Mohon tunggu...
Andre Vincent Wenas
Andre Vincent Wenas Mohon Tunggu... Konsultan - Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Pelintas Alam | Kolomnis | Ekonomi | Politik | Filsafat | Kuliner

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Fakta Politik Rekom Dikembalikan: Puan Minta Maaf atau Tidak, Bukan Soal buat Sumbar

9 September 2020   16:01 Diperbarui: 9 September 2020   17:54 8378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

*Fakta Politik Rekom Dikembalikan: Puan Minta Maaf atau Tidak, Bukan Soal buat Sumbar*

Oleh: *Andre Vincent Wenas*

Masih lanjutan kasus Puan Maharani dengan (masyarakat) Sumbar.

Banyak yang bilang bahwa Puan mesti atau sebaiknya minta maaf saja. Namun tak kurang ramai yang bilang bahwa Puan tidak salah dan tidak perlu minta maaf atas pernyataannya yang mempertanyakan ke-Pancasila-an masyarakat Sumbar.

Mau/perlu minta maaf atau tidak mau/tidak perlu minta maaf, secara sosial politik nampaknya bukan soal bagi masyarakat Sumbar. Tapi mungkin saja bisa jadi soal buat PDIP sendiri nantinya.

Paling tidak rakyat Sumbar yang sementara ini sudah mulai simpati dengan PDIP bisa jadi berpikir ulang. Padahal kabarnya pendukung PDIP di Sumbar akhir-akhir ini mulai meningkat.

Polemik masih terus berlangsung.

Sehingga seperti sudah diduga, para elit partai maupun koalisinya jadi kerepotan jumpalitan berupaya menjustifikasi perkataan sang putri mahkota.

Bisa dimengerti sih, memang begitulah "kewajiban" para petugas partai. Tidak jadi soal juga. Silahkan saja, bebas kok. Ini negara demokrasi. Paling tidak kita disuguhkan sirkus narasi dengan berbagai variasi diksi. Hiburan politik yang lumayanlah.

Di sini kita tidak bermaksud menyoroti soal apa motif atau apa maksud Puan Maharani mesti berkata, "...Semoga Sumatera Barat menjadi provinsi yang memang mendukung negara Pancasila." Apakah itu disengaja atau tidak sengaja (accident).

Ada yang bilang statement itu adalah sebentuk doa dari Puan, tapi di lain pihak ada yang bilang ini adalah sindiran bagi masyarakat Sumbar yang katanya dicurigai tidak (kurang) Pancasilais lantaran PDIP kalah di Sumbar. Tidak, kita tidak masuk dalam wacana itu.

Kita juga tidak bermaksud meragukan kecerdasan sejarah maupun motif kekesalannya lantaran kekalahan PDIP yang juga menyejarah di Sumbar.

Di sini kita tidak pula bermaksud menyoroti bukti-bukti historis bahwa betapa Pancasilaisnya masyarakat Sumbar. Hal itu sudah panjang lebar dijabarkan banyak pihak, lengkap dengan cerita kontribusi tokoh-tokohnya (Hatta, Sjahrir, H.Agus Salim, Tan Malaka, dll). Bahkan ada yang sampai perlu menjabarkan detail genealogy Puan Maharani sendiri yang berdarah Minang.

Kita juga tidak bermaksud menyoroti tuduhan betapa sudah meluasnya paham radikalisme di wilayah Sumbar. Sampai-sampai Gubernur Sumbar Irwan Prayitno (dari PKS) sampai pernah menyurati Menkominfo yang meminta agar aplikasi Injil berbahasa Minang dihapus.

Betul bahwa paham radikalisme, separatisme dan primordialistik (SARA) adalah musuh Pancasila. Sama seperti KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang juga musuh abadi dari Pancasila. Walau faktanya, fenomena radikalisme serta KKN ini ada terjadi di seluruh propinsi tanpa terkecuali.

Masih ingat khan kampanye ayat-mayat di DKI Jakarta? Lalu peristiwa Karimun sampai tragedi Ahmadiyah. Juga praktek kolusi dan nepotisme (politik dinasti) serta korupsi berjamaah di banyak sekali provinsi maupun kabupaten/kota di seluruh Indonesia.

Bukankah itu semua masih marak dilakukan tanpa rasa malu. Siapa pelakunya? Ya semua partai! Dan di semua daerah!

Jadi apa dong yang mau dibahas?

Kita hanya mau fokus pada persoalan (pertanyaan) yang sederhana saja. Berangkat dari fakta politik yang terjadi.

Begini pertanyaan atas fakta politik yang terjadi:

Apakah kalau Puan Maharani tidak mempersoalkan ke-Pancasila-an masyarakat Sumbar lalu pasangan cagub/cawagub Mulyadi dan Ali Mukhni akan mengembalikan rekomendasi dari PDIP?

Terhadap pertanyaan ini, kita bolehlah berasumsi: Tentu rekom itu tidak akan dikembalikan. Karena memang tidak ada yang dipersoalkan.

Paslon itu pun pasti juga akan senang, sama senangnya dengan Puan (PDIP) yang bisa berkolaborasi dengan paslon yang memang kuat di daerah Sumbar itu.

Itu saja.

Sekarang fakta politiknya adalah pernyataan Puan itu dipersoalkan oleh kalangan luas di Sumbar, akibatnya rekom PDIP dikembalikan oleh Paslon Mulyadi dan Ali Mukhni.

Berdasarkan fakta politik itu, apa yang mau diperbuat? Mau rekonsilisasi, atau bersikeras dengan justifikasi (upaya pembenaran)?

Para petugas partai masih bersikeras bahwa Puan tidak salah dan tidak perlu minta maaf. Ya boleh-boleh saja. Kita pahami memang begitulah 'job-des' petugas partai. Dan itu tidak jadi soal buat masyarakat Sumbar atau mereka yang ada di luar struktur partai (PDIP). Tidak ada hukum positif yang dilanggar. Bebas saja, terserah.

Konsekuensinya khan hanya untuk PDIP sendiri dalam konteks sosial politik di wilayah Sumatera Barat nanti, saat voters dibutuhkan pada pemilu (pileg, pilpres, pilkada, atau mungkin juga pilkades).

Lanjutkan saja, masing-masing punya perhitungan politiknya sendiri.

Sementara itu, masyarakat Sumatera Barat bersama seluruh rakyat Indonesia di semua propinsi akan terus berjuang melawan musuh sejati Pancasila, musuh kita bersama:

Yaitu paham radikalisme, separatisme, sektarianisme (primoridialisme sempit) dan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau Politik Dinasti), yang sedang terjadi di seluruh daerah.

Merdeka!

09/09/2020

*Andre Vincent Wenas*, Sekjen 'Kawal Indonesia'.

Sumber:
detik.com
tribunnews.com
jawapos.com
jawapos.com
kompas.com
wikipedia.org
kompas.com
kompas.tv

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun