Kabut asap juga membuat kalut penyelenggara Grand Prix Formula 1 di Singapura, 20-22 september 2019. Bagaimana mengadakan acara jika asap masih berkuasa?
Dimana pemerintah? Dimana gubernur, bupati, walikota, camat, kapolres, kapolsek? Semua masyarakat bertanya. Hal itu adalah pertanyaan yang wajar, karena ketika kabut asap mengganggu seolah-olah hak untuk mendapatkan udara yang baik dikebiri oleh oknum-oknum tertentu. Ketika hendak mengadu, seolah-olah hanya mendengar tanpa respon.Â
Itulah hal yang dirasakan oleh masyarakat pada umumnya. Bahkan karena asap ini, banyak teman yang mengatakan menyesal memilih kepala daerah yang sekarang karena respon pemimpin yang diberikan bahkan pembahasan sampai kepada pemilihan presiden yang telah lewat. Begitulah asap dapat mempengaruhi segala aspek kehidupan termasuk kehidupan berpolitik. Bahkan tak jarang ada yang mengambil keuntungan dari bencana asap tersebut.
Ketika sedang menulis tulisan ini, saya mendapat informasi bahwa Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sedang persiapan penaburan garam untuk menurunkan hujan.Â
Upaya pemadaman karhutla juga dilakukan dengan pembasahan lahan gambut. Tentunya diharapkan bencana karhutla segera berlalu, namun perlu proses karena titik api sudah sangat menyebar.
Dampak bencana karhutla
Jika ditanya dampak karena asap sungguh sangatlah banyak. Asap pekat dari karhutla mengancam kesehatan warga. Berdasarkan data pusat krisis kesehatan kementrian kesehatan penderita infeksi saluran pernafasan akut (ISPA ) di Riau pada 1-15 september 201 mencapai 15.346 orang. Belum lagi di daerah lain yang terkena dampak kabut asap.Â
Bukan hanya terkena ISPA saja, iritasi dan sakit mata pun juga banyak dialami bahkan juga tercatat terdapat korban jiwa (news.detik.com). Selain berdampak pada kesehatan, perjalanan transportasi darat dan udara juga terganggu. Banyak jadwal penerbangan yang batal dan dialihkan dikarenakan asap mengganggu jarak pandang. Entah berapa kerugian ekonomi yang dialami. Sekolah-sekolah diliburkan untuk mengindari aktifitas di luar rumah.Â
Tentu dampak tersebut bukan hanya dirasakan oleh manusia saja, kehidupan flora dan fauna terancam. Sudah berapa banyak fauna yang mati karena kebakaran hutan tersebut. Merusak habitat hidup mereka. Dapat menyebabkan kepunahan fauna contohnya orang utan dan harimau Sumatra. (regional.kompas). Akibatnya keseimbangan lingkungan akan terganggu, pemanasan global terjadi, kekeringan  dan bisa mengundang bencana-bencana berikutnya. Siapa yang dirugikan dari keadaan ini?Â
Sungguh sangat disayangkan kerugian yang dialami. Manusia mengalami kerugian karena ulah manusia sendiri. Menurut kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo, kebakaran huta dan lahan terjadi 99% akibat ulah manusia. Hal ini tentu bisa kita cegah jika setiap manusia dan instansi tempat manusia bekerja memiliki budaya sadar bencana. Â
Oknum pribadi maupun korporasi membuka  lahan perkebunan dengan membakar lahan baik untuk kepentingan pribadi maupun korporasi.Â