, sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas disahkan. Kehadiran UU tersebut diharapkan bisa memberikan hak dan kesempatan yang lebih baik bagi penyandang  disabilitas di Indonesia, mulai dari hak untuk hidup, mendapatkan pekerjaan, pendidikan, hingga kemudahan mengakses fasilitas umum.

Salah satu poin penting dari UU tersebut ialah tentang pembentukan Komnas Disabilitas yang bertugas melaksanakan  pemantauan, evaluasi, advokasi pelaksanaan penghormatan, pelindungan dan  pemenuhan hak-hak penyadang disabilitas. Semua tugas bakal dilaporkan  kepada Presiden. Komnas Disabilitas harus terbentuk tiga tahun setelah  UU disahkan atau maksimal pada Maret 2019.

Realitanya, Komnas Disabilitas belum juga rampung pembentukannya oleh pemerintah. Tanpa adanya Komnas Disabilitas, penerapan hak-hak para penyandang disabilitas terancam hanya diam di atas kertas.

Yuhina beropini, pemerintah masih saja belum mengerti apa arti disabilitas dan masih memandang mereka dengan sebelah mata. Padahal sudah seharusnya pemerintah memperhatikan betul dan menjadi fasilitator yang baik untuk para penyandang disabilitas setelah pemerintah merativikasi konvensi PBB tentang hak-hak penyandang disabilitas tahun 2007 lalu.

Masih saja banyak orang yang menganggap penyandang disabilitas sebagai pihak yang hanya harus dikasihani, tanpa peduli dengan hak dan kesempatan mereka sebagai warga negara. Pemerintah seakan-akan terlalu fokus dengan masalah lain sampai lupa bahwa hak penyandang disabilitas juga dilindungi oleh undang-undang.

Pemerintah seperti terlalu serius memperbaiki jalan raya hingga lupa merenovasi trotoar yang sudah tidak ramah dengan penyandang disabilitas. Penyandang disabilitas terlihat seperti dianggap sebelah mata oleh pemerintah dan juga masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun