Mohon tunggu...
Andri Kurniawan
Andri Kurniawan Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Tulislah apa yang kamu pikirkan, cintailah apa yang menjadi milikmu. Kita semua berjalan menuju kesuksesan dengan caranya masing-masing, sebab ada yang harus dinanti, didoakan, serta diusahakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Taubatnya Seorang Pemabuk

30 Juni 2024   19:45 Diperbarui: 30 Juni 2024   19:50 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di sudut kota yang selalu sibuk, hiduplah seorang pria bernama Bagus. Hidupnya penuh dengan kenangan pahit dan kebiasaan buruk yang menghantui setiap langkahnya. 

Sejak remaja, Bagus akrab dengan minuman keras. Awalnya hanya untuk bersenang-senang, tetapi lama-kelamaan menjadi pelarian dari kenyataan hidup yang tidak ia sukai.

Setiap hari Bagus bekerja sebagai buruh di sebuah pabrik kecil. Pekerjaan itu monoton, penuh tekanan, dan bayaran yang diterimanya tidak seberapa. Bagus merasa terjebak dalam rutinitas yang tak berujung. 

Ketika malam tiba, ia melarikan diri ke bar langganannya, tempat di mana ia menghabiskan sebagian besar hidupnya. Di sana, ia berteman dengan botol demi botol minuman keras yang selalu menemaninya hingga dini hari.

Di bar tersebut, Bagus sering duduk sendirian di pojok ruangan, menatap kosong ke arah dinding yang dipenuhi poster-poster lusuh. Bagus adalah pemabuk ulung.

Setiap tegukan minuman membawanya menjauh dari kenyataan, memberinya sedikit kedamaian di tengah kegalauan yang ia rasakan. Ketika efek minuman mulai hilang, kesepian dan rasa putus asa kembali menghantamnya dengan keras.

Pada suatu sore yang kelabu, Bagus pulang dengan langkah gontai setelah menghabiskan waktu seharian di pabrik. 

Langit mendung menambah berat beban di pundaknya. Di perjalanan pulang, ia melewati sebuah taman kecil. Di tengah taman tersebut, ada sebuah bangku tua yang tampak sepi. Bagus merasa lelah dan memutuskan untuk duduk sejenak di bangku itu.

Saat duduk di sana, ingatannya melayang pada masa kecilnya. Bagus teringat akan keluarganya, terutama ibunya yang selalu menyayanginya tanpa syarat. Ia teringat bagaimana ibunya selalu mendoakannya setiap malam, berharap anaknya bisa tumbuh menjadi pria yang baik dan berguna. Harapan itu tampaknya telah pupus sejak lama. Bagus merasa ia telah mengecewakan semua orang yang mencintainya.

Sore itu, ketika matahari mulai tenggelam, Bagus kembali tersadar dari lamunannya. Ia melanjutkan perjalanan pulang dengan perasaan yang semakin berat. 

Sesampainya di rumah, ia menemukan rumah itu kosong dan sepi. Istrinya telah pergi meninggalkannya beberapa bulan yang lalu, tak sanggup lagi menghadapi kebiasaan buruk suaminya. Anak-anaknya pun ikut dibawa pergi, meninggalkan Bagus sendirian dalam kesedihan yang mendalam.

Dalam kesunyian malam itu, Bagus merasakan kekosongan yang begitu besar di hatinya. Ia duduk di meja makan, memandang botol minuman yang selalu setia menemani. Kali ini ia merasa muak. Bagus merasa hidupnya tidak ada artinya lagi. Ia teringat akan masa lalu, saat-saat indah bersama keluarganya sebelum semuanya berubah.

Dengan tangan gemetar, Bagus meraih botol minuman itu dan membuangnya ke tempat sampah. Ia merasa sudah saatnya untuk berubah. 

Bagus tidak tahu harus mulai dari mana. Bagus merasa begitu terpuruk dan tak berdaya. Ia teringat akan masjid kecil yang sering dilewatinya setiap hari dalam perjalanan pulang dari pabrik.

Keesokan harinya, saat pagi masih dingin, Bagus memutuskan untuk pergi ke masjid itu. Ia merasa canggung dan malu, namun hatinya memanggil untuk mendekat. 

Bagus masuk ke dalam masjid yang sepi. Ia duduk di sudut ruangan, menundukkan kepala dan mulai menangis. Air mata mengalir deras di pipinya, mencurahkan segala penyesalan dan kesedihan yang selama ini ia pendam.

Di dalam masjid yang tenang itu, Bagus merasakan kedamaian yang sudah lama hilang dari hidupnya. Ia teringat akan doa-doa ibunya, dan untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama.

Bagus mulai berdoa. Ia memohon ampun kepada Tuhan atas segala kesalahannya, memohon petunjuk dan kekuatan untuk bisa berubah menjadi lebih baik.

Sejak hari itu, Bagus mulai rutin datang ke masjid. Ia belajar tentang agama, mencoba memahami makna hidup dan tujuan sebenarnya. 

Hari demi hari, ia merasa hatinya semakin tenang dan damai. Kebiasaan buruknya perlahan mulai ditinggalkan. Setiap kali godaan untuk minum datang, Bagus mengingat kembali doa-doa ibunya dan kedamaian yang ia rasakan di dalam masjid.

Bagus juga berusaha memperbaiki hubungannya dengan keluarganya. Ia menulis surat kepada istrinya, meminta maaf atas segala kesalahan yang telah ia perbuat. 

Bagus menyadari bahwa butuh waktu untuk mengembalikan kepercayaan yang telah hilang, namun ia bertekad untuk tidak menyerah. Ia ingin keluarganya tahu bahwa ia telah berubah dan ingin memperbaiki semuanya.

Proses taubat Bagus tidaklah mudah. Ia menghadapi banyak rintangan dan godaan. Namun, setiap kali ia merasa lemah, ia selalu ingat akan masa lalu dan doa-doa yang pernah dipanjatkan untuknya. Bagus merasa bahwa ia tidak sendirian dalam perjuangan ini. Ia memiliki Tuhan yang selalu mendengar dan memberi kekuatan.

Bulan demi bulan berlalu, dan Bagus merasakan perubahan besar dalam hidupnya. Ia menemukan pekerjaan baru yang lebih baik, dan hubungannya dengan keluarganya perlahan mulai membaik. 

Istrinya melihat ketulusan dalam usaha Bagus untuk berubah, dan mereka mulai membuka lembaran baru dalam hidup mereka.

Suatu sore, ketika matahari tenggelam dengan indah di ufuk barat, Bagus duduk di teras rumahnya, memandang ke arah langit yang berwarna jingga. Ia merasa bersyukur atas segala yang telah ia alami. Meskipun perjalanan hidupnya penuh dengan liku-liku dan kesalahan, Bagus merasa bahwa setiap langkah yang ia ambil menuju taubat adalah langkah yang penuh berkah.

Bagus menyadari bahwa hidupnya kini lebih berarti. Ia tidak lagi mencari pelarian dalam minuman keras. Sebaliknya, ia menemukan kedamaian dalam doa dan hubungan yang lebih dekat dengan Tuhan. 

Taubatnya telah membawa cahaya baru dalam hidupnya, dan Bagus bertekad untuk terus berjalan di jalan yang benar, tanpa pernah menoleh kembali ke masa lalu yang kelam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun