Desa Sukamaju adalah desa yang damai, tersembunyi di kaki gunung dengan sawah yang menghampar hijau dan sungai yang mengalir tenang.Â
Faktanya, desa ini menyimpan berbagai misteri yang selama bertahun-tahun hanya menjadi bisikan di antara warganya.Â
Ketika sekelompok mahasiswa datang untuk melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN), mereka tidak pernah menyangka bahwa pengalaman mereka akan berubah menjadi sebuah tragedi.
Kelompok KKN terdiri dari lima mahasiswa dari berbagai jurusan. Ada Dita, seorang mahasiswa antropologi yang penuh semangat untuk meneliti kebudayaan lokal. Aldi, mahasiswa teknik yang selalu ingin memperbaiki infrastruktur desa.Â
Siska yang merupakan mahasiswa kesehatan yang ingin mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis.Â
Lebih lanjut, Reza mahasiswa pertanian yang berharap bisa membantu meningkatkan hasil panen. Sementara Nanda, mahasiswa seni yang ingin mengajarkan anak-anak desa berbagai keterampilan kreatif.
Hari-hari awal mereka di Sukamaju berjalan lancar. Warga desa menyambut mereka dengan ramah, memberikan tempat tinggal yang nyaman dan selalu siap membantu.Â
Pada siang hari, para mahasiswa bekerja di proyek-proyek mereka, sementara malam hari mereka habiskan dengan merencanakan kegiatan selanjutnya.
Ketenangan itu mulai berubah ketika Dita menemukan buku catatan tua di rumah Pak Wiryo, kepala desa. Buku itu berisi catatan tentang sejarah desa, termasuk cerita-cerita mistis dan beberapa kejadian aneh yang terjadi bertahun-tahun lalu.Â
Dita tertarik dengan sebuah cerita tentang "Pembunuhan di Malam Bulan Purnama", di mana seorang wanita muda ditemukan tewas secara misterius di tengah sawah. Pembunuhan itu tidak pernah terpecahkan dan pelakunya tidak pernah ditemukan.
Dita merasa ada sesuatu yang aneh dengan cerita itu. Setiap malam, dia terus membaca buku catatan tersebut, mencari petunjuk yang bisa menjelaskan kejadian itu.Â
Teman-temannya mulai khawatir karena Dita tampak semakin terobsesi dan seringkali begadang untuk membaca.
Suatu malam, ketika bulan purnama menyinari desa, Dita memutuskan untuk pergi ke sawah tempat kejadian pembunuhan itu terjadi. Dia merasa ada sesuatu yang harus dia temukan di sana. Dengan hati-hati, dia berjalan melewati jalan setapak yang gelap, hanya ditemani cahaya bulan.
Ketika dia sampai di tengah sawah, dia merasakan sesuatu yang aneh. Suasana terasa sangat sunyi, tidak ada suara binatang malam atau angin yang berhembus. Tiba-tiba, dia merasakan hawa dingin di belakangnya. Sebelum dia sempat berbalik, sebuah bayangan gelap muncul dan menyerangnya. Dita berusaha melawan, tetapi bayangan itu terlalu kuat. Dalam hitungan detik, semuanya menjadi gelap.
Keesokan harinya, teman-teman Dita mulai khawatir karena dia tidak kembali. Mereka mulai mencari di seluruh desa, bertanya pada warga, tetapi tidak ada yang melihatnya sejak malam sebelumnya.Â
Tidak lama berselang mereka menemukan jejak langkah Dita yang mengarah ke sawah. Dengan perasaan cemas, mereka mengikuti jejak itu.
Di tengah sawah, mereka menemukan tubuh Dita tergeletak di tanah, tidak bernyawa. Ada bekas luka di lehernya yang terlihat seperti bekas cakaran. Teman-temannya terpaku ketakutan, tidak percaya bahwa Dita telah meninggal dengan cara yang begitu tragis.
Warga desa segera berkumpul di tempat kejadian. Pak Wiryo tampak sangat terguncang. Dia mengenang kembali kejadian bertahun-tahun lalu yang sangat mirip dengan apa yang menimpa Dita. Warga desa mulai berbisik-bisik, mengaitkan kematian Dita dengan legenda pembunuhan di malam bulan purnama.
Polisi setempat datang untuk menyelidiki, tetapi mereka tidak menemukan petunjuk yang jelas. Tidak ada tanda-tanda perlawanan selain luka di leher Dita. Desa Sukamaju kembali diselimuti oleh ketakutan dan misteri.
Teman-teman Dita bertekad untuk mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mereka mulai mencari tahu lebih dalam tentang sejarah desa dan cerita-cerita mistis yang pernah mereka dengar.Â
Mereka menemukan bahwa wanita yang dibunuh bertahun-tahun lalu adalah seorang dukun yang dituduh mempraktikkan ilmu hitam. Beberapa warga percaya bahwa arwahnya masih gentayangan dan menuntut balas.
Reza yang awalnya skeptis, mulai merasakan ada sesuatu yang tidak beres. Dia teringat bahwa Dita selalu membawa buku catatan tua itu. Mereka memutuskan untuk memeriksa buku itu lagi, mencari petunjuk yang mungkin mereka lewatkan.Â
Di halaman terakhir, mereka menemukan sebuah gambar simbol yang aneh, seolah-olah itu adalah kunci untuk mengungkap misteri ini.
Mereka menemui Pak Wiryo dan menunjukkan simbol itu. Wajah Pak Wiryo pucat ketika melihatnya. Dia menceritakan bahwa simbol itu adalah tanda dari sebuah sekte rahasia yang pernah ada di desa tersebut. Sekte itu dipimpin oleh dukun wanita yang dibunuh, dan mereka melakukan ritual-ritual gelap untuk mendapatkan kekuatan supranatural.
Warga desa takut mengungkapkan kebenaran ini karena khawatir akan ada kutukan. Mereka mengubur rahasia itu bersama dengan tubuh wanita tersebut, berharap desa akan damai. Kematian Dita menunjukkan bahwa masa lalu tidak bisa begitu saja dilupakan.
Dengan berat hati, teman-teman Dita memutuskan untuk melakukan ritual pemurnian yang diajarkan oleh Pak Wiryo. Mereka berharap bisa menghentikan arwah yang gentayangan dan memberikan kedamaian bagi Dita.Â
Pada malam berikutnya, di bawah sinar bulan purnama yang sama, mereka berkumpul di tempat yang sama, membawa bahan-bahan ritual dan hati yang penuh keberanian.
Mereka mengucapkan mantra yang diajarkan, menyalakan lilin-lilin dan membakar kemenyan. Suasana di sekitar mereka terasa berat, seolah-olah arwah wanita itu hadir di sana. Angin bertiup kencang dan suara-suara aneh terdengar dari kejauhan. Meski diselimuti rasa takut, mereka tetap melanjutkan ritual dengan penuh keyakinan.
Tiba-tiba, sosok bayangan gelap muncul lagi, namun kali ini lebih jelas. Sosok itu tampak seperti seorang wanita dengan mata yang penuh kebencian. Mereka melanjutkan mantra dengan suara yang semakin keras. Cahaya lilin tampak berkelip-kelip, hampir padam, tetapi akhirnya cahaya itu semakin terang dan sosok bayangan itu mulai memudar.
Setelah beberapa saat, suasana menjadi tenang kembali. Angin berhenti bertiup dan suara-suara aneh menghilang. Mereka merasakan kelegaan yang luar biasa. Ritual telah selesai, dan mereka berharap arwah wanita itu kini telah tenang.
Mereka kembali ke desa dengan perasaan campur aduk. Meskipun kehilangan Dita masih menyakitkan, mereka merasa telah melakukan sesuatu yang penting untuk menghormati ingatan temannya dan mengakhiri kutukan yang menghantui desa Sukamaju.
Hari-hari berikutnya, mereka menyelesaikan tugas KKN dengan perasaan yang lebih damai. Meskipun mereka tahu bahwa pengalaman ini akan selalu membekas dalam ingatan mereka, mereka merasa bahwa kehadiran Dita akan selalu ada, menjadi bagian dari desa yang kini telah dibebaskan dari bayang-bayang masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H