Mohon tunggu...
Andri Faisal
Andri Faisal Mohon Tunggu... Dosen - Dosen

Seorang dosen manajemen keuangan dan Statistik. Peminat Sastra dan suka menulis fiksi. Suka Menulis tentang keuangan dan unggas (ayam dan burung) http://uangdoku.blogspot.com http://backyardpen.blogspot.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[Novel] Ismail, The Forgotten Arab Bagian Kelima

5 Mei 2017   11:11 Diperbarui: 11 Mei 2017   10:28 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sersan Yildirim.

Kalau umurnya, aku kira sudah seumur ayahku yakni usia beliau sekitar kepala lima namun ia masih lincah. Sebenarnya ia akan pensiun tahun ini namun ia tidak memanfaatkan tahun ini sebagai hari berhentinya bahkan ia ingin memanjangkan waktu pensiunnya katanya. Ia juga mempunyai tiga orang anak yang sudah menjadi tentara mungkin sama halnya dengan keluarga kami dengan jumlah anak lelaki yang sama dengan kami hanya saja kami mempunyai lima saudari perempuan yang tinggal di kampung halaman.

Ia menceritakan bahwa anaknya yang pertama adalah seorang pilot angkatan udara Utsmaniyyah. Tentu aku belum bisa membayangkan naik kapal terbang sedangkan melihatnya saja belum pernah namun Sersan Yildirim akan menunjukkan padaku bagaimana caranya terbang katanya ia berjanji akan bertemu dengan anaknya jika perang sudah berakhir nama anaknya Mulazim Awwal Ibrahim Yildirim sama halnya dengan saudaraku yang kini ada di kampung halamanku.

Tiba-tiba ia  dipanggil Mulazim memanggilnya aku mempersilahkan. Ada seorang kakek yang nampaknya ia sedang mengemas peralatan yang akan dibawanya . Ia membawa peralatan yang besar sekali. Aku kira ia akan mengira menginap waktu yang lebih lama padahal aku perkirakan seperti perang Dardanella yang tidak akan memakan waktu yang lama mereka sudah akan kabur dari kancah pernah ini seperti halnya mereka yang mencoba masuk Dardanella.

Lebih baik aku saja menanyakannya. Ia langsung menjawab namanya adalah Sulaiman. Ia pernah berperang dengan Rusia. Kami semua dipanggil dan kami akan berjalan menuju Galipoli untuk menghalau Pasukan musuh.

Kapal-kapal musuh sudah berjajar dan tinggal menunggu kapan mereka menurunkan muatannya yang kebanyakan adalah prajurit beserta perlengkapannya.

Essad Pasha yang telah menyusun pertahanan Galipoli untuk melawan pasukan sekutu yang selalu menunggu di mana pasukan Turki akan menempatkan pasukannya.

Ia menginstruksikan bawahannya yang setingkat dengan Mirliva untuk menguatkan pertahanan dan dibagian lain ada senapan mesin. Penting juga untuk mengetahui bagaimana kita menempatkan posisi karena kalau salah posisi sama saja kita tidak berguna dan tidak bisa menghadang.

Hari itu kerugian sekutu banyak sekali dan aku melihat mayat mengapung yang menjadi korban dari senapan mesin maupun artileri ringan kami. Ini tragedi kemanusiaan disebabkan oleh pemimpin mereka yang mau menjalankannya kehendak mereka sendiri.

Seragam Pertama

Sebelumnya kami tidak mengenal seragam. Kami berpakaian yang ada saja ala orang-orang melayu yang ada di sumatera. Kami menggunakan baju dengan sarung yang mengikat pinggang hingga ke lutut. Kalau Ayahku Abdurrahman seringkali mengenakan baju gamis dengan sorban yang melilit dikepalanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun