Setiap hari, ia kembali berkeliling jalanan kota dengan gerobak tua, mencari barang bekas untuk dijual. Namun, kini hatinya terasa berat dan penuh dengan penyesalan.
Ibunya, Maria sangat sedih melihat putranya kembali ke kehidupan yang keras dan tidak pasti. Namun, tanpa opsi lain yang tersedia, mereka terpaksa menerima kenyataan pahit ini.
Hari demi hari berlalu, dan Rian terus menjalani hidupnya sebagai pemulung cilik. Setiap kali ia melihat anak-anak lain pergi ke sekolah dengan senyum di wajah mereka, ia merasa semakin hancur dan tertekan. Mimpi untuk mendapatkan pendidikan yang layak kini terasa semakin jauh dari jangkauannya.
Untuk kesekiankalinya, dalam kesedihan dan keputus asaan, Rian bertanya-tanya apakah hidupnya akan pernah berubah.
Tanpa dukungan dan kesempatan yang diberikan kepada mereka yang kurang mampu, ia merasa terjebak dalam lingkaran kemiskinan yang tidak berujung.
Kisah Rian mengingatkan kita bahwa terkadang dalam kehidupan, bahkan dengan tekad dan semangat yang kuat, kita tetap bisa terhalang oleh tantangan yang sulit.Â
Tanpa sistem pendidikan yang inklusif dan dukungan bagi mereka yang kurang mampu, banyak potensi yang terbuang sia-sia.
Semua bertanya, dimana Rian berada, semua mata menyebutnya "Konoha" yang tercinta.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H