Mohon tunggu...
andriana rumintang
andriana rumintang Mohon Tunggu... Administrasi - menyukai rangkaian kata yang menari dalam kisah dan bertutur dalam cerita. Penikmat alunan musik dan pecinta karya rajutan

never stop learning

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Kala Asap Meranggas ke Urat Nadi Kotaku

19 September 2019   08:57 Diperbarui: 19 September 2019   09:08 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tinggalkan Riau!

Ayo ngungsi.

 Dimana jual oksigen?

 Sampai kapan asap ini?

 Anakku sakit batuk-pilek, susah bernafas.

 Itulah pembicaraan kami di WA group alumni SMUN 8 Pekanbaru. Semua seputar asap. Bagaimana tidak, asap sudah sangat mengganggu aktifitas masyarakat dan juga berdampak bagi kesehatan, pendidikan dan perekonomian masyarakat. Bahkan kota kami, Pekanbaru yang sering disebut kota bertuah terancam kabut asap tak henti. Kota yang identik dengan lagu lancang kuning seolah-olah kuningnya memudar karena asap. Anak, ibu, bapak, tua, muda menjerit pedih dan perih karena asap. Memang secara langsung saya  tidak mengalami  dampak asap karena tidak lagi menetap disana, tapi ketika mendengar kabar dari orangtua dan saudara yang masih tinggal di Pekanbaru, perih hati mendengar dampak asap bagi mereka.

sumber ; WAG
sumber ; WAG
Jangan ditanya lagi sudah berapa kali kota kami terkena bencana kabut asap karena kebakaran hutan dan lahan. Sebelum masa pemerintahan bapak Jokowi, kabut asap pun tak bosan mengunjungi. 

Di saat musim kemarau panjang, terjadi kebakaran hutan dan lahan. Entah sudah berapa banyak kerugian yang dialami. Namun sepertinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) seakan-akan dianggap hal yang wajar. 

Selalu mengalami pengulangan. Padahal hutan sangat penting bagi kehidupan. Sebagai sumber penghasil oksigen (O2), penyedia sumber air, tempat habitat flora dan fauna dan penjaga keseimbangan alam.

Berdasarakan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), luasan lahan yang terbakar selama Januari-Agustus 2019 mencapai 328.724 hektar yang terjadi di enam provinsi yaitu Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan tengah dan Kalimantan Selatan.

Titik-titik api yang muncul sejak dini seharusnya dipadamkan sebelum menjadi ratusan titik api yang mengakibatkan asap dan udara yang tidak sehat.  Asap juga mampir ke negara tetangga Malaysia dan Singapura. 

Kabut asap juga membuat kalut penyelenggara Grand Prix Formula 1 di Singapura, 20-22 september 2019. Bagaimana mengadakan acara jika asap masih berkuasa?

Dimana pemerintah? Dimana gubernur, bupati, walikota, camat, kapolres, kapolsek? Semua masyarakat bertanya. Hal itu adalah pertanyaan yang wajar, karena ketika kabut asap mengganggu seolah-olah hak untuk mendapatkan udara yang baik dikebiri oleh oknum-oknum tertentu. Ketika hendak mengadu, seolah-olah hanya mendengar tanpa respon. 

Itulah hal yang dirasakan oleh masyarakat pada umumnya. Bahkan karena asap ini, banyak teman yang mengatakan menyesal memilih kepala daerah yang sekarang karena respon pemimpin yang diberikan bahkan pembahasan sampai kepada pemilihan presiden yang telah lewat. Begitulah asap dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan termasuk kehidupan berpolitik. Bahkan tak jarang ada yang mengambil keuntungan dari bencana asap tersebut.

Ketika sedang menulis tulisan ini, saya mendapat informasi bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sedang persiapan penaburan garam untuk menurunkan hujan. 

Upaya pemadaman karhutla juga dilakukan dengan pembasahan lahan gambut. Tentunya diharapkan bencana karhutla segera berlalu, namun perlu proses karena titik api sudah sangat menyebar.

Dampak bencana karhutla

Jika ditanya dampak karena asap sungguh sangatlah banyak. Asap pekat dari karhutla mengancam kesehatan warga. Berdasarkan data pusat krisis kesehatan kementrian kesehatan penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA ) di Riau pada 1-15 september 201 mencapai 15.346 orang. Belum lagi di daerah lain yang terkena dampak kabut asap. 

Bukan hanya terkena ISPA saja, iritasi dan sakit mata pun juga banyak dialami bahkan juga tercatat terdapat korban jiwa (news.detik.com). Selain berdampak pada kesehatan, perjalanan transportasi darat dan udara juga terganggu. Banyak jadwal penerbangan yang batal dan dialihkan dikarenakan asap mengganggu jarak pandang. Entah berapa kerugian ekonomi yang dialami. Sekolah-sekolah diliburkan untuk mengindari aktifitas di luar rumah. 

Tentu dampak tersebut bukan hanya dirasakan oleh manusia saja, kehidupan flora dan fauna terancam. Sudah berapa banyak fauna yang mati karena kebakaran hutan tersebut. Merusak habitat hidup mereka. Dapat menyebabkan kepunahan fauna contohnya orang utan dan harimau Sumatra. (regional.kompas). Akibatnya keseimbangan lingkungan akan terganggu, pemanasan global terjadi, kekeringan  dan bisa mengundang bencana-bencana berikutnya. Siapa yang dirugikan dari keadaan ini? 

Sungguh sangat disayangkan kerugian yang dialami. Manusia mengalami kerugian karena ulah manusia sendiri. Menurut kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, kebakaran huta dan lahan terjadi 99% akibat ulah manusia. Hal ini tentu bisa kita cegah jika setiap manusia dan instansi tempat manusia bekerja memiliki budaya sadar bencana.  

Oknum pribadi maupun korporasi membuka  lahan perkebunan dengan membakar lahan baik untuk kepentingan pribadi maupun korporasi. 

Ada juga karena persaingan politik. Menteri kordinator politik,hukum dan keamanan Wiranto mengatakan, seperti yang terjadi di Palangkaraya. Motif politik dalam kaitan dengan pemilihan kepala daerah.

 Demi kepentingan pribadi dan golongan mereka abai dengan kepentingan masyarakat umum. Padahal kita sama-sama memilki alam ini yang akan diteruskan ke anak cucu kelak.  Alam bersahabat dengan kita jika kita jaga alam, alam jaga kita.

Untuk bersahabat dengan alam, kita perlu menjaganya dan juga mencegah tindakan yang dapat merusak alam, kenali bahayanya kurangi resikonya sehingga kita siap untuk selamat di bumi ini.

Apa yang harus dilakukan untuk mencegah karhutla?

Cinta lingkungan adalah salah satu cara untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan. Jika setiap individu memiliki rasa cinta terhadap alam, maka dia akan berusaha menjaga alam. Dimana pun dia ditempatkan, walaupun dia berada dalam suatu badan usaha yang memiliki kepentingan dengan kebakaran hutan. Untuk menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan juga merupakan suatu usaha yang panjang dan perlu sejak dini. Beberapa cara yang dapat dilakukan :

  • Menanam pohon/tumbuhan. Setiap rumah punya tanaman ataupun tumbuhan. Jika terbatas pekarangan untuk menanam/lahan sempit, mungkin urban farming bisa jadi pilihan. Penghijauan ataupun kebiasaan tanam yang dimulai sejak dini dari keluarga membuat cinta lingkungan dan tumbuhan hingga dewasa kelak.

