Di halaman terakhir, mereka menemukan sebuah gambar simbol yang aneh, seolah-olah itu adalah kunci untuk mengungkap misteri ini.
Mereka menemui Pak Wiryo dan menunjukkan simbol itu. Wajah Pak Wiryo pucat ketika melihatnya. Dia menceritakan bahwa simbol itu adalah tanda dari sebuah sekte rahasia yang pernah ada di desa tersebut. Sekte itu dipimpin oleh dukun wanita yang dibunuh, dan mereka melakukan ritual-ritual gelap untuk mendapatkan kekuatan supranatural.
Warga desa takut mengungkapkan kebenaran ini karena khawatir akan ada kutukan. Mereka mengubur rahasia itu bersama dengan tubuh wanita tersebut, berharap desa akan damai. Kematian Dita menunjukkan bahwa masa lalu tidak bisa begitu saja dilupakan.
Dengan berat hati, teman-teman Dita memutuskan untuk melakukan ritual pemurnian yang diajarkan oleh Pak Wiryo. Mereka berharap bisa menghentikan arwah yang gentayangan dan memberikan kedamaian bagi Dita.Â
Pada malam berikutnya, di bawah sinar bulan purnama yang sama, mereka berkumpul di tempat yang sama, membawa bahan-bahan ritual dan hati yang penuh keberanian.
Mereka mengucapkan mantra yang diajarkan, menyalakan lilin-lilin dan membakar kemenyan. Suasana di sekitar mereka terasa berat, seolah-olah arwah wanita itu hadir di sana. Angin bertiup kencang dan suara-suara aneh terdengar dari kejauhan. Meski diselimuti rasa takut, mereka tetap melanjutkan ritual dengan penuh keyakinan.
Tiba-tiba, sosok bayangan gelap muncul lagi, namun kali ini lebih jelas. Sosok itu tampak seperti seorang wanita dengan mata yang penuh kebencian. Mereka melanjutkan mantra dengan suara yang semakin keras. Cahaya lilin tampak berkelip-kelip, hampir padam, tetapi akhirnya cahaya itu semakin terang dan sosok bayangan itu mulai memudar.
Setelah beberapa saat, suasana menjadi tenang kembali. Angin berhenti bertiup dan suara-suara aneh menghilang. Mereka merasakan kelegaan yang luar biasa. Ritual telah selesai, dan mereka berharap arwah wanita itu kini telah tenang.
Mereka kembali ke desa dengan perasaan campur aduk. Meskipun kehilangan Dita masih menyakitkan, mereka merasa telah melakukan sesuatu yang penting untuk menghormati ingatan temannya dan mengakhiri kutukan yang menghantui desa Sukamaju.
Hari-hari berikutnya, mereka menyelesaikan tugas KKN dengan perasaan yang lebih damai. Meskipun mereka tahu bahwa pengalaman ini akan selalu membekas dalam ingatan mereka, mereka merasa bahwa kehadiran Dita akan selalu ada, menjadi bagian dari desa yang kini telah dibebaskan dari bayang-bayang masa lalu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H