Hari-hari berikutnya Budi menjadi pelanggan tetap di toko kue Lia. Setiap kali ia datang, mereka selalu mengobrol ringan tentang banyak hal, mulai dari pekerjaan hingga hobi. Lia mulai merasa nyaman dengan kehadiran Budi. Ia merasa Budi adalah sosok yang menyenangkan dan perhatian.
Suatu sore, Budi mengajak Lia untuk berjalan-jalan di taman kota. Mereka duduk di bangku taman, menikmati angin sepoi-sepoi sambil bercanda tawa.Â
"Lia, aku senang bisa mengenalmu. Kota ini menjadi lebih menyenangkan dengan adanya dirimu," kata Budi dengan tulus.
Lia tersipu mendengar ucapan itu.
"Aku juga senang bisa mengenalmu, Budi. Kamu membuat hariku lebih berwarna," jawab Lia dengan jujur.
Sejak saat itu, hubungan mereka semakin dekat. Lia merasa ada harapan baru dalam hidupnya. Ia mulai membuka hati untuk cinta yang tak disangka-sangka datang dari seorang pria asing yang baru ia kenal. Sayang, kebahagiaan itu tidak berlangsung lama.
Esoknya, Budi menerima kabar bahwa ia harus kembali ke Jakarta karena ada proyek penting yang membutuhkan kehadirannya.Â
Budi merasa bimbang karena ia sudah merasa nyaman tinggal di kota kecil ini, terutama setelah mengenal Lia.
"Lia, aku harus kembali ke Jakarta. Tapi, aku tidak ingin kehilanganmu. Aku sangat menyukaimu," kata Budi dengan raut wajah sedih.
Lia merasa hatinya hancur mendengar kabar itu.Â
"Budi, aku juga menyukaimu. Tapi, aku tidak bisa meninggalkan toko ku ini. Ini hidupku," jawab Lia dengan air mata berlinang.