Akhirnya Najwa menutupnya dengan,
"Banyak pekerjaan rumah yang harus dilakukan, namun semua bisa diawali dengan kehadiran. Pak Terawan, tempat dan waktu dipersilakan."
Najwa memosisikan dirinya (atau acara Narasi-nya) sebagai wakil dari pertanyaan-pertanyaan publik. Sampai disini masih oke.
Namun kemudian Najwa Shihab malah membombardir seonggok kursi kosong yang diimajinasikannya sebagai Menkes Terawan.
Mungkin wawancara imajiner semacam inilah yang dianggap oleh sebagian publik sebagai 'cyber-bullying'.
Dan tentu saja aksi Najwa ini mendapat reaksi pula, macam-macam reaksinya.
Ada yang menyayangkan ketidakhadiran Menkes Terawan lantaran menyia-nyiakan kesempatan untuk mengklarifikasi berbagai aspek yang kerap jadi tanda tanya besar di benak publik.
Seperti seorang social-influencer Rudi S. Kamri misalnya. Lewat tayangan di Kanal TV Anak Bangsa, ia menyayangkan absennya orang sekaliber Menkes Terawan yang berlatar belakang militer.
Padahal menurutnya ini kesempatan bagus untuk menjelaskan segala sesuatunya. Toh pertanyaan-pertanyaan Najwa itu tidak ada yang aneh sebetulnya. Dan seyogianya bisa dijawab gamblang, jujur dan apa adanya saja. Kenapa jadi malah terkesan takut menghadapi Najwa Shihab? Emangnya siapa sih Najwa? Kira-kira begitulah.
Lalu ada Denny Siregar, lewat 'Timeline'-nya ia laksana advokat jempolan membeberkan latar belakang permasalahan kenapa Menkes Terawan tidak perlu tampil di forum Mata Najwa itu.
Paparan Denny Siregar pun nampaknya berhasil mengembalikan simpati sebagian publik atas absennya Menkes Terawan. Kisahnya tentang jasa dokter Terawan sampai perlawanannya menghadapi kosnpirasi Mafia Kesehatan dan konfliknya dengan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) cukup dramatis untuk merebut simpati publik dan memulihkan citra baik seorang Terawan.