Rumah-rumah reyot dengan pintu dan jendela yang sudah hancur, jalanan yang dipenuhi rumput liar, dan suasana yang begitu sunyi seolah waktu berhenti di sana.Â
Angin yang berhembus lembut membawa suara-suara aneh yang terdengar seperti bisikan-bisikan roh yang tak tenang.
Rina merasakan hawa dingin yang menusuk tulang saat mereka melangkah lebih dalam ke desa itu.Â
"Apa kalian merasa ini ide yang bagus?" tanya Rina dengan suara gemetar.
Budi mencoba tetap tenang. "Kita di sini hanya untuk melihat-lihat. Jangan biarkan rasa takut menguasai kita."
Agus, yang biasanya paling pemberani di antara mereka, kini terlihat lebih waspada.Â
"Aku rasa kita harus tetap bersama dan tidak berpisah," katanya.
Mereka mulai menjelajahi rumah-rumah yang ditinggalkan. Setiap langkah terasa berat dan penuh ketegangan.Â
Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki di belakang mereka. Mereka berbalik, tetapi tidak ada siapa-siapa. Suara itu terus terdengar, semakin dekat. Ketiganya saling berpandangan dengan tatapan penuh ketakutan.
"Aku rasa kita tidak sendirian di sini," bisik Rina.
Langit mulai gelap, menambah keangkeran suasana desa. Mereka memutuskan untuk bermalam di salah satu rumah yang tampak lebih kokoh.Â