Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Ismail, The Forgotten Arab Bagian Kelima

5 Mei 2017   11:11 Diperbarui: 11 Mei 2017   10:28 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah pendaftaran kami memang pergi dengan baju orang arab umumnya. Seragam Arab berbeda dengan seragam pasukan Turki namun pakaian dan celananya hampir sama yang membedakannya adalah adanya sorban yang diatas kepala. Nanti katanya brigade Arab akan mendapatkan seragam seperti layaknya orang Arab. Ternyata tidak kami mendapat seragam khusus seperti orang Turki. Aku bangga juga menerima seragam infantri angkatan darat. Aku menerima dua set baju lapangan yang berwarana hijau kecoklatan atau khaki dengan sepatu laras. Aha, kalau namanya sepatu lars ini aku belum pernah memakainya. Mungkinkah aku mencobanya terlebih dahulu. Aku perlahan memasukan sepatu ke kakiku dan dengan bantuan dari Yasir aku berhasil untuk memasukan. Yasir menyuruhku utuk berjalan dan aku turuti saja.

Bunyi ketipak sepatu sangat keras sekali diatas lantai kayu. Ini pasti tahan terhadap duri atau batu yang sangat keras. Inilah mengapa sepatu lars militer di buat. Aku mengenakan sepatu yang menutupi mata kaki dan celana seragam dibebat dengan stagen agar bisa memasukkan celana ke dalam sepatu. Kemudian aku mengenakan baju seragam lengan panjang dan mengancingkannya. Aku memakai sabuk dan grentel. Aku terlihat gagah sekali. Orang pasti tidak akan mengira kalau aku seorang penggembala sapi dari negeri yang amat jauh dari Galipoli. Orang mengira aku orang Arab biasa yang bekerja untuk Utsmaniyyah.

Aku ingin tunjukkan seragam ini pada ayahanda Abdurrahman. Ya, mungkin dengan memotonya terlebih dahulu, baru aku bisa untuk mengirimkannya kepada kakaknya. Tetapi foto jarang di Istanbul hanya orang tertentu saja yang dapat membeli foto. Aku akan mengumpulkan uang terlebih dahulu dan akan memfoto gambarnya beserta kontingen Arab yang telah  berperang di Galipoli.

Helm pasukan Turki pakai memang aneh. Ini seperti helm prajurit kolonial Belanda atau lebih tepatnya perwira kolonial Belanda yang mengenakan topi ini. Hanya saja mereka menggunakan topi yang warna putih sedangkan pasukan Turki menggunakan topi yang coklat yang dilapisi dengan kain yang berwarna hijau khaki yang terlipat diatas topi mirip dengan sorban diatas kepala. Inilah yang membedakan seragam pasukan Turki dengan seragam kebanyakan bangsa Eropa. Dengan mudah kami dikenalai dari bangsa yang lainnya. Sedangkan kami kontingen yang berasal dari Arab mengenakan sorban yang berwarna putih. Aku bangga dengan sorban yang berwarna putih ini.

Semua prajurit berkumpul dan mereka tampaknya bangga dengan seragam tersebut. Ada beberapa orang yang ternyata seragamnya kurang pas atau sempit atau kurang nyaman. Untung saja seragamku pas dan enak dipakai sehingga aku tidak pusing lagi untuk menukarkan seragam ini ke barak.

Ada beberapa teman-temanku di sana. Ada Abdul Khoir yang berkumpul dengan ketiga orang temannya. Di sana Yasir tidak mengenakan seragam karena ia bukan merupakan pasukan tempur atau kombatan namun ia kini memakai seragam yang berbeda dengan yang lainnya. Ada Mulazim Ilham yang mengenakan topi tarbus merah yang menandakan ia seorang perwira. Seluruh anggota Batalion berkumpul dengan perwira yang dari tingkat Mirliva, Mulazim , Binbasi, sampai ke Onbashi. Mereka berfoto dengan wajah yang penuh semangat.

Kilatan jepretan foto menyilaukan. Sang fotografer pun segera mengambil klise dan segera menyimpannya ke dalam tas. Setelah selesai , kami pun kembali lagi ke dalam barak masing-masing.

Perselisihan Abdul Khoir

Aku tahu Abdul Khoir adalah salah satu dari kontingen Yaman yang bergabung dengan brigade kami. Ia orang yang pemarah dan tidak mau ia dihina. Siapapun tidak mau dihina bahkan kami juga tidak mau dihina. Tetapi ia cukup sensitif dengan hinaan. Salah sedikit, ia bisa membentak.

Tidak bisa kita mengeneralisir semua orang Turki menghina kami. Saya binggung jika ia tersinggung mengapa ia tidak kabur saja dari kesatuan. Hukuman bagi yang mengundurkan diri bagi relawan tidak seberat pasukan reguler. Seorang relawan yang kabur paling tidak akan mendapatkan gaji dan tentu saja dimusuhi leh masyarakat. Sejak para pasha berkuasa maka hukum Islam sepertinya tidak berlaku.

  Aku menduga ia mempunyai misi seperti diriku. Misi yang sampingan dan terselubung yang tentu saja aku tidak ketahui.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun