Aku membalas tatapan para prajurit lainnya dan mereka mengerti baha mereka langsung bekerja. Ada yang menghaluskan anak tangga dan ada juga yang memakukan anak tangga dengan badan tangga seolah yang tadi tidak ada apa-apa.
Aku kembali ke tempat untuk membuta tanggaku. Aku menyeelsaikan anak tangga terakhir yang ditempekan pada badan tangannya. Aku segera mengangkat tangga ke atas dan merapatkannya ke dinding yang menghadap ke depan. Aku memggoyangkan tangga dan memastikan tangga-tangga tersebut kuat. Aku langsung menaikinya perlahan dan waktu dekat dengan bibir parit aku langsung melonggok, Artileri mereka masih terus menyerang kami dan tidak terlihat topi dari pasukan Australia,.
Para pasukan yang lan juga sudah menyelsaikan tugasnya . Mereka juga sudah menaruh tangga di dinding dan mereka mencoba tangga tersebut.
Abdul Khoir juga berada di sampingku dan ia pun tampaknya bangga. Dengan dekatnya aku dengan Abdul Khoir itu mengundang kebencian di mata Jengis. Mungkin ia berpikir karena sesama Arab kami membelsa satu sama lainnya. Ia tidak memahami bahwa komandan Ilham yang juga orang Turki tidak menyetujui perbuatannya.
Seharusnya ia berkaca bahwa tidak ada lagi perbedaan antara Turki dan Arab. Jengis naik dan rupanya tangganya tidak kuat dan iapun langsung terjatuh. Seluruh prajurit menertawakan tingkah Jenggis dan Jenggis yang terlentang tidak ada yang bantu. Abdul Khoir langsung meyongsong dan mengulurkan tangan .
Aku kira Jengis akan ternyuh dan akan berdamai namun tidak ia malah melengs dari tangan Abdul Khoir, Abdul Khor tampak kecewa namun sedikit tersenyum karena ia sudah mau membantu pikirnya. Perkara ia tidak diterima itu soal lain. Abdul Khoir sudah bisa melupakan perlakukan buruk dari Jengis dan ia menyadari semuanya tidak penting untuk membenci orang. Sementara Jengisbertolak belakang seperti tetap mendendam,
Meriam Baru Australia
Kami belum pernah menghancurkan meriam pasukan Australia namun mereka sudah menambahnya lagi. Â Ada tambahan meriam yang dibawa melalaui kapal angkut mereka yang melalaui Selata Daradanella. Aku mendengar peluit yang sangat kencang seperti peluit yang panjang ketika menghantarkan Ibrahim berlayar kembali ke kampung halamanku.
Meriam tersebut sekitar 75 mm . Meski itu meriam yang kecil pada zamannya namun bukan berarti meriam tersebut sangat lemah. Meriam tersebut sudah membunuh sekitar 1/4 dari peleton kami. Ketika mereka mengenai sasaran yang tepat maka mereka tidak akan memberikan pengampunan pada nyawa orang yang terkena terkecuali peluru tersebut tidak meledak.
Ada beberapa kasus meriam-meriam tidak melontarkan peluru yang tidak hidup seperti yang terjadi sekitar 10 hari yang lalau. Sebuah pryektil meriam meluncur dan masuk ke dalam lubang. Ada seoang prajurit yang bernama Hakan langsung membekap meriam tersebut untuk mengorbankan diri namun peluru tersebut tidak meledak sama sekali. Kalau saja peluru tersebut meledak maka hal itu akan membuat seluruh tentara ini meninggalmeski ada yang sudah menutupi bom tersebut.
Kami semuanya bertakbir setelah mengetahui proyektil meriam 75 mm tersebut tidak meledak. Sekali lagi Allah telah memberikan karomah pada kami. Selain kekuranga personil kami juga kekurangan meriam. Meriam yang ada masih jauh dari kami. Kalau mereka mau menembak kita menjadi terlindungi. Memnag perang ini mahal sekali. Satu peluru meriam saja bisa bernilai ratusan dollar yang bisa menutupi gaji seorang prajrit. Lebih banyak amunisi yang dihamburkan untuk melawan musuh.