majalahasri.com
majalahasri.com
  • Sosialisasi tanam juga bisa dimulai di sekolah untuk menumbuhkan cinta lingkungan dengan adanya praktek langsung siswa terlibat dengan alam. Misalnya memasukkan pelajaran tentang tumbuhan dan praktek tanam sebagai salah satu mata pelajaran dalam kurikulum. 
  • Ketika sedari kecil terbiasa mencintai tanaman dan tumbuhan, maka sampai dewasa pun akan memiliki kecintaan akan tanaman dan dapat melestarikan lingkungan sekitarnya.

madiunkota.go.id
madiunkota.go.id
           

 Contoh : negara Filipina yang membuat sebuah rancangan undang-undang yang akan mewajibkan siswa sekolah untuk menanam 10 pohon           sebagai syarat kelulusan. Mereka menyebutnya Undang-undang warisan kelulusan untuk lingkungan. (internasional.kompas.com).  

  • Sanksi yang tegas kepada pelaku pembakaran lahan. Baik korporasi maupun individu. Untuk itu, pemerintah harus tegas. Penegakan hukum harus dilakukan tanpa pandang bulu supaya hal seperti ini tidak terulang terus menerus. Karhutla seolah-olah hal yang wajar berulang dari tahun ke tahun, pelaku pembakaran perlu diberikan sanksi yang jelas dan tegas.
  • Menyiagakan masyarakat peduli api (MPA) dan meningkatkan keterlibatan perusahaan di sekitar area lahan/hutan yang rentan terjadi kebakaran..
  • Sikap peduli dari tingkat pemerintahan terendah sekalipun. Ketika bencana ada, dan pemimpin justru pergi ke luar kota ataupun ke luar negeri dengan alasan kerja atau apalah, tentunya masyarakat merasa pemerintah tidak perduli. Dimulai dari pemerintahan terkecil RT, RW, lurah, camat, bupat, walikota, gubernur hendaknya cepat tanggap dan peduli akan keadaan sekitarnya.
  •  Membuat hotline posko kebakaran hutan dan lahan. Mencegah lebih baik dari pada memadamkan kebakaran. Ketika api kecil hendaknya langsung dipadamkan sehingga tidak menimbulkan dampak lebih besar.

Begitu banyak cara untuk bisa menjaga alam. Kita jaga alam, alam jaga kita. Semua cara dan ide bisa dilakukan asal dari hati memiliki kecintaan terhadap lingkungan, kecintaan terhadap bumi pertiwi. 

Yuk, kita mulai dari diri sendiri dan memberikan dampak pada sekitar. Sebagai anak negeri yang tumbuh dan besar di Riau, saya sungguh prihatin dan rindu kembalinya tuah dan segarnya kota. Kembalinya keceriaan masyarakat dan udara yang segar.  Saya tutup tulisan ini dengan puisi untuk kotaku.

Rebah Lancangku

Lancangku kuningku, tidak berlayar lagi

Bertuah kotaku terancam kabut tak henti

Kini, Kuning Lancangku memudar

Rebah lancangku karena asap

Bertuah perih

            Anak, Ibu, Bapak, Tua, Muda menjerit..

            Perih..Pedih.. Sakit..    

            Lancangku rebah karena asap,

            Kuningku pudar karena asap, 

             Kabut asap meliputi tuah kotaku

Rinduku akan hujan, rinduku akan matahari

Rinduku akan kesejukan, rinduku akan udara segar

Rindu terjawab oleh kabut asap yang meranggas hingga ke urat nadi

Menjatuhkan raga dan nafas

            Aku mau kuningku menari dengan zapin dan menghias rambutku dengan bunga dan daun

            Aku mau berlayar bersama lancangku mengalun embun, menuai ceria

            Aku mau kotaku kembali bertuah, permai,

            Semesta segar gembira, kabut asap hilang diiring cinta anak negeri

#TangguhAward2019

#KitaJagaAlam#ALamJagaKita

#KenaliBahayanyaKurangiResikonya

#BudayaSadarBencana

#SiapUntuk Selamat

Sumber referensi :

www.bnpb.go.id

news.detik.com

internasional.kompas.com

Koran kompas/selasa 17 september 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun