Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ismail the Forgotten Arab [Bagian Ke-20]

19 Agustus 2017   11:17 Diperbarui: 19 Agustus 2017   11:21 295
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Setelah Essad Pasha   

Setelah Essad Pasha mengunjungi kami dua hari yang lalu ada perubahan strategi yang harus kami terapkan. Kaki meyakini bahwa kami harus menguatkan pertahanan kami di tempat ini kurang.

Salah satu masalah adalah personil. Dengan jumlah yang sedikit ini kami hanya sanggup mengisi separuh area. Esad berjanji akan menambah pasukan kami di tempat ini. Ia langsung menuliskan surat kepada Pimpinan Angkatan Darat agar menurunkan sekitar 15 prajurit. Melihat keseriusan Esad tersebut aku yakin Mulazim Ilham akan memperoleh pasukan tersebut yang akan berjaga di sepanjang parit musuh.

Esad memuji kehebatan dari Ilham yang mampu bertahan dengan sedikit pasukan namun Ilham sendiri memanfaatkan hal ini untuk meminta penambahan pasukan sebab dalam jangka waktu yang tidak lama pasukan musuh bisa saja datang dan merebut pertahanan mereka tersebut.

Ilham memang pandai mengatur waktu dan ia mampu juga menghadapi trik musuh. Kadang ia memerintahkan penyerangan sebelum mereka menyerang terlebih dahulu. Ilham memanfaatkan elemen kejutan.

Ia baru saja keluar dari bungkernya untuk melihat situasi di depan parit. Sepertinya ia sedang ingin berbicara dengaku

"Aku harus membuat parit yang lebih kuat. Kita akan membutuhkan banyak sekali tenaga dalam hal ini. Kau mau kau menggilir"

"Aku akan laksanakan tuan. Saya akan susun jadwal terlebih dahulu. Aku kira pasukan akan bersemangat menggali daripada menunggu"

Menunggu adalah hal yang membosankan bagiku. Seperti halnya menunggu sapi yang merumput di padang luas. Kadang susah juga untuk mengisi kegiatan karena terasa beban mengawasi sapi-sapi tersebut.

"Baiklah, aku juga sudah bosan. Bahkan aku akan menggali jika pekerjaan administrasiku tidak terbengkalai. Aku akan menyuruh Khoirul untuk terus menulis apa saja yang menjadi berita dalam pertempuran di sini"

"Baiklah tuan, aku pikir nanti aku akan sesuaikan jadwal"

"Kalau aku pikirkan kita akan lama. Aku khawatir hal yang sama saja dengan yang terjadi di Eropa dimana kedua belah pihak Jerman dan Perancis tidak berhasil maju dalam perang tersebut yang ada hanya sebuah tempat  yang menyeramkan. Beberapa saat sebelum kita ke sini ada seorang perwira yang turut memantau keadaan Perancis. Perancis memang berhasil membangun garis pertahanannya sehingga mereka bisa bertahan. Mereka menggunakan beberapa tekhnologi untuk mengalahkan musuh. Praktis tidak ada yang bisa menembus sama sekali benteng mereka kecuali mereka lengah"

Aku membayangkan perang di Galipoli akan sama halnya dengan wilayah Eropa. Hal ini menjadikan suram namun aku optimis saja segalanya akan berakhir. Bukankah pihak Inggris menang maka kami yang kalah karena pasukan kami sudah begitu lemah. Namun meski nantinya kami kalah. Aku harus berbuat dan tidak membolehkan mereka untuk masuk ke tempat ini

"Pasti menyeramkan di wilayah Eropa dan korban berjatuhan. Bukankah pihak Inggris akan ikut dalam perang tersebut"

"Tentu saja setelah mereka mendeklarasikan perang dengan Jerman maka mereka mempunyai kesatuan untuk menyerang Jerman secara bersamaan. Termasuk  juga bantuan persemakmuran dengan negeri-negeri kolonialisme mereka"

"Mengenai pasukan kita apakah tuanku percaya Essad akan mengabulkan permintaan kita"

"Essad orang yang masih kita bisa percayai dan ia adalah salah satu komandan yang hebat dan ialah yang menentukan garis pertahanan di sini. Aku kini percaya kalau pasukan kita membutuhkan pasukan makaa akan segera memberika pasukan. Kau tidak usah khawatir. "

Setidaknya jawaban dari sang Mulazim membuat saya menjadi tenang sedikit setelah saya merasa resah kekurangan pasukan yang sudah ada. Essad Pasha mungkin harapan Turki pada saat ini karena bisa menahan laju ratusan ribu pasukan Inggris, Perancis dan daerah jajahan mereka.

Aku bukan pengecut

Aku bukan orang pemberani namun Alhamdulillah belum ada yang mengatakan aku pengecut. Kalau aku cukup berani kecuali dengan harimau dan sesuatu yang tidak dapat kulihat. Seperti katanya hantu yang menganggu dalam malam hari siapa yang bisa melawannya karena mereka melihatnya.

Rupanya suara hantaman peluru membuatnya takut tetapi tidak mungkin kalau sudah selama sebulan inibia merasa takut dengan peperangan ini karena saya sendiri sudah merasa heran. Ia masih kalah dengan Yasser seorang pembawa air minum yang berasal dari Turki.

Tentu aku pernah mengusulkan agar Yasir menggantikan saja orang tersebut sebelum ia mengacaukan segalanya. Jika ia menjaga ada kemungkinan daerah sekitar yang ditempatinya akan kebobolan oleh seorang Australia.

Ia melihat orang tersebut lagi sendirian. Mungkinkah ia sedang memikirkan mengapa ia takut.

Aku akan bicara lagi dengan orang-tersebut mudah-mudahan itu bisa membantunya untuk membebaskannya.

"Dulu aku yang takutkan adalah harimau di tempat saya tinggal"

Tampaknya ia belum tertarik untuk membangun komunikasi dengan diriku. Ia tampaknya sangat malu mengakui dirinya takut dengan orang Australia. Apakah ia akan bicara atau aku terdiam saja untuk mendiamkan dirinya. Tetapi ini kesempatan langka karena saya tidak bisa untuk berbicara lagi. Kalau ia sedang berada dekat Jengis maka akan ada lahi ganguan. Aku harus sabar. Aku ingat bagaimana kita juga harus bersabar menunggu si ompung yang ada dalam rimba.

Mungkinkah dengan tambahan dari perkataanku justru akan membuat ia semakin menjauh dari diriku. Aku tunggu saja sementara dari kubu Australia terdengar tembakan yang terus menerus terjadi. Aku mendengarnya seperti burung prenjak yang tidak mau mendiamkan diri bahkan untuk satu menit saja. Ia terus berkicau membusungkan dadanya di pucuk pohon seakan ia mau memberitahu prenjak atau burung lain atau mahluk lain termasuk manusia bahwa dirinya adalah penguasa.

"Apakah tuan pernah takut?"

Hatiku bergembira ia mulai berbicara yang artinya ada harapan bahwa ia akan berkata-kata selanjutnya. Aku akan menjawab dengan pengalamanku

"Ya, aku bertemu dengan harimau dan aku kehilangan suara untuk satu tahun", jawabku dengan menunjukkan keseriusan

Aku melihat gurat tanda ia tidak percaya bahwa diriku pernah ketakutan. Seolah maksudku hanya untuk menghibur dirinya semata .  Aku akan menambahkan argumen walau apa yang aku ucapkan benar namun ia menginginkan kesunguhan dari diriku.

"Waktu dahulu aku seorang gembala sapi dari ayahku yang memiliki ratusan sapi di Padang yang luas. Aku pernah mencari sapi yang terpisah dari induknya. Aku menghitung ada sapi muda yang terlepas dari kawanan. Aku mencari sendiri saja sebab aku tidak mau terlihat lalai oleh ayahku dan aku titipkan sapi yang sudah berkumpul pada pembantuku. Aku melihat ada sapi yang tersudut  dan aku melihat ada seekor harimau yang mencoba menerkam sapi tersebut dan suaraku membuat ia terusik dan mengaum ke arahku. Sapi yang berwarna hitam milikku langsung menanduk harimau tersebut sehingga ia terluka dan langsung melarikan diri. Aku kehilangan suara karena ketakutan yang sangat. Aku mungkin tidak akan menemui harimau di wilayah ini. Aku selalu terbayang harimau dengan wajah bundar, mata yang tajam, hidung yang besar serta taring yang tajam sekali. "

"Kalau demikian bagaimana tuan menguasai ketakutan tersebut"

"Aku tidak tahu bagaimana. Bisa sampai saat sekarangpun aku takut dengan harimau namun kalau aku berjumpa lagi dengannya aku akan hadapi"

 "Aku takut karena orang yang di sampingku tewas mengenaskan. Sebuah peluru langsung meluncur ke kepalanya dan darahnya muncrat mengenaiku. Aku khawatir hal yang sama akan terjadi denganku"

 "Rasa takut tersebut manusiawi makin aku harus tahu. Aku bukan seorang motivator tetapi aku yakinkan kau harus bangkit karena dimana saja kita bisa mati. Bahkan kalau di dalam lubang tersebut, kini aku terhenti dengan serangan Gurkha namun kau harus mencoba untuk berani. Kau bisa untuk itu. Kau bisa dekat dengan ku jika itu yang kau inginkan"

 Tampaknya ia sudah mulai sadar dan ia berjanji tidak akan menunduk lagi dan akan belajar.

 "Manfaatkan ketakutanmu untuk berhati-hati. Kau bisa melihat arah tembakan pasukan musuh dan menghindar dari mereka .

 Tampaknya ia mendapatkan suntikan semangat yang baru untuk menyerang musuh kembali.

Penggalian Parit

Aku bersandar di balik parit yang dalam aku rasakan sangat panas menjelang di sore hari. aku yakin nantinya akan dingin setelah matahari membenamkan dirinya di pantai Galipoli. Lelah rasanya dan kelelehan tersebut tidak terkalahkan oleh serangan artileri pasukan musuh yang melengking dan diakhiri dentuman di tanah.

Kami waspada jangan sampai melihat artileri tersebut menghantam tempat kami. Jika ada artileri yang menghujam kami maka kami harus keluar dari parit. Ledakan artileri dalam lubang akan mematikan seluruh isi dalam lubang. Hal ini seperti menembak ikan dalam tong barrel.

Aku mencatat beberapa hal yang aku kira aku perlukan untuk menahan serangan musuh aku harus membuat jadwal untuk penggalian. Kau harus mengatur pengalian agar Jengis dan Abdul Khoir minimal di selang jadwal yang berbeda. Aku mulai terlebih dahulu dengan Abdul Khoir yang harus mendapatkan giliran pertama dan aku kira ia tidak akan keberatan.

Benar saja ia tidak keberatan dengan tugas yang aku berikan. Ia bekerja dengan giat sekali mencangkul bagiannya yang ternyata semakin lembut ke bawah Tanah Galipoli. Ia menyemangati anak buahnya unuk menargetkan lubang sedalam tiga meter. Ia yakin penggalian tersebut tidak akan lama.

Ia menyeka keringatnya dan tidak ada rasa lelah dan langsung melanjutkan menghantamkan beliungnya ke dalam.

Aku datang dan memberikan tawaran minuman baginya. Ia menerimannya dan mengambil posisi duduk untuk minum. Ia orang yang sholeh kalau menurutku dan ia selalu memenuhi tata cara Islami.   

"Abdul, berapa lama lagi penggalian?"

"Aku menduga ini akan selesai dalam giliranku"

Aku menunjuk bagian lain yang bukan merupakan jatahnya.

"Kita akan menggali tempat sit namun itu pasukan lain yang akan bekerja"

Abdul Khoir mengangguk

"Aku heran mengapa orang Turki membenci kita dengan menghina kita?"

Pertanyaan tersebut justru membuatku tertarik dengannya. Ia mungkin ingin mendiketakan diriku. Ia terus saja mencangkul tanpa menghentikan barang sedikitpun.

Aku berusaha untuk menjelaskannya mengenai perkara ini

"Kau jangan menilai dari seorang Jengis saja. Orang Turki tidak semuanya membenci kita. Adapun oknum yang berperang dengan mereka maka itu tidak termasuk kita. Kita sudah menunjukkan bahwa kita sangat setia dengan khalifah dan kita meninggalkan Damaskus untuk ke Galipoli untuk mempertahankan Turki."

"Kalau mereka tahu demikian seharusnya mereka menyambut kita sebagai penolong bukankah hal itu yang dilakukan oleh masyarakat Madina terhadap datangnya orang Muhajirin Makkah"

"Aku paham namun merekalah yang kurang paham, kawanku. Kau tahu bahwa Ilham akan menembak Jengis jika ia menghina di mukanya. Kau pikir Mulazim Ilham tidak akan bermain-main dengan hal itu. Aku sudah tahu ia orang yang dapat di pegang janjinya"

"Benarkah hal itu?" , ia justru penasaran

Tidak terasa cangkulnya semakn bergerak cepat yang menandakan keantusiasan ia untuk mendengar hal tersebut dari saya.

"Aku yakinkan itu benar danaku sudah memeberitahu Jengis untuk apa ia menghina. Bukankah dua pertiga dari pasukan yang bertahan di Galipoli ini adalah orang Arab. Aku tidak tahu apakah ia mengerti atau tidak namun setidaknya ia akan berhati-hati untuk menggunakan mulutnya"

Tiga orang lainnya yang ikut bersama Abdul Khoir turut juga menghentikan cangkulan dan mereka percaya dengan apa yang aku katakan. Mereka kembali lagi mencangkul dan aku pikir mereka akan menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang sebentar. Lega rasanya berhasil meyakinkan teman-teman untuk tetap berjuang dalam bendera Khilafah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